Liputan6.com, Jakarta - Para pengusaha di sektor mikro, kecil dan menengah (UMKM) meminta kepada pemerintah pusat dan daerah untuk tidak lagi menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Alasannya, kebijakan tersebut membuat sektor UMKM semakin terpuruk.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan, jika kebijakan PSBB diterapkan maka akan sangat merugikan bisnis UMKM.
Advertisement
"Apa yang diinginkan oleh asosiasi dan pelaku UMKM adalah tolong kebijakan PSBB jangan lagi dilaksanakan. Karena PSBB sangat merugikan bisnis UMKM," terangnya dalam webinar Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lokal, Selasa (15/12/2020).
Dia mencontohkan, salah satu dampak buruk dari kebijakan pembatasan sosial tersebut ialah terpangkasnya omzet bisnis UMKM di wilayah Bali. "Contohnya temen-temen pengrajin perak di Bali yang omzetnya luar biasa sebelum pandemi (Covid-19), tapi saat pandemi omzetnya abis ga bisa jualan lagi karena adanya pembatasan usaha," terangnya.
Pun, kata Ikhsan, PSBB juga dinilai tidak efektif untuk memutus mata rantai penularan virus Covid-19 di tanah air. Hal ini tercermin dari masih meningkatnya jumlah positif Covid-19 kendati telah diberlakukan PSBB di sejumlah daerah.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah pusat maupun daerah untuk lebih memilih pengetatan protokol kesehatan dalam seluruh aktivitas sosial dna ekonomi masyarakat. Sehingga diharapkan mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional sekaligus juga sebagai solusi untuk memerangi virus mematikan asal China itu.
"Ini kan seperti rujukan WHO bahwa memang lockdown atau PSBB sudah tak lagi diterapkan. Karena menghambat upaya pemulihan ekonomi dan tidak efektif juga untuk menghentikan pandemi Covid-19," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Menkop Teten: Koperasi Harus Menarik untuk Generasi Milenial
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan tantangan bagi koperasi adalah bagaimana menjadikan konsep koperasi juga menarik di mata milenial atau generasi muda yang nantinya akan jadi pelaku usaha dan ekonomi masa depan.
Terlebih lagi, koperasi sudah memiliki narasi yang sangat relevan dalam ekonomi kekinian dan masa depan, yaitu, melalui aspek inklusivitas dan juga aspek partisipasi. Hal itu tercantum dalam dalam amanat UU Cipta Kerja, yang menyebutkan kemudahan pendirian koperasi menjadi salah satu hal yang diprioritaskan.
"Saat ini, pendirian Koperasi Primer hanya membutuhkan sembilan orang, sedangkan Koperasi Sekunder cukup tiga Koperasi Primer. Di sisi lain, RAT sekarang dapat dilakukan baik secara daring maupun luring. Poin berikutnya adalah memperkuat dan memperjelas keberadaan Koperasi Syariah," kata Teten Masduki dalam Webinar Transformasi Koperasi dan UMKM di Era Digital sebagai Kekuatan Ekonomi Rakyat dalam Pemulihan Ekonomi Nasional, Senin (14/12/2020).
Kemudahan pendirian ini akan mengakselerasi tumbuhnya jumlah koperasi. Sekaligus menjadi menarik bagi koperasi yang didirikan oleh milenial, khususnya yang memiliki kesamaan hobi atau pun komunitas maupun mereka yang ingin mendirikan perusahaan rintisan/startup.
Sehingga posisi Koperasi Syariah akan sangat dibutuhkan oleh koperasi-koperasi yang berbasis pesantren. Di sisi lain, melalui PermenkopUKM no. 4 tahun 2020, penyaluran dana bergulir oleh LPDB diprioritaskan 100 persen untuk koperasi. Tidak hanya itu, dilakukan penyederhanaan proses dari 12 tahap menjadi hanya 3 tahap.
Sedangkan PermenkopUKM No.9 Tahun 2020 mengawal penuh pengawasan koperasi, khususnya berkenaan aspek akuntabilitas dan compliance/kepatuhan.
"Ini menunjukkan pemerintah berupaya penuh dalam menjadikan koperasi sebagai lokomotif ekonomi rakyat," ujarnya.
Advertisement