HEADLINE: Keluar Masuk Jakarta Wajib Rapid Test Antigen Covid-19, Pengawasannya?

Pemerintah DKI Jakarta mulai memperketat peraturan terkait Covid-19. Salah satu aturan tersebut adalah wajib membawa surat rapid test antigen bagi individu yang hendak keluar-masuk Jakarta.

oleh Delvira HutabaratAdy AnugrahadiMuhammad Radityo PriyasmoroIka Defianti diperbarui 21 Des 2020, 14:47 WIB
Seorang warga negara asing (WNA) terlihat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (17/12/2020). Pemerintah mewajibkan penumpang yang ingin keluar masuk Jakarta untuk melakukan rapid test antigen mulai 18 Desember 2020 - 8 Januari 2021. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah DKI Jakarta mulai memperketat peraturan guna menekan penyebaran Covid-19. Salah satu aturan tersebut adalah wajib membawa surat rapid test antigen bagi individu yang hendak keluar-masuk Jakarta. Aturan ini berlaku mulai 18 Desember 2020 sampai 8 Januari 2021.

Rapid test antigen sendiri berbeda dengan rapid test antibodi atau rapid test biasa yang dilakukan dengan pengambilan sampel darah di ujung jari.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, langkah tersebut merupakan kebijakan dari pemerintah pusat sebagai kewajiban untuk para penumpang yang akan bepergian.

Syafrin mengatakan, persyaratan tersebut diperuntukkan bagi semua angkutan yakni udara, laut dan darat. Sedangkan prioritas pengecekan akan dilakukan untuk jalur keluar masuk Jakarta.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menegaskan, semua penumpang pesawat yang keluar Jakarta menuju wilayah Jawa dan Bali wajib menjalani tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) atau rapid test antigen. 

"Kalau penerbangan khusus penerbangan menuju Bali dan Jawa, penumpang wajib PCR, maksimal H-3 sebelum keberangkatan," kata pria yang karib disapa Aria ini di Jakarta, Jumat (18/12/2020).

Hal yang sama juga berlaku untuk penumpang kereta api jarak jauh. Sementara untuk perjalanan darat yang menuju atau keluar DKI Jakarta, kata Aria, Pemprov DKI akan melakukan pengecekan secara acak.

"Akan dicek surat-suratnya, Pemprov DKI tidak menyediakan rapid antigen," ujar dia.

Untuk itu, Aria mengimbau pelaku perjalanan dari Jawa melakukan rapid test antigen sebelum berangkat ke Jakarta. Sementara anak-anak di bawah 12 tahun tidak diwajibkan test PCR atau antigen sebagai syarat perjalanan.

"Pelaku perjalanan membayar sendiri kebutuhan test, bukan tanggungjawab pemerintah," kata Aria.

Sementara pos pemeriksaan, kata Aria, akan ditempatkan di berbagai perbatasan. "Nanti diatur sama Kemenhub dan Dinas Perhubungan," ujar dia.

Jika ada pelaku perjalanan yang ketahuan positif Covid-19, kata Aria, maka akan dibawa ke rumah sakit terdekat.  

Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengapresiasi langkah Pemprov DKI Jakarta yang mewajibkan rapid test antigen bagi masyarakat yang akan keluar masuk Ibu Kota. Tak hanya di DKI, kata Ede, kebijakan serupa juga seharusnya dilakukan oleh semua kepala daerah. Sementara masyarakat wajib mengikuti aturan.

"Masing-masing kepala daerah harus ada kebijakan, apapun, salah satunya tadi itu rapid antigen dalam rangka melindungi warganya dan harus jelas itu, jika kepala daerah memutuskan melakukan penerapan kebijakan terkait sudah seharusnya diterima," kata Ede kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (18/12/2020).

Kebijakan ini, menurut Ede, salah satu cara untuk mengatasi darurat kesehatan masyarakat. Maka, lanjut dia, Pemprov DKI juga harus segera mengatur soal biaya rapid test antigen. 

"Saya lihat harganya Rp 300-600 ribu, maka orang berat, tapi ini yang mau pergi siapa? Apakah mereka yang mau melintas benar-benar kepentingan urgen bahkan berhubungan dengan keselamatan bangsa," kata dia.

Namun jika hanya untuk berlibur atau mengunjungi kerabat Ede meminta agar masyarakat menundanya terlebih dahulu. 

"Tujuannya itu supaya tidak ada kasus baru sehingga darurat kesehatan masyarakat bisa terkendali lalu setelah darurat itu bisa terkendali, barulah ketahanan. Bukan dengan cara swab ramai-ramai, tapi dengan diam di rumah masing-masing," kata dia.

Dia berharap dengan berdiam di rumah tak ada klaster Natal dan Tahun Baru, sehingga pandemi Covid-19 ini segera berakhir. 

"Ayo kita tidak berpergian jika tidak penting, liburan tahun baru ini di rumah dulu lah kan tahun-tahun sebelumnya sudah berkali-kali liburan, dengan tahun ini di rumah saja maka kita dapat berkontribusi mengurangi penularan di tahun baru," tandas Ede.

Infografis Keluar-Masuk Ibu Kota Wajib Rapid Test Antigen. (Liputan6.com/Trieyasni)

Cegah Klaster Natal dan Tahun Baru

Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani mengatakan, sebenarnya kebijakan Pemprov DKI yang mewajibkan rapid test antigen ini dilakukan untuk mengurangi mobilitas masyarakat. Dia khawatir libur Natal dan Tahun Baru ini akan menjadi klaster baru Covid-19.

"Ini menjadi salah satu border jangan sampai nanti ditemukan kasus imported sebetulnya misalkan lokal transmisionnya sudah ada di suatu daerah tapi karena ada kedatangan dari banyak daerah dari luar daerah artinya bisa menambah kasus," kata Laura kepada Liputan6.com.

Laura pun mengapresiasi upaya Pemprov DKI yang mewajibkan rapid test antigen bagi masyarakat yang akan keluar masuk DKI Jakarta. 

"Jadi untuk menghindari pengendalian munculnya klaster baru apalagi mau libur panjang jadi mobilisasi masyarakat kita juga akan menjadi tinggi misalkan ada kegiatan berwisata dari satu tempat ke tempat lain jadi saya kira kebijakan untuk menyertakan hasil pemeriksaan sangat bagus jadi menjadi screening harus dilakukan," kata dia.

Rapid test antigen, kata Laura adalah pilihan terbaik untuk mengkonfirmasi Covid-19. Di banding rapid test antibodi, tes antigen ini dapat langsung mengetahui apakah orang tersebut positif Covid-19 meskipun tidak sebaik swab PCR.  

"Kalau rapid test antigen level di bawah PCR jadi masih ada kemungkinan post negatif. Yang paling bawah sendiri itu adalah rapid test antibodi. Antibodi yang sering dipakai di masyarakat kita karena murah juga ketersediaan jauh lebih banyak dari pada yang antigen," kata dia.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Penerapan di Bandara, Stasiun dan Terminal

Calon penumpang memeriksa suhu tubuh sebelum check in di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (17/12/2020). Pemerintah mewajibkan penumpang yang ingin keluar masuk Jakarta untuk melakukan rapid test antigen mulai 18 Desember 2020 - 8 Januari 2021. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Mendukung kebijakan Pemprov DKI yang mewajibkan orang melakukan rapid test antigen untuk keluar masuk Jakarta, PT Angkasa Pura II menyediakan layanan PCR test dan rapid test antigen di seluruh bandara. Layanan tes cepat Covid-19 ini juga untuk mendukung penerbangan yang sehat.

"Tujuan utama Airport Health Center di bandara PT Angkasa Pura II adalah mendukung penumpang pesawat memenuhi protokol kesehatan untuk memastikan penerbangan yang sehat, dengan menyediakan tes Covid-19 yang lengkap. Bandara-bandara PT Angkasa Pura II kini fokus pada 3 hal yakni aspek operasional dan keamanan, lalu pelayanan, dan kesehatan," jelas President Director PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin di Jakarta, Rabu (16/12/2020).

Di Bandara Soekarno-Hatta, layanan tes Covid-19 yakni PCR test, rapid test antigen dan rapid test antibodi tersedia di Airport Health Center yang berlokasi di SMMILE Center Terminal 3 dengan jam operasional 24 jam.

Dia menjelaskan, hasil PCR test di Airport Health Center SMMILE Center Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dapat diketahui dalam waktu 15 menit dengan biaya Rp 1,385 juta, dan dalam 24 jam dengan biaya Rp 885.000. Sementara itu, hasil rapid test antigen dapat diketahui dalam 15 menit dengan biaya Rp 385.000.

Terdapat juga sistem guna merekam data hasil tes dan juga tanggal keberangkatan penerbangan.

Adapun khusus hasil tes yang dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta juga dapat diintegrasikan denga aplikasi eHAC (electronic Health Alert Card).

Awaludin mengklaim, dengan semakin lengkapnya layanan Airport Health Center di Bandara Soetta, maka kelancaran angkutan Natal dan Tahun Baru 2020/2021 menjadi lebih baik.

Sementara, untuk perjalanan kereta api jarak jauh, hingga saat ini PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 1 Jakarta belum memberlakukan test swab antigen untuk para calon penumpang. Namun, PT KAI meminta masyarakat yang akan menggunakan kereta api jarak jauh untuk menunjukkan surat bebas Covid-19 yang masih berlaku.

"Masyarakat yang akan menggunakan KA Jarak Jauh diharuskan untuk menunjukkan surat bebas Covid-19 (Tes PCR/Rapid Test Antibodi) yang masih berlaku (14 hari sejak diterbitkan) atau surat keterangan bebas gejala seperti influenza (influenza-like illness) yang dikeluarkan oleh dokter Rumah Sakit/Puskesmas bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas Tes PCR dan/atau Rapid Test Antibodi," ujar Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (17/12/2020).

Eva mengatakan KAI masih mengacu pada Surat Edaran Nomor 14 Kemenhub tanggal 8 Juni 2020 dan Surat Edaran 9 Gugus Tugas Covid-19 tanggal 26 Juni 2020.

Sedangkan terkait kebijakan swab antigen, KAI sampai dengan saat ini masih menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah.

"KAI sebagai operator moda transportasi kereta api selalu patuh terhadap aturan regulator dalam hal ini pemerintah. Kami turut mendukung segala upaya pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Jika sewaktu-waktu terdapat perubahan kebijakan mengikuti ketetapan dari pemerintah, maka PT KAI akan segera melakukan sosialisasi," kata Eva.

Sementara, Sekretaris Jenderal Organda Ateng Aryono menilai kebijakan pemerintan terkait wajib menunjukkan hasil rapid test antigen bagi masyarakat yang keluar masuk Jakarta justru memberatkan.

"Satu kali tes antigen itu Rp 500 ribu lebih, berati beban penumpang lebih berat. Terus kenapa hanya angkutan umum yang dibatasi? Kenapa nggak angkutan pribadi? Apakah angkutan pribadi ada jaminan itu bukan penumpang umum?," kata Ateng kepada Liputan6.com di Jakarta.

Selama ini, kata dia, penumpang angkutan darat menang tidak ada kewajiban menunjukkan rapid test, namun, dia menjamin protokol kesehatan yang ketat dalam transportasi umum.

"Kalau sekarang tiba-tiba, dari enggak ada tes terus jadi wajib, itu kebijakan kagetan itu efeknya bagi masyarakat kecil," ujar dia.

Menurut dia, penumpang angkutan darat umumnya adalah masyarakat yang memiliki perekonomian rendah dibanding penumpang pesawat. Sehingga kewajiban melakukan rapid test antigen tentu membebani penumpang.

Menurut dia, lebih baik jika pemerintah terus mensosialisasikan agar msyarakat menjaga protokol kesehatan.

"Kebijakan kaget-kagetan itu efeknya bagi masyarakt kecil, okupansi angkutan jalan itu hanya 30-40 persen. Apa mereka yang bersenang senang? Kan tidak. Tapi mereka yang bergerak karena tuntutan pekerjaan atau keperluan mendesak," ujar dia.

Jika kebijakan itu harus dilakukan, kata Ateng, dia berharap Pemprov DKI menyediakan rapid test antigen gratis di terminal-terminal.

"Kalau kami yang menyelenggarakan tes antigen? Kan kami juga sedang berjuang, kami survival dengan okupansi hanya 30 persen, jangan ditambah dibebani dengan yang aneh-aneh," tandas Ateng.


Beda Rapid Test Antigen dan Antibodi

Ilustrasi Swab Test Covid-19 (ShutterStock/By aslysun)

Masyarakat wajib melakukan tes guna mengetahui status positif atau negatif Covid-19 jika ingin keluar masuk DKI Jakarta. Ada beberapa tes yang dapat dilakukan seperti rapid test, swab test PCR, dan swab antigen atau rapid test antigen.

DKI Jakarta sendiri mewajibkan masyarakat rapid test antigen agar bisa keluar masuk. 

Lalu apakah bedanya rapid test antigen dengan rapid test antibody yang sudah biasa dilakukan sebelumnya?

Untuk memerjelas kedua istilah tersebut, Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Klinik Universitas Indonesia (UI)  Amin Soebandrio menyatakan bahwa kedua istilah tersebut merujuk pada tes Covid-19 yang sama.

“Sama, jadi rapid test antigen pengambilan sampelnya dengan swab (usap) juga tapi pemeriksaan sampel bukan dengan mesin PCR tapi mirip dengan pemeriksaan antibodi (rapid test ujung jari),” ujar Amin kepada Liputan6.com, Kamis (17/12/2020).

Dengan kata lain, rapid test antigen adalah tes Covid-19 yang memeriksa antigen atau protein di virus dan pengujian sampelnya mirip dengan pengujian untuk tes antibodi.

Disebut juga sebagai swab antigen karena metode pengambilan sampelnya menggunakan metode usap di hidung atau tenggorokan. Namun, alat penguji sampelnya bukan menggunakan mesin PCR.

Jika rapid test antigen dan swab test antigen sama, maka beda halnya dengan rapid test antibodi.

Rapid test antibodi adalah tes cepat dengan pengambilan sampel darah untuk memeriksa antibodi seseorang. Antibodi yang dipicu Covid-19 terbentuk dalam 5 hingga 7 hari setelah terinfeksi.

Amin mengatakan, rapid test bertujuan melihat antibodi atau respons tubuh terhadap infeksi Covid-19. Sedang, rapid test antigen memeriksa protein virus.

“Jadi kalau rapid test antigen yang diperiksa ya antigennya, protein di virusnya,” ujar Amin.

Rapid test antigen disebut lebih spesifik dari rapid test biasa karena yang diperiksanya pun lebih spesifik. Jika seseorang dinyatakan positif setelah rapid test antigen maka artinya ia benar-benar positif karena virusnya ada.

“Kalau rapid test yang antibodi tidak selalu ada virusnya. Di orang yang sembuh pun bisa reaktif, sudah tidak ada virusnya tapi rapid test-nya masih bisa reaktif.”

“Kalau antigen, bisa dikatakan spesifitasnya 100 persen, artinya kalau dia reaktif, antigennya terinfeksi, dapat dipastikan PCR-nya juga positif, tapi sensitifitasnya lebih rendah dari PCR,” tutupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya