Epidemiolog: Ingat, Bakal Ada Pandemi Lebih Hebat dari Covid-19

Epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman mengingatkan pandemi susulan yang bakal lebih hebat dampaknya dari Covid-19. Pandemi itu bisa terjadi dalam waktu dekat.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Des 2020, 23:15 WIB
Ilustrasi corona covid-19 (Foto: Pixabay/fernando zhiminaicela)

Liputan6.com, Jakarta Epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman mengingatkan pandemi susulan yang bakal lebih hebat dampaknya dari Covid-19. Pandemi itu bisa terjadi dalam waktu dekat. Hal itu pernah disampaikan Dicky kepada pemerintah China pada Oktober 2019.

"Itu bukan penemuan saya, literatur sudah menunjukkan itu. Saya hanya mengingatkan. Sebagaimana saya ingatkan saat ini bahwa akan ada penyakit pandemi lain yang jauh lebih hebat daripada Covid-19," ucap Dicky dalam satu diskusi virtual, Sabtu (19/12/2020).

Dicky menyarankan, agar prediksi ini sebaiknya dapat diantisipasi pemerintah melakukan segala persiapan. Sebab menurutnya mengendalikan pandemi Covid-19 tidak semudah seperti mengendalikan pandemi Mers.

Penyebab Covid-19 sulit dikendalikan, menurut Dicky, karena efek atau gejala yang muncul tidak terlihat, sehingga sulit mendeteksi untuk dilakukan penanganan sedini mungkin.

"Oleh karena itu, mencegah adanya jauh lebih baik," pesannya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Vaksin Bukan Senjata Ampuh

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai ada kesalahan mindset jika menganggap kehadiran vaksin akan menyelesaikan masalah pandemi Covid-19. Sehingga, vaksin sebagai senjata pamungkas pemulihan ekonomi adalah hal keliru. Menurut Pandu, kuncinya adalah penanganan Covid-19 yang baik.

"Jadi, kalau dikaitkan dengan vaksin dan pemulihan ekonomi itu harapannya vaksin itu senjata pamungkas ya. Padahal yang betul adalah kaitan penangan pandemi yang berhasil itu kunci untuk pemulihan ekonomi, jadi kuncinya di sana," kata Pandu dalam diskusi, Sabtu (19/12/2020).

Dia mencontohkan Wuhan, Cina yang berhasil memulihkan jalannya perekonomian tanpa memerlukan vaksin. Sementara, berkaca di Indonesia justru vaksin sebagai harapan semata untuk mengendalikan pandemi.

"Banyak negara yang belum ada vaksin juga sudah pulih ekonominya. Kenapa bisa demikian, karena pandeminya bisa terkendali. Jadi problemnnya adalah kita harus mengendalikan pandemi dengan semua cara dan vaksin hanya salah satu cara," ucapnya.

"Jadi, kita semua termakan oleh pendapat atau anggapan atau karena kegagalan kita menangani pandemi, sehingga kita semua bersandar mulai dari ekonomi kita nasib kita semuanya bersandar terhadap adanya vaksin," tegasnya.

Sementara, vaksin butuh waktu untuk mengendalikan pandemi. Proses vaksinasi di Indonesia juga tidak mudah karena luas geografis.

"Ini yang menurut saya, kita juga harus memahami bahwa seakan-akan vaksinasi itu proses yang mudah dan simple. Di dalam dunia di bidang wabah atau pandemi, vaksin itu hanya bagian kecil pencegahan sekunder," kata Pandu.

Sementara, Pandu melihat pola penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia tak terencana dengan baik. Misalnya rencana untuk testing hingga pelacakan kasus, serta komunikasi publik untuk perubahan perilaku.

Penanganan Covid-19 dinilai serba tiba-tiba. Misal, kebijakan mewajibkan swab test sebelum bepergian menjelang libur akhir tahun.

"Itu kan ada pola manajemen dan ini yang tidak dilakukan. Sifatnya adalah spontanitas. Tiba-tiba semua pelancong yang mau bepergian harus tes antigen, ini kan tiba-tiba saja," kata Pandu.

Reporter: Yunita Amalia, Ahda

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya