Liputan6.com, Surabaya - Ketua PDI Perjuangan (PDIP) Adi Sutarwijono menanggapi dingin rencana gugatan paslon nomor dua, Machfud Arifin-Mujiaman ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adi menilai, pengajuan gugatan adalah hak setiap paslon, namun harus terukur dan tepat sasaran.
"Adalah hak dari masing-masing pihak untuk menempuh jalur hukum terkait hasil rekapitulasi Pilkada Surabaya. Tapi dari seluruh proses Pilkada hingga Hari-H coblosan, rakyat tahu siapa yang bagi-bagi sembako, bagi sarung dan bagi-bagi uang," ujar dia, seperti ditulis Jumat, (18/12/2020).
Tak hanya menuding, PDIP telah mengumpulkan bukti kecurangan yang dilakukan oleh tim Machfud Arifin-Mujiaman dan sudah dilaporkan ke Bawaslu.
Baca Juga
Advertisement
"Kami menemukan bukti-bukti kecurangan itu, yang terstruktur, masif, dan sistematis, yang dilakukan di banyak tempat di Surabaya. Dan, temuan-temuan itu sudah kami laporkan ke Bawaslu. Termasuk keterlibatan kepala daerah di Jawa Timur dalam kampanye Pilkada di Surabaya, yang kami peroleh dari media sosial," ujar dia.
Adi berharap, MK memutuskan secara bijak gugatan yang akan diajukan mengingat perolehan suara yang terpaut jauh antara pasangan Eri-Armudji dan Machfud Arifin-Mujiaman pada pilkada Surabaya yang telah melalui pleno KPU.
"Kami akan memohon keadilan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Kami yakin Majelis Hakim MK akan memutus sesuai keadilan," ujar dia.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Terdapat Selisih Suara yang Besar
Adi mengatakan, hasil Pilkada Surabaya terdapat selisih suara yang amat jauh, sebanyak 145 ribu lebih, paslon Eri Cahyadi-Armudji mengungguli Machfud Arifin-Mujiman.
"Selisih yang sedemikian besar adalah akibat rakyat Surabaya yang berdaulat menghendaki Eri Cahyadi-Armudji. Sekaligus rakyat menghendaki seluruh karya kebaikan Bu Risma dijaga dan dikembangkan," ujar dia.
Hasil dari pilkada 2020, menurut Adi, adalah keputusan yang sudah dikehendaki rakyat Surabaya untuk memilih pemimpinnya dan itu mutlak.
"Itulah fakta demokrasi setelah 9 Desember 2020. Kalau saran kami sih, sebaiknya legawa saja, kita terima “sabda” rakyat seluruh Surabaya 9 Desember 2020 lalu. Karena rakyat adalah tuan dalam proses demokrasi ini. Dan, suara rakyat adalah suara Tuhan, Vox Populi Vox Dei," pungkasnya.
Advertisement