Liputan6.com, Jakarta Terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dituntut hukuman 2 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) atas kasus surat jalan palsu.
Djoko Tjandra dinilai sebagai pihak penginisiasi pembuatan surat jalan tersebut dengan bantuan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking dan Brigjen Prasetijo Utomo.
Advertisement
"Surat jalan palsu ini digunakan untuk keperluannya terdakwa kembali keluar dari Indonesia," jelas Jaksa Yeni di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat, 4 Desember 2020.
Dan pada hari ini, Selasa (15/12/2020), sidang kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sidang beragendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan atas tuntutan jaksa.
Salah satu isi dari pledoinya, kepada majelis hakim, Djoko Tjandra meminta dirinya untuk dibebaskan dari segala tuntutan. Dia pun berdalih bukanlah pelaku tindak pidana seperti dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum.
Berikut deretan pernyataan Djoko Tjandra yang diungkap saat membacakan nota pembelaan di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Minta Dibebaskan
Dalam pleidoinya, Djoko Tjandra mengkalim bukanlah pelaku tindak pidana seperti dalam dakwaan dan tuntutan JPU. Atas dasar itu, Djoko Tjandra meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur membebaskannya dari segala tuntutan.
"Saya bukanlah pelaku tindak pidana membuat surat palsu, atau memalsukan surat sebagaimana surat tuntutan penuntut umum. Dan saya bukanlah pelaku tindak pidana pemakai surat palsu atau surat yang dipalsukan sebagaimana dakwaan penuntut umum sehingga harus dibebaskan," ujar Djoko Tjandra, Jumat (11/12/2020).
Ia juga menyebut tak pernah bertemu dan mengenal Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjabat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Ia mengklaim hanya bertemu Anita Kolopaking dan Tommy Sumardi.
Advertisement
Merasa Jadi Korban Ketidakadilan
Pada pleidoinya, Djoko Tjandra juga menyebut dirinya hanya korban ketidakadilan.
"Sejujurnya, saya harus mengakui bahwa dengan perkara ini saya merasa seperti orang yang sudah jatuh dan ditimpa tangga pula. Ini menjadi titik nadir penderitaan saya sebagai warga negara Indonesia," ujar Djoko Tjandra dalam pleidoinya.
Dia pun menyatakan bahwa dirinya masih mempunyai tanggungan untuk kelangsungan hidup keluarganya.
Tidak Kenal Brigjen Prasetijo
Dalam pleidoinya juga Djoko Tjandra menyebut tak pernah bertemu dan mengenal Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjabat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Fakta-fakta dalam persidangan menunjukkan dan membuktikan sebelum saya pulang ke Indonesia, saya tidak pernah dan bertemu saksi Brigjen Prasetijo, selain bertemu Anita Kolopaking dan Tommy Sumardi," kata Djoko.
Advertisement
Tak Bisa Luangkan Waktu Bersama Cucu
Djoko Tjandra juga menyebut, proses hukum yang menderanya kini menjadi penghambat dirinya menghabiskan waktu bersama anak cucu di rumah. Bahkan, dia menyebut permasalah ini telah membebani ia dan keluarga secara psikologis.
"Ketidakadilan dalam permasalahan hukum ini sangat membebani saya dan keluarga secara psikologis," kata Djoko Tjandra.
(Muhammad Sulthan Amani)