Liputan6.com, Palu - Sepanjang tahun 2020, kisah buaya berkalung ban di di Sungai Palu menjadi salah satu peristiwa yang menyita perhatian publik hingga mancanegara, mulai dari sayembara penangkapan, penyelamatan, hingga unjuk kemampuan ahli satwa menjadi fragmen satwa malang itu.
Muasal kemacetan Lalu lintas di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Palu Kamis sore (17/12/2020) itu lantaran pengendara melambat tepat saat melintas di jembatan II jalan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Sebagian malah memarkir kendaraannya di jalan dan mengarahkan ponsel mereka ke sungai di bawah jembatan itu.
“Buaya berkalung ban muncul lagi,” Salah satu pengendara, Fandi (29 th) memberitahu warga lainnya.
Pemandangan di jalan utama di Kecamatan Palu Selatan itu sendiri sudah lumrah saban kemunculan buaya berkalung ban pada siang hingga sore hari.
Satwa dengan ban yang menjerat lehernya itu sudah menjadi ikon Kota Palu setelah “dunia” memberi perhatian pada satwa itu sepanjang tahun 2020.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Sayembara yang Memantik Simpati Dunia
Meski keberadaan buaya berkalung ban (B3) di Sungai Palu itu diketahui sejak tahun 2016, sayembara menangkap dan melepas ban di leher buaya itu yang diinisiasi Kepala BKSDA Sulteng, Hasmuni pada akhir Januari 2020 menjadi awal perhatian publik.
“Kami pastikan jumlah uangnya setara dengan risikonya, ada penghargaan juga dari kami,” Kata Hasmuni waktu itu, Rabu (29/1/2020).
BKSDA bukannya tanpa upaya sebelum menggelar sayembara itu. Hasmuni bercerita upaya yang dilakukan BKSDA selalu gagal, terutama karena pertimbangan keamanan, baik bagi hewan tersebut maupun petugas penyelamat.
Namun sayembara itu pada 2 Februari dibatalkan dengan pertimbangan keselamatan dan keamanan. Penyelamatan satwa malang itupun akhirnya melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup pusat dengan mengirim petugas penanganan satwa.
Meski begitu perhatian pecinta satwa dan dunia kadung besar untuk membantu penyelamatan.
Advertisement
Unjuk Kemampuan Ahli Satwa Dunia VS Insting Buaya Berkalung Ban
Usai sayembara dihentikan, penyelamatan B3 menjadi ajang unjuk kemampuan dua ahli satwa liar tersohor; Matt Wright dan Forest Galante. Masing-masing merupakan pengisi tayangan National Geofraphic dan Animal Planet.
Matt Wright lebih dulu berkolaborasi dengan BKSDA Sulteng sejak 9 hingga 17 Februari untuk menangkap dan menyelamatkan satwa tersebut.
Strategi pria Australia itu dengan menyisir sepanjang Sungai Palu, memasang perangkap, dan berburu dengan harpun tak juga berhasil hingga izin tinggalnya habis. Matt mengakui sedang berhadapan dengan buaya dengan perilaku berbeda dari biasanya.
“Dia (buaya berkalung ban) menjadi lebih sensitif, ini tidak baik, bukan perilaku biasanya. Jadi saya pikir lebih baik memberikan waktu untuk dia pulih," Matt mengatakan sebelum meninggalkan kota Palu, Senin (17/2/2020).
Kegagalan juga dialami ahli satwa liar asal Amerika, Forest Galante salama tujuh hari usahanya sejak 9 Maret. Strategi menggunakan panah khusus, kamuflase, hingga pelibatan warga lokal gagal menangkap buaya dengan perkiraan panjang lebih dari empat meter itu. Galante pun mengakui hal yang sama Matt Wright.
Operasi Penyelamatan Berhenti Karena Pandemi Covid-19
Operasi penyelamatan buaya malang itu terpaksa dihentikan oleh BKSDA Sulteng sejak 16 Maret menyusul pembatasan sosial karena pandemi covid-19 yang mulai menyebar di Indonesia.
Pihak BKSDA Sulteng sendiri menyatakan penghentian penyelamatan buaya berkalung ban itu hanya sementara sambil tetap memantau kondisi si satwa dilindungi itu.
“Penghentian ini bersifat situasional karena pencegahan Covid-19. Kita tahu di Sulawesi Tengah, Pemda telah mengeluarkan imbauan untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, bahkan sekolah diliburkan," Hasmuni menerangkan, Senin (16/3/2020).
Sementara itu Hingga akhir tahun 2020 ban motor yang diduga digunakan menjerat satwa itu makin ketat melingkar di leher buaya yang makin bongsor itu.
Dia juga masih menjadi target swafoto yang mejeng di gawai warga dan menjadi ikon perlindungan satwa yang gagal.
Advertisement