HEADLINE: Larangan Kerumunan Perayaan Tahun Baru 2021, Bagaimana Pengawasannya?

Pemerintah mengeluarkan kebijakan pengetatan untuk tahun baru, apakah efektif atau tidak.

oleh Delvira HutabaratMuhammad Radityo PriyasmoroLizsa EgehamYopi Makdori diperbarui 21 Des 2020, 15:23 WIB
Petugas Satpol PP berkeliling memberikan imbauan di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (6/12/2020). Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta meminta pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali diperketat lantaran tren kasus Covid-19 yang terus melonjak di Ibu Kota (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus mencari jalan guna mencegah kenaikan kasus Corona Virus Disease atau Covid-19 pasca-libur Natal dan Tahun Baru 2021, oleh sebab itu, imbauan dan langkah tegas dilakukan dengan mengeluarkan larangan berkerumun dan perayaan tahun baru di tempat umum.

Keputusan ini diambil dalam Rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali secara virtual di Kantor Maritim pada Senin 14 Desember 2020.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, implementasi pengetatan ini dapat dimulai pada tanggal 18 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021. Dia menyadari, kebijakan ini diambil karena masih ada peningkatan kasus secara signifikan yang masih terus terjadi pasca-libur dan cuti bersama pada akhir Oktober.

"Jumlah angka positif dan angka kematian terus meningkat pasca libur di 8 dan 20 provinsi, setelah sebelumnya trennya menurun," kata Luhut.

Luhut juga meminta agar kegiatan yang berpotensi mengumpulkan banyak orang seperti hajatan maupun acara keagamaan dibatasi atau dilarang. Bahkan, memerintahkan kepada TNI/Polri untuk memperkuat operasi perubahan perilaku.

"Ini akan didahului dengan apel akbar TNI/POLRI yang dipimpin oleh Presiden sebagai bentuk penguatan komitmen," jelas Luhut.

Bahkan, Luhut meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat melakukan pengetatan semaksimal mungkin. Selain Anies, Gubenur Jabar, Jateng dan Jatim juga diminta hal yang sama dalam optimalisasi dan memperkuat operasi yustisi serta menerapkan protokol kesehatan.

Kendati Luhut bicara pengetatan dalam menekan laju penyebaran Covid-19, namun soal pariwisata untuk musim libur Natal dan Tahun Baru menjadi hal yang lain, terutama destinasi wisata Bali. Pelancong dipersilakan datang ke Pulau Dewata dengan mengikuti aturan yang diberlakukan.

"Kami minta untuk wisatawan yang akan naik pesawat ke Bali wajib melakukan tes PCR H-2 sebelum penerbangan ke Bali serta mewajibkan tes rapid antigen H-2 sebelum perjalanan darat masuk ke Bali," kata Luhut.

Langkah tersebut tentu saling silang dengan tujuan yang dibuat. Pemerintah ingin menekan angka penyebaran Covid, namun di lain sisi membuka keran pariwisata yang berpotensi membuat kerumunan dan potensi penularan covid-19 terjadi.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak pernah jelas, termasuk membuka keran pelancong domestik ke destinasi wisata. Menurutnya jalan satu-satunya untuk menekan Covid-19 di Indonesia adalah dengan lock down.

"Saya dari awal kan pro lock down supaya cepat selesai. Nanti baru masalah lain kita selesaikan. Tapi kan ini tidak. Maunya ekonomi jalan tapi kan tidak bisa. Sekarang saya mau tanya malah, pengetatan akhir tahun ini gimana?," kata Agus kepada Liputan6.com, Selasa (15/12/2020).

Menurut dia, harus jelas sanksinya jika mau melakukan pengetatan di Natal dan Tahun Baru. Karena akan percuma jika hal tersebut tidak diatur.

"Orang kita tidak bisa diimbau. Orang kita harus dikenakan sanksi. Di seluruh dunia yang menerapkan lock down itu ada denda dan sekarang gimana, denda mau pakai aturan mana? Pakai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, ada pasal 293 yang dikenakan pada Rizieq itu atau selain undang-undang harus pakai Perda. Tapi Perda cuma ada 2 di Jatim dan DKI. Terus daerah lain bagaimana?" ujar Agus.

Tidak jelasnya aturan yang dikeluarkan akhirnya menjadi simalakama bagi dunia pariwisata. Meski kerannya dibuka, namun pelaku usaha akan dihadapkan dengan sejumlah ancaman yang dikhawatirkan menyasar mereka.

"Hotel-hotel sudah jual paket-paket perayaan Tahun Baru, kalau dilarang akan membunuh ekonomi. Katanya mau penguatan ekonomi kan bingung sekarang," kata Agus.

 

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Infografis Jangan Ada Kerumunan Saat Perayaan Tahun Baru 2021. (Liputan6.com/Trieyasni)

Aturan Bertumpuk, Implementasi Nihil

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane memandang, kebijakan pemerintah ini seperti pemadam kebakaran saja. Jika ada api baru bergerak. Padahal dalam menangani pandemi Covid-19 tidak sesederhana itu.

"Kebijakan pemerintah itu tidak efektif dan membingungkan masyarakat ketika berubah-ubah. Tidak konsisten. Kalau sudah ada regulasinya, coba baca Keputusan Gubernur itu banyak sekali, Keputusan Pemerintah, Permenkes banyak sekali. Tetapi implementasinya tidak dilakukan sehingga itu yang jadi persoalan. Persoalan kita adalah regulasinya yang banyak tetapi implementasinya tidak dilakukan supervisi, monitoring dan evaluasi," jelas Pane kepada Liputan6.com, Selasa(15/12/2020).

Menurut dia, jika yang dimaksud pengetatan adalah isolasi atau karantina maka polisi dan tentara yang tergabung dalam satuan tugas dapat bergerak. Karena itu, perlu diterjemahkan apa yang dimaksud dengan pengetatan yang dimaksud pemerintah.

"Pemerintah yang harus ditanya apa yang disebut sebagai pengetatan itu. Namun, menurut saya selama belum terkendali ya memang kita harus melakukan monitoring terhadap kerumunan kalau itu yang dikatakan sebagai pengetatan. Toh Pergub dan Keputusan Pemerintah kan belum dicabut," jelas Pane.

Dia mengingatkan, soal pemberian sanksi jangan hanya sifatnya insidental saja atau cuma sesaat. "Seperti sekarang kan buat Natal dan Tahun Baru, seharunya itu walaupun tanpa Natal dan Tahun Baru, itu tetap harus dilakukan. Saya kira pemerintah masih lemah (di bagian penerapan sanksi)," tutur Pane.

Senada, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengindikasikan pemerintah tengah gagap mengatasi Covid-19. Karena sebenarnya, masalah utamanya adalah masih susahnya penerapan protokol kesehatan.

"Persoalannya di sini kita tak mampu menegakkan protokol kesehatan. Jadi secara tidak mampu, ada kebijakan ini (melarang acara Tahun Baru dan lainnya) seperti panic policy," kata Trubus kepada Liputan6.com, Selasa (15/12/2020).

Menurut dia, pembatasan ketat ini tak akan berpengaruh jika protokol kesehatan tak ditegakkan. Karenanya dirinya tak sepaham dengan pembatasan acara Tahun Baru ini.

"Karena dalam namanya kebijakan, apa yang dilakukan pemerintah dalam kacamata saya, publik menjadi dirugikan karena dibatasi. Seperti para pelaku usaha, masyarakat menari nafkah di akhir tahun menjadi tak dapat penghasilan dan lainnya," tutur Trubus.

Karena itu, menurut dia di penghujung tahun seperti ini justru penerapan protokol kesehatan itu harus benar-benar ditegakan. Apalagi masyarakat harus sudah paham betul.

"Bagaimana optimalkan lewat RT, RW, Ormas. Jadi masyarakat bisa berpartisipasi agar kebijakan tidak top down. Karena itu tidak efektif. Sanksi seperti itu kurang. Karena yang bagus itu bottom up dari masyarakatnya sendiri. Jadi coba pemerintah berpikir role and watching aturan dan logikanya," kata Trubus.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tingkatkan Kesadaran Masyarakat

Mural bertema protokol kesehatan Covid-19 menghiasi tiang pancang jalan tol di Jalan Ahmad Yani, Jakarta, Minggu (13/12/2020). Warna-warni mural ini dibuat oleh seniman dari berbagai daerah. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, kebijakan ini justru tak membuat kaget masyarakat. Menurutnya, pengetatan ini justru agar membuat masyarakat semakin sadar dengan protokol kesehatan.

"Kita kan minta kesadaran masyarakat apakah dia mau tertular Covid ini atau tidak. Kan cuma pilihannya apakah dia mau melakukan rekreasi atau menjaga dirinya untuk menghindari Covid. Itu saja pilihannya, kembali kepada kesadaran masyarakat," kata Irfan kepada Liputan6.com, Selasa (15/12/2020).

Dia memastikan, dengan kebijakan pemerintah tersebut maka kepala daerah maupun Satgas Covid-19 akan bekerja maksimal. "Karena mereka yang mengetahui kondisi di daerahnya," tutur Irfan.

Dia menyadari, pemerintah tak bisa lagi melarang masyarakat untuk berlibur atau berkreasi, semua ini kembali kepada masyarakat.

"Karena itu kan (berlibur) haknya juga. Tapi kembali lagi, ketika mereka menggunakan haknya terus mereka harus berpikir ke depan. Covid ini kan tidak tahu bagaimana penularannya dan kapan kita bisa tertular. Kita tak bisa memprediksi dan menduganya kan," jelas politisi PPP ini.

Karenanya, kebijakan pengetatan pemerintah untuk libur Natal dan Tahun Baru ini semuanya hanya mengingatkan akan pentingnya mematuhi protokol kesehatan.

"Membatasi diri, menjaga jarak, menghindari kerumunan, tentu kan penularan akan semakin rendah. Itu saja saya pikir, kita kembali lagi kepada keinginan kita bersama mencegah penularan," kata Irfan.

Senada, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, pihaknya akan terus melakukan koordinasi dengan daerah untuk penegakan disiplin penerapan protokol kesehatan.

"Jadi Satgas di pusat terus melakukan koordinasi dengan Satgas di daerah untuk mengintensifkan pengawasan dan penegakan disiplin sebagai upaya untuk mengantisipasi peningkatan kasus Covid-19 pada masa libur Natal dan Tahun Baru," tutur Wiku.

Dia menuturkan, pengawasan nantinya dilakukan di berbagai lokasi yang dipandang rawan menimbulkan kerumunan.

"Pengawasan di berbagai lokasi yang berpotensi menimbulkan kerumunan akan semakin diperketat. Langkah monitoring dan penegakan disiplin ini juga harus diikuti oleh kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan," tegas Wiku.

Dia mengatakan, kuncinya dalam pengetatan ini adalah masyarakat bisa patuh terhadap protokol kesehatan demi menekan angka penyebaran Covid-19.

"Semakin tinggi kepatuhan masyarakat maka kenaikan kasus dapat ditekan. Oleh karena itu, saya meminta kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dalam setiap kegiatan," kata Wiku.

 

 


Jakarta Bergerak

Petugas Satpol PP memegang poster imbauan protokol kesehatan COVID-19 saat unjuk rasa buruh di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/11/2020). Pemerintah terus mengingatkan pentingnya 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci sebagai upaya pencegahan Covid-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemerintah Pusat sudah meminta kepala daerah untuk turun tangan dalam pengetatan Natal dan Tahun Baru ini. DKI misalnya yang acap kali menyumbang angka pasien positif Covid-19, langsung merespon dengan membatasi kegiatan malam Tahun Baru.

"Kami sudah koordinasi dengan Kapolda, Pangdam Jaya, dan seluruh jajaran Forkompindo untuk antisipasi libur panjang. Di antaranya kita membatasi kegiatan-kegiatan malam tahun baru, di DKI Jakarta tidak ada perayaan tahun baru, kita minta semua warga Jakarta berada di rumah bersama keluarga dan tidak keluar kota. Kita juga sudah koordinasi dengan pemerintah daerah sekitar Jakarta untuk antisipasi hal ini. Kemudian, tempat-tempat hiburan juga kita batasi sebagaimana ketentuan PSBB masa transisi," kata Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria, Selasa (15/12/2020).

Menurut dia, pihaknya menyebut masa liburan itu memang bisa menimbulkan peningkatan Covid-19. Karena itu kita telah mengantisipasi dan menyiapkan berbagai rencana aksi dan harus didukung masyarakat," jelas Riza.

Senada, Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin menyatakan pihaknya telah menyiapkan antisipasi pengamanan dan pengawasan selama libur natal dan tahun baru 2021. Hal itu diperlukan untuk mencegah lonjakan kerumanan atau adanya perayaan malam tahun baru maupun saat libur akhir tahun.

"Antisipasi pasti, karena kegiatan di tempat rekreasi, tempat hiburan untuk perayaan tahun baru, berdasar Surat Edaran Dinas Pariwisata tidak boleh, tidak ada kegiatan perayaan apalagi kerumunan. Baik itu hotel, resto, kafe semuanya. Kalaupun ada yang menyelenggaran kita akan tindak tegas," kata Arifin pada Liputan6.com, Selasa (15/12/2020).

Bentuk pengawasan atau antisipasi Sapol menurut Arifin adalah pengetahan petugas di tempat rawan kerumunan. "Petugas akan terus melakukan pengawasan melalui patroli, operasi, penyisiran ke tempat yang berpotensi berkerumun misal Kota Tua, Monas, Thamrin, mal. Pasti ada petugas berjaga," jelas dia.

Sementara terkait pengetatan WFH mulai 18 Desember mendatang, Arifin menyatakan pihaknya akan tetap menggelar sidak ke gedung-gedung perkantoran terkait jumlah maksimal pekerja WFO yakni 25 persen.

"Kita melakukan pengawasan di tempat kerja yang ada pembatasan 50 persen kini jadi maksimal 25 persen. Kita datangi ke berbagai perkantoran, memastikan orang yang bekerja itu berapa jumlahnya. Apakah patuh protokol atau tidak. Kalau langgar maka kita bisa lakukan penutupan tempar kerja itu," tutur dia.

Sementara, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus menegaskan, total ada 8.179 personel gabungan untuk mengantisipasi Natal dan Tahun Baru. Bahkan, dipastikan Polda Metro Jaya tak akan mengeluarkan izin keramaian di malam Tahun Baru.

"Kita pastikan bahwa segala bentuk keramaian, perizinan untuk malam Tahun Baru misalnya tidak akan dikeluarkan oleh Polda Metro Jaya. Jadi kita sepakat bersama semuanya tidak ada kegiatan dari beberapa tempat wisata seperti Ancol kemudian Taman Mini dan sebagainya, tidak ada kegiatan malam pergantian tahun," jelas Yusri.

"Contoh Ancol jam 17.00 WIB sudah tutup, kemudian Taman Mini juga sama. Jadi segala bentuk yang sifatnya membuat kerumunan tak diperbolehkan," kata dia.

Soal lalu lintas juga diperhatikan. Bahkan tempat seperti kafe juga tak boleh terjadi kerumunan. "Makanya perizinan tidak akan kita berikan. Kepolisian tidak akan memberikan perizinan untuk semuanya," tegas Yusri.

Dia menuturkan, pihaknya akan mengambil langkah tegas jika ada yang melanggar. "Kita akan tindak tegas secara persuasif dan tindakan tegas di lapangan. Contoh sudah ada beberapa yang kita lakukan penutupan beberapa kafe yang ada yang memang melebihi jam dan melebihi ketentuan isi bahkan kita ajukan untuk dicabut izinnya," kata Yusri.

Sementara tetangganya Tangerang Selatan juga melakukan hal yang sama. Rachmi Diany, Wali Kota Tangsel, mengimbau warganya untuk tidak merayakan Natal dan pergantian malam tahun baru dengan berkerumun.

Dirinya meminta masyarakat merayakan malam pergantian tahun baru bersama keluarga di rumahnya masing-masing, dan tidak melakukan perjalanan keluar kota untuk berlibur.

"Kita imbau, kita harapkan untuk bisa di tempat masing-masing, kalau terpaksa keluar kota harus mengikuti prokes, itu yang paling penting," kata Airin.

Menurut Airin, dengan menerapkan prokes dan tidak berkerumun, bisa mempersempit penularan covid-19. Berdasarkan data Dinkes Provinsi Banten yang terakhir kali dibagikan pada 12 Desember 2020, Kota Tangerang dan Tangsel masih zona merah covid-19. Sedangkan, enam daerah lainnya di Banten, sudah menjadi zona oranye.

"Karena pengalaman kami berkecimpung dengan covid-19, kuncinya adalah disiplin terhadap prokes, Insya Allah kita bisa terhindar dari Covid-19," ujarnya.

 


Daerah Lainnya

Personel polisi membagikan masker kepada calon penumpang kereta di area pedestrian Stasiun Terpadu Tanah Abang, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Guna menekan penyebaran Covid-19, Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya terus mengampanyekan pentingnya menaati protokol kesehatan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melarang kerumunan massa saat perayaan pergantian tahun dan penyambutan baru 2021 mendatang. Upaya ini ditempuh untuk menghindari peningkatan laju pertumbuhan Covid-19.

"Ini harus disosialisasikan ke masyarakat, pasti ada potensi keriuhan dan keramaian yang membahayakan, tertular Covid-19," ujarnya, Senin (14/12/2020).

Dalam konferensi lima gubernur bersama Gubernur DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, kabupaten/kota di lima wilayah tadi sepakat untuk tidak membuat kerumunan perayaan tahun baru.

Menurut Ridwan Kamil, perayaan tahun baru identik dengan keramaian, tiup terompet, dan konser musik, sehingga aktivitas inilah yang berpotensi menularkan virus hingga menimbulkan peningkatan Covid-19.

"Hal tersebut berlaku juga jika dilaksanakan indoor, tapi tetap mengundang kerumunan. Saya kira itu akan kita larang," dia mengingatkan.

Untuk menghindari peningkatan Covid-19, Komite Kebijakan Covid-19 Jabar mewacanakan wisatawan untuk membawa hasil rapid antigen, saat memasuki beberapa lokasi wisata favorit. Ridwan Kamil menyatakan, berkaca dari pengalaman libur panjang Oktober 2020 dan sebelumnya, peningkatan kasus Covid-19 terhitung cukup signifikan, sehingga membebani rumah sakit.

"Kami ingin memastikan wisatawan yang datang dan pergi itu sudah bersih dari Covid-19 dengan menyertakan bukti hasil rapid test antigen," ujar dia.

Sejalan, Pemkot Bogor juga memastikan tidak ada perayaan malam tahun baru 2021 di wilayahnya. Kepala Bagian Hukum dan HAM Pemerintah Kota Bogor, Alma Wiranta dalam keterangan tertulisnya menyatakan, keputusan peniadaan perayaan malam tahun baru itu diatur dalam Surat Edaran Wali Kota Bogor Nomor 003.2/4743-Huk.HAM tentang Tertib Kegiatan Masyarakat pada Malam Pergantian Tahun Baru 2020-2021 di Masa Pandemi Covid-19 di Kota Bogor.

Bahkan, Bupati Bogor, Ade Yasin mengimbau agar warganya tidak merayakan malam tahun baru 2021 yang memicu kerumunan. "Baiknya menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan, karena bisa menimbulkan kerumunan yang berujung semakin tidak terkendalinya penyebaran Covid-19," ucap Ade Yasin.

Ade Yasin menyarankan agar warga Bogor mengisi malam pergantian tahun dengan cara berdiam diri di rumah dan berkumpul bersama keluarga, meski dalam kondisi libur panjang. Di samping itu, ia mewanti-wanti pelaku usaha pariwisata seperti hotel dan restoran agar tidak menggelar acara meriah dalam merayakan tahun baru 2021.

Jateng dan Jatim

Sementara, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah mengantisipasi meluasnya penyebaran Covid-19 saat libur akhir tahun dengan menyiapkan operasi yustisi dan tes antigen bagi pendatang. Ini ditempatkan di titik-titik peristirahatan seperti di rest area dan lainnya.

"Tadi disepakati, yang mau naik angkutan umum, transportasi udara, kereta dan bus, mesti ada rapid test antigen," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Selasa (15/12/2020) seperti dilansir dari Antara.

Bahkan, pihaknya juga menyiapkan tempat karantina terpusat, bahkan beberapa tempat sudah disiapkan seperti Asrama Haji Donohudan, Kabupaten Boyolali, dan kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Provinsi Jateng, Kota Semarang. Selain itu, Pemprov Jateng juga bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) terkait dengan rencana penambahan jumlah tenaga kesehatan di tempat isolasi terpusat Covid-19.

Selain itu, Pemprov Jateng telah menambah fasilitas isolasi dan ICU yang ada di rumah sakit, baik tempat tidur ruang isolasi maupun tempat tidur di ruang ICU.

"Sehingga kalau kemudian mereka sudah parah di rumah sakit itu, rumah sakitnya lebih mampu, tapi seandainya mereka tanpa gejala, kita pusatkan saja di situ sehingga penanganannya akan lebih gampang," jelas Ganjar.

Untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur sendiri, juga sama dengan Jateng yakni meningkatkan operasi yustisi protokol kesehatan.

"Peningkatan operasi yustisi sebagai bentuk kewaspadaan terhadap naiknya angka Covid-19 sekaligus memperkecil peluang potensi penyebarannya," ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Heru Tjahjono dilansir dari Antara.

Operasi yustisi protokol kesehatan, kata dia, akan dimulai dari perkampungan atau desa di tingkat RT hingga ke perkotaan.Selain itu, adanya Kampung Tangguh yang telah dibentuk di seluruh daerah di Jatim juga harus digalakkan serta didukung agar tetap berdiri dan berfungsi sesuai tujuan awal.

Sementara itu, mengantisipasi kenaikan kasus Covid-19 dan peningkatan kewaspadaan saat libur panjang, diharapkan pengetatan protokol kesehatan seperti operasi yustisi bisa menekan angka kenaikan kasus. "Apalagi saat libur panjang sebelumnya terjadi kenaikan penderita COVID-19. Ini menunjukkan kelonggaran pengawasan," kata Heru.

Sumatera Utara

Guna mencegah penularan dan penyebaran Covid-19 di Sumatera Utara (Sumut), perayaan pergantian Tahun Baru 2021 bakal ditiadakan pada tahun ini. Bahkan, Polda Sumut berencana tidak akan mengeluarkan izin keramaian.

Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumut, R Sabrina, pada Rapat Koordinasi Penggalangan Cipta Kondisi Keamanan Sumut tentang antisipasi terhadap situasi kondisi jelang pelaksanaan hari Natal 25 Desember 2020 dan Tahun Baru 1 Januari 2021 di wilayah Sumut masa Pandemi Covid-19, Senin, 14 Desember 2020.

"Sudah ada rencana, untuk keramaian malam tahun baru tidak kita perkenankan. Pihak kepolisian tidak akan mengeluarkan izin keramaiannya," kata Sabrina.

Dijelaskan Sabrina, rapat hanya merekomendasikan hasil persiapan penggalangan cipta kondisi keamanan Sumut dari masing-masing instansi. Seluruh hasil rapat akan diserahkan pada pimpinan Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) Sumut, di antaranya Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi.

"Untuk izin keramaian itu Polda yang akan memutuskan. Kepolisian tentu dengan arif dan bijaksana memutuskan mana baiknya," ucap Sabrina.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya