Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Pembangunan TIK (IP-TIK) Indonesia tahun 2019 mencapai 5,32, meningkat dibanding IP-TIK 2018 sebesar 5,07.
IP-TIK disusun oleh 11 indikator yang dikombinasikan menjadi 3 subindeks, yaitu subindeks akses dan infrastruktur, subindeks penggunaan, dan subindeks keahlian.
Advertisement
Dalam paparannya, Ketua BPS, Kecuk Suhariyanto menyampaikan pencapaian dari ketiga subindeks tersebut yakni, untuk akses dan infrastruktur TIK yang mencerminkan kesiapan TIK Indonesia (ICT readiness) mencapai 5,53.
Subindeks penggunaan yang mencerminkan tingkat penggunaan TIK di Indonesia mencapai 4,85, dan subindeks keahlian yang mencerminkan kemampuan yang diperlukan dalam TIK di Indonesia mencapai 5,84.
Kecuk menjelaskan, skala IP-TIK berada pada rentang 0–10. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan pembangunan TIK suatu wilayah semakin pesat.
“Demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks menunjukkan pembangunan TIK di suatu wilayah relatif masih lambat,” jelas dia dalam video konferens, Selasa (15/12/2020).
Adapun Provinsi dengan IP-TIK tertinggi pada tahun 2019 adalah DKI Jakarta, yaitu 7,31. Sedangkan provinsi dengan IP-TIK terendah adalah Papua, yaitu 3,33.
Sebagai informasi, Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) merupakan suatu ukuran standar yang dapat menggambarkan tingkat pembangunan TIK suatu wilayah pada suatu waktu. Selain itu, IP-TIK dapat mengukur kesenjangan digital serta menginformasikan potensi dalam rangka pembangunan TIK.
IP-TIK dikembangkan oleh International Telecommunication Union (ITU) dengan nama ICT Development Index. Dengan mengacu pada metodologi dari ITU (2016), BPS melakukan penghitungan IP-TIK pada tingkat nasional dan provinsi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indeks Pembangunan Manusia Terus Naik Tapi Kesenjangan Gender Masih Tinggi
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, mengapresiasi dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada program MAMPU yang selama 8 tahun telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kesetaraan gender.
“Hadirnya program MAMPU selama 8 tahun terakhir ini tentunya membawa banyak perubahan dalam peningkatan kapasitas perempuan, dan mendorong gerakan pemberdayaan perempuan di Indonesia,” kata I Gusti Ayu dalam konferensi Pengakhiran Program Mampu, Kamis (8/10/2020).
Menurutnya, keberhasilan program MAMPU dalam merintis, memicu dan memotivasi perempuan-perempuan di akar rumput, perlu direplikasi dan dimodifikasi oleh pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dan seluruh masyarakat pada umumnya.
Lantaran, sejak awal pembangunan pemberdayaan perempuan di Indonesia, memang diarahkan kepada upaya peningkatan peran dan kedudukan perempuan di berbagai bidang.
Agar tercipta relasi yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, sebagai isu yang terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, kesehatan dan lainnya, kesetaraan gender memerlukan dukungan dari berbagai pihak.
“Hal ini tercermin pada angka indeks pembangunan manusia atau IPM Indonesia pada tahun 2018 berada pada angka 71,39 persen, IPM perempuan yang lebih rendah dibanding laki-laki berkontribusi pada rendahnya IPM Indonesia. Perbandingan antara IPM perempuan dan laki-laki menghasilkan indeks pembangunan gender,” jelasnya.
Bahkan pada 2010 Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia sebesar 89,402 persen sementara pada tahun 2018 naik menjadi sebesar 90,99 persen, yang mengindikasikan masih terjadinya kesenjangan gender pada hasil pembangunan.
Meskipun kenaikan tersebut patut untuk diapresiasi, tetapi kenaikan sebesar 1,57 persen selama 8 tahun merupakan progres yang sangat lambat, demikian pula dengan indeks pemberdayaan gender atau IDG pada tahun 2010 sebesar 68,15 persen dan pada tahun 2018 berada di angka 72,10 persen.
“Menunjukkan belum maksimalnya peran perempuan sebagai tenaga kerja profesional, kepemimpinan dan teknisi serta belum optimalnya sumbangan pendapatan perempuan. Progres kenaikan yang hanya 3,95 persen selama 8 tahun ini juga patut menjadi perhatian kita semua,” jelasnya.
Berbagai data ini menunjukkan realita yang ada di lapangan saat ini perempuan masih tertinggal di belakang laki-laki baik di bidang Pendidikan, Kesehatan, ekonomi hingga keterwakilan dalam politik. Padahal semua hal ini berpengaruh langsung pada tercapainya kesetaraan pembangunan bagi perempuan dan laki-laki.
Advertisement