Liputan6.com, Blora - Sudah dua bulan kasus rudapaksa yang menimpa seorang siswa SLB di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, belum juga terungkap. Terhitung sejak dilaporkan pada Rabu 21 November 2020, hingga kini kasus tersebut masih belum ada titik terang, pelakunya masih bergentayangan.
Kasatreskrim Polres Blora, AKP Setiyanto saat dikonfirmasi Liputan6.com, Senin (21/12/2020) mengatakan, pihaknya masih terus melakukan penyelidikan.
"Ini sudah ada 7 saksi yang kita mintai keterangan," katanya.
Baca Juga
Advertisement
Polisi mengatakan, korban yang memiliki keterbatasan berpikir dan bisu, menjadi kendala utama sulitnya mengungkap kasus rudapaksa tersebut,
Sebelumnya, keterangan yang didapatkan Korps Bhayangkara itu menyebut, pelaku rudapaksa siswa disabilitas tersebut mempunyai ciri-ciri fisik bertubuh agak gemuk serta memiliki kumis. Entah benar atau tidaknya, ini pun masih diragukan.
Senada dengan Korps Bhayangkara, pihak Pemkab Blora melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) menyatakan kelimpungan atau kebingungan dalam mengungkap kasus rudapaksa ini. Semata-mata karena lemahnya IQ sang korban.
"Ya (kelimpungan) karena alasannya kondisi korban seperti itu. Ini yang kita pikirkan kebutuhan korban dan bayinya," ujar Dra Indah Purwaningsih selaku Kepala Dinas Sosial P3A Kabupaten Blora.
Ditemui di ruangan kantornya pada Selasa (15/12/2020) lalu, Indah mengaku, sepanjang dirinya menjadi kepala dinas yang membidangi persoalan perempuan dan anak, diketahuinya baru kasus rudapaksa ini yang sampai lama belum juga terungkap pelakunya.
Menurutnya, sepanjang pandemi Covid-19 ini karena sekolah tatap muka diliburkan, kasus kekerasan terhadap anak maupun perempuan, lebih meningkat drastis di banding hari-hari biasa.
"Sangat tinggi sekarang (selama pandemi) kasusnya, dan baru sekali ini yang hingga lama belum terungkap," ungkap Indah.
Saat disinggung awak media ini berapa jumlah riilnya angka kekerasan itu, ia menyatakan akan memberikan data-data tersebut lewat selular. Namun, hingga satu minggu ini data yang dimaksud tersebut belum juga disampaikan.
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Perjalanan Kasus
Terungkapnya kasus rudapaksa terhadap siswi disabilitas Blora ini bermula saat seorang guru SLB tempat korban belajar, menceritakan nasib miris muridnya kepada awak media.
Nur Fatoni, sang guru SLB itu mengaku, pihak guru saat ke rumah orangtua siswi dibuat kaget melihat kondisinya. Pasalnya, hendak menyerahkan bantuan malah diberi informasi oleh bidan desa bahwa Bunga dalam kondisi tengah hamil.
"Yang bersangkutan kelas 5 SD. Keterangan dari bidan desa, korban hamil 4 bulan. Kami belum tahu siapa yang menghamili," katanya waktu itu hari pada hari Selasa (20/10/2020).
Ia menambahkan, korban dalam kondisi trauma dan tertekan. Bahkan saat ditanya pihak desa, siapa yang melakukan perbuatan itu, korban hanya bisa menggambar sebuah rumah dan nama jalannya, tapi tidak jelas.
"Tapi saat ditanya sudah empat kali (di perkosa)," terangnya.
Ditemui secara terpisah, Wahyu Vera Apriliani selaku bidan desa mengaku, mengetahui kehamilan korban dari kabar yang disampaikan oleh warga yang merupakan tetangga korban.
"Kondisinya saya periksa, lho wes gede (perut korban sudah membesar alias hamil)," kata Vera kepada Liputan6.com.
Ia menceritakan, mulanya saat itu tanggal (15/10/2020), ada pesan masuk di ponselnya dari warga tetangga dekat korban. Bidan desa diinformasi bahwa korban terlihat hamil dan langsung dilakukan pemeriksaan.
"Tolong diperiksa perutnya," kata bidan desa itu.
Sebelum diperiksa ke bidan, lanjut Vera, tetangga korban telah melakukan test pack (alat uji kehamilan) pada siswi disabilitas tersebut. Hasilnya ternyata positif hamil.
"Yang men-test pack saat itu warga sekitar rumah korban. Saya periksa kok wes gede, saya lihat jantungnya bayi kok wes kedengeran," ungkapnya.
Menurut Vera, saat diperiksa dengan rabaan tangan, usia kehamilan korban diperkirakan sudah 4,5 bulan. Kemudian dilakukan test pack ulang untuk bukti laporan kepada orangtua korban.
"Entah orangtuanya paham atau tidak, yang penting saya bawa bukti hasil test pack jika yang bersangkutan hamil," terangnya.
Keesokan harinya korban diajaknya ke puskesmas, mengingat setiap ibu hamil harus diperiksa golongan darah, Hemoglobin (Hb), HIV, dan Sipilis harus diketahui.
Setelah itu, pemeriksaan laboratorium. Kandungan bayi siswi disabilitas korban rudapaksa itu nampak sehat. Hanya saja, Hb 9 gram per desiliter. Sedangkan kadar Hb normal itu 12 gram per desiliter.
Pada (18/10/2020), kata Vera, korban diajak membuka imunisasi. Karena korban saat itu belum mendapatkan imunisasi ibu hamil.
"Saya jemput, dan saya imunisasi di rumah saya," ungkapnya.
Setelah itu selesai, bidan desa kembali membawa korban ke puskesmas untuk pemeriksaan USG, menyatakan usia kehamilannya Buka pada saat itu sudah 22 minggu atau 5,5 bulan. Perkiraan berat janinnya 543 gram.
"Posisi bayinya bagus, diperkirakan jenis kelaminnya perempuan. Perkiraan lahirnya kurang lebih 18 Februari 2021," katanya.
Merasa kasihan melihat korban, akhirnya bidan desa itu berinisiatif membantu dengan menyediakan kebutuhan gizi baik untuk korban maupun bayi yang ada dalam kandungan.
"Biasanya saya belikan susu pakai uang saya sendiri, agar tidak terjadi apa-apa," ungkap Vera.
Bahkan, bidan desa itu juga punya rencana untuk membawa korban ke rumahnya dalam rangka agar bisa dipantau terkait kesehatannya. Namun, sama pihak desa belum diizinkan karena harus di diskusikan dulu dengan keluarga.
"Pak lurah bilang ke saya, jangan dulu bu, nanti didiskusikan. Pak lurah bilang seperti itu," katanya.
Tak sampai disitu, Liputan6.com pada tanggal (15/11/2020) lalu kembali menanyakan kabarnya korban kepada bidan desa bagaimana kondisinya.
"Kehamilannya sehat, ibu dan bayinya sehat," ungkapnya.
Lebih lanjut, Bidan Vera menyampaikan, keberadaan korban saat ini tinggal di rumah orangtuanya.
Mengenai proses penyelidikan pihak kepolisian apakah masih lanjut ataukah saat ini terhenti, dirinya mengaku tidak mengetahui.
"Saya tidak tahu kalau masalah itu (penyelidikan polisi)," pungkasnya.
Berdasarkan catatan hasil USG, jika pada (20/10/2020) usia kandungan korban sudah 22 minggu atau 5,5 bulan, berarti pada Senin (21/12/2020) ini usia kandungannya sudah 30 minggu 7,5 bulan.
Advertisement