Liputan6.com, Jakarta - Industri pengolahan tembakau menjadi salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19. Pada kuartal ketiga ini, pertumbuhannya negatif 5,19 persen (year on year).
Asisten Deputi Pengembangan Industri, Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman mengatakan, kontraksi sebesar 5,19 persen tersebut disebabkan oleh kenaikan cukai rokok. Bukan hanya itu, pandemi Covid-19 juga menurunkan daya beli masyarakat terhadap rokok.
Advertisement
"Pada triwulan pertama, pertumbuhannya masih baik, yaitu 3,49 persen. Naik dari tahun 2019. Karena pandemi, di triwulan kedua sempat minus 10,84 persen," kata Atong dalam diskusi Gaprindo, Rabu (16/12).
Selain itu, IHT yang memproduksi rokok sigaret kretek tangan, utilisasi kapasitasnya berkurang 40 sampai 50 persen. "Soalnya karena pandemi ini harus physical distancing," kata Atong.
Atong juga memaparkan penurunan utilisasi industri pengolahan tembakau tahun ini. Sebelum pandemi, angka utilisasi mencapai 66 persen, kemudian menurun menjadi 57,5 persen pada November 2020. Bahkan pada bulan Juni lalu menurun hingga 55 persen.
"Pandemi berpengaruh pada IHT, sangat berdampak ke pekerja buruh rokok, petani tembakau, dan pedagang ritel tradisional," ujarnya.
Meskipun begitu, Atong menegaskan bahwa Kemenko Perekonomian tetap mendukung upaya pemerintah untuk menurunkan prevalensi usia perokok anak.
"Kita tetap mengikuti keputusan bersama pemerintah untuk menurunkan prevalensi usia perokok anak. Bersama kementerian yang lain, kita menyediakan akses informasi dan edukasi tentang bahaya merokok," ujarnya.
Bukan hanya itu, Kemenko Perekonomian mengaku telah menerapkan Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Meskipun industri tembakau terkontraksi, namun kami dengan tegas melarang penjualan rokok ke anak. Kami terus melakukan pembinaan dan pengawasan. Mulai dari pengaturan iklan, promosi, dan sponsor hasil tembakau," kata dia.
Lebih lanjut lagi, pihaknya juga telah melarang penjualan rokok dalam kemasan lebih dari 20 batang, lalu mengkaji kenaikan umur minimum pembelian maupun konsumsi rokok hingga 21 tahun.
"Kita juga mengkaji kemasan rokok. Harus ada peringatan kesehatan dan informasi soal kandungan nikotin maupun tar," lanjut dia.
Reporter: Rifa Yusya Adilah
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penjualan Rokok di Ritel Modern
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey juga memaparkan penurunan kontribusi rokok di gerai yang menurun akibat pandemi Covid-19.
Sebelum pandemi Covid-19, kontribusi rokok di gerai ritel modern terhadap retail sales sebesar 0,41-0,5 persen dan menurun menjadi 0,24-0,3 persen saat pandemi.
"Situasi saat ini, tepat di saat pandemi, peritel modern juga telah menerapkan pembatasan para pembeli rokok. mereka menyediakan rak tertentu, biasanya di kasir," kata Roy.
Meskipun pengusaha ritel juga terdampak, namun Roy menegaskan bahwa pihaknya tetap akan mendukung pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Aprindo telah mengedukasi dan mengimbau para pengusaha ritel agar betul-betul menerapkan batas usia pembeli rokok.
"Peritel modern sekarang melihat fisik dari pembeli rokok langsung. Jadi dilihat juga, kalau sekiranya masih di bawah umur, tidak akan diperbolehkan untuk beli," ujar Roy.
Senada dengan Aprindo, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) juga mendukung kampanye menurunkan jumlah perokok anak sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional 2020-2024. Gaprindo bahkan mengaku telah mengkampanyekan larangan perokok di bawah umur sejak 1999.
"Saya mewakili Gaprindo mengumumkan dimulainya kampanye kami yang bertajuk, cegah perokok anak, aksi kolaborasi lindungi anak di bawah umur dari rokok," kata Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti dalam diskusi yang sama.
Untuk itu, Moefti meminta seluruh pihak untuk mendukung kampanye ini dengan mengakses website www.cegahperokokanak.id. Dalam website tersebut, akan ada banyak informasi untuk mengedukasi anak, orangtua, guru, dan seluruh instrumen masyarakat mengenai bahaya rokok.
Advertisement