Liputan6.com, Jakarta Pemerintah DKI Jakarta mulai memperketat peraturan terkait COVID-19. Salah satu aturan tersebut adalah wajib membawa surat rapid test antigen bagi individu yang hendak keluar-masuk Jakarta.
Mengutip laman www.corona.jakarta.go.id, mulai 18 Desember 2020 penindakan tegas akan dilakukan pada masyarakat yang keluar-masuk Jakarta tanpa membawa hasil rapid test antigen.
Advertisement
“Perhatian mulai 18 Desember 2020 keluar-masuk Jakarta tanpa rapid test antigen akan ditindak tegas,” mengutip www.corona.jakarta.go.id Jumat (18/12/2020).
Rapid test antigen sendiri berbeda dengan rapid test antibodi atau rapid test biasa yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah di ujung jari.
Hal ini disampaikan Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Klinik Universitas Indonesia (UI) Prof. dr., Amin Soebandrio. Ph.D, Sp.MK.
Menurutnya, rapid test antibodi adalah tes cepat dengan pengambilan sampel darah di ujung jari untuk memeriksa antibodi seseorang. Antibodi yang dipicu COVID-19 terbentuk dalam 5 hingga 7 hari setelah terinfeksi.
Amin mengatakan, rapid test bertujuan melihat antibodi atau respons tubuh terhadap infeksi COVID-19. Sedang, rapid test antigen memeriksa protein virusnya.
“Jadi kalau rapid test antigen yang diperiksa ya antigennya, protein di virusnya,” ujar Amin kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (17/12/2020).
Simak Video Berikut Ini:
Lebih Spesifik dari Rapid Test Ujung Jari
Rapid test antigen adalah tes COVID-19 yang memeriksa antigen atau protein di virus dan pengujian sampelnya mirip dengan pengujian untuk tes antibodi.
Disebut juga sebagai swab test antigen karena metode pengambilan sampelnya menggunakan swab/usap di hidung atau tenggorokan. Namun, alat penguji sampelnya bukan menggunakan mesin PCR.
Rapid test antigen disebut lebih spesifik dari rapid test biasa karena yang diperiksanya pun lebih spesifik. Jika seseorang dinyatakan positif setelah rapid test antigen maka artinya ia benar-benar positif karena virusnya ada.
“Kalau rapid test yang antibodi tidak selalu ada virusnya. Di orang yang sembuh pun bisa reaktif, sudah tidak ada virusnya tapi rapid test-nya masih bisa positif.”
“Kalau antigen, bisa dikatakan spesifitasnya 100 persen, artinya kalau dia reaktif, antigennya terinfeksi, dapat dipastikan PCR-nya juga positif, tapi sensitifitasnya lebih rendah dari PCR,” tutupnya.
Advertisement