Pleidoi, Tommy Sumardi Benarkan Ada Pemberian Suap kepada Napoleon dan Prasetijo

Sambil menangis, Tommy menceritakan sedikit soal kehilangan momen kebersamaan dengan keluarganya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 17 Des 2020, 13:26 WIB
Pengusaha Tommy Sumardi, terdakwa perantara suap penghapusan nama Djoko Tjandra dari red notice saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/11/2020). Sidang mendengar keterangan saksi, salah satunya Irjen (Pol) Napoleon Bonaparte. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Tommy Sumardi mengajukan pleidoi atau nota pembelaan atas perkara penghapusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra. Tommy didakwa menjadi perantara suap dari Djoko kepada Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo.

Dalam pleidoinya, Tommy menyatakan semua keterangan yang dia sampaikan baik dalam proses penyidikan maupun persidangan adalah benar. Termasuk soal penerimaan uang yang masuk ke kantong Napoleon dan Prasetijo.

"Yang pasti, peristiwa penyerahan uang itu benar adanya. Sebagian pihak, khususnya pihak terdakwa Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo menuduh saya merekayasa kasus, sungguh tidak masuk akal dan mengada-ada. Untuk apa saya merekayasa kasus, sementara saya sendiri menderita dalam penjara, tidak dapat bertemu istri dan anak-anak saya," ujar dia di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (17/12/2020).

Tommy mengatakan, sejak awal dirinya diperiksa sebagai saksi, dia diminta penyidik untuk jujur. Faktor umur yang dijadikan patokan oleh penyidik agar Tommy tak mengada-ada. Namun Tommy meminta maaf jika dirinya lupa terkait waktu pemberian uang kepada Napoleon dan Prasetijo.

"Kalau ada sesuatu yang keliru mengenai tanggal dan waktu pertemuan dengan Napoleon Bonaparte, Prasetijo Utomo, dan peristiwa penyerahan uang, saya mohon maaf karena usia dan tekanan fisik dan psikis selama dalam tahanan membuat saya agak linglung di persidangan ini," kata dia.

Sambil menangis, Tommy menceritakan sedikit soal kehilangan momen kebersamaan dengan keluarganya. Namun dia memastikan bahwa dirinya masih bisa berfikir jernih dan tak merekayasa semua keterangannya.

"Majelis hakim yang mulia, di sini saya tegaskan saya masih waras, hanya orang gila yang merekayasa kasus untuk memenjarakan dirinya sendiri. Saya punya keluarga, punya anak, dan pekerjaan. Untuk apa saya meninggalkan semua ini hanya demi merekayasa kasus? sungguh tidak masuk akal," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Minta Diputuskan dengan Adil

Dia kemudian meminta kerendahan hati Majelis Hakim Pegadilan Tipikor agar memutuskan perkara yang membelitnya dengan adil.

"Majelis hakim yang saya muliakan, saya sudah berusia 63 tahun, saya ingin mengisi sisa hidup saya dengan tenang bersama keluarga saya, dengan tulus mohon maaf sebesar-besarnya atas kekeliruan dan kesalahan saya, saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Tommy Sumardi pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Tommy diduga bersalah sebagai perantara antara terpidana hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra dengan dua jenderal Polri, Brigjen Prasetijo Utamo dan Irjen Napoleon.

"Menghukum Terdakwa Tommy Sumardi dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dng perintah agar Terdakwa tetap ditahan di rutan," ujar jaksa dalam amar tuntutannya di PN Tipidkor Jakarta, Selasa (15/12/2020).

Selain tuntutan hukuman penjara, jaksa juga menuntut Tommy Sumardi dengan membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan.Dalam tuntutan ini, Jaksa menilai terdakwa memiliki hal meberatkan dan meringankan. Hal memberatkan adalah karena perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan, nepotisme (KKN)."Hal meringankan, Terdakwa Tommy mengakui perbuatannya dan bukan pelaku utama," jelas amar tersebut.

Karena pertimbangan yang meringankan tersebut, Jaksa meminta majelis hakim mengabulkan permohonan Justice Collaborator untuk terdakwa."Terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collaborator telah memberikan keterangan atau bukti-bukti yang signifikan dalam mengungkap tindak pidana dan pelaku lainnya," Jaksa menandasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya