Mahalnya Ongkos Uji Klinis Bikin Pengusaha Jamu Ogah Naik Kelas

Pemerintah tak memungkiri tingginya angka impor untuk untuk bahan baku obat sintesis (kimia)

oleh Athika Rahma diperbarui 21 Des 2020, 17:00 WIB
Pekerja membuat ramuan jamu tradisional di kafe Suwe Ora Jamu, kawasan M Bloc, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Sejumlah orang masih mengonsumsi jamu sebagai salah satu cara untuk menjaga daya tahan tubuh di tengah pandemi COVID-19 seperti saat ini. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tak memungkiri tingginya angka impor untuk untuk bahan baku obat sintesis (kimia). Untuk itu, pemerintah mendorong kemandirian dalam produksi obat kedepannya. Salah satunya dengan memanfaatkan bahan baku berbasis alam atau herbal yang banyak tersedia di dalam negeri.

Direktur Jenderal Industri Kimia dan Farmasi Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam menjelaskan, ada tiga tahapan dalam kelayakan edar obat herbal di dalam negeri. Pertama jamu, atau racikan obat herbal yang umumnya menggunakan teknologi dan cara yang konvensional.

Selangkah diatasnya, ada herbal terstandar. Yakni pengolahan obat herbal dengan teknologi yang lebih mutakhir dan sudah melewati uji praklinis dari BPOM.

Yang paling tinggi, dan banyak digunakan sebagai substitusi obat-obatan sintesis, yakni fitofarmaka. Dimana produk ini telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia). Serta bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.

Khayam menjelaskan, permasalahan uji klinis inilah yang umumnya menjadi beban pengeluaran terbesar bagi pelaku usaha obat alami.

“Rupanya ini bagi sebuah perusahaan multinasional, salah satu pengeluaran terbesar itu masalah uji. Jadi disamping riset, uji itu juga signifikan,” kata dia dalam webinar Dialog Nasional - Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan, Senin (21/12/2020).

Untuk itu, selain menjamin ketersediaan bahan baku dan teknologinya, pemerintah juga mendukung pembiayaan untuk sertifikasi uji praklinis dan uji klinis bagi pengusaha obat herbal. Utamanya dari industri kecil menengah (IKM).

“Jadi sertifikasi itu kita dukung, dan juga khusu IKM pemerintah mendukung pembiayaan untuk uji praklinis bahkan uji klinisnya. Karena itu cukup mahal,” kata Khayam.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sri Mulyani Ingin Industri Jamu Manfaatkan Bantuan Pemerintah

Aneka ramuan jamu tradisional dan dipajang di kafe Suwe Ora Jamu, kawasan M Bloc, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Kebiasaan mengonsumsi jamu di masa pandemi COVID-19 sangat baik untuk meningkatkan imunitas tubuh. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan momentum pemulihan ekonomi ini perlu didukung oleh semua pihak.

Sri Mulyani berharap untuk industri yang berhubungan dengan obat atau jamu tradisional bisa juga memanfaatkan berbagai bantuan Pemerintah.

“Dalam hal ini APBN bekerja luar biasa keras untuk membantu seluruh lapisan masyarakat. Sekarang untuk mereka yang omsetnya sangat kecil pemerintah memberikan bantuan permodalan secara gratis Rp 2,4 juta  diberikan lebih kepada 20 juta usaha kecil menengah,” kata Sri Mulyani dalam Webinar - Krista Exhibitions, Senin (30/11/2020).

Tak hanya membantu usaha kecil dan menengah, Pemerintah juga memberikan dukungan kepada perusahaan yang besar seperti pajak untuk karyawannya ditanggung pemerintah. Atau dalam hal ini cicilan pajak berkalanya diturunkan dengan 50 persen, pajak perusahaan diturunkan dari 25 persen ke 22 persen.

Begitupun untuk usaha kecil menengah bahkan pajaknya ditanggung oleh pemerintah. Sementara untuk impor tidak perlu membayar biaya masuk maupun pajak masukan dan ini ditujukan supaya para pelaku usaha kecil, menengah dan besar tetap bisa bertahan di masa pandemi corona covid-19.

“Sehingga mereka tidak hanya bisa bertahan namun juga bisa kembali pulih pada saat ekonominya juga sedang diupayakan untuk dipulihkan,” ujarnya.

Menurut Sri Mulyani menurut survei McKinsey terhadap perilaku konsumen Indonesia pada masa covid-19 ini, tren belanja memang menurun. Namun beberapa belanja justru mengalami peningkatan, seperti belanja kebutuhan sehari-hari seperti grocery, kebutuhan rumah tangga dan juga untuk pembelian vitamin suplemen dan obat.

Data ini tentu bisa memberikan suatu harapan bahwa sekarang masyarakat di dalam situasi menghadapi pandemi ingin memiliki gaya hidup yang lebih sehat, dan mengkonsumsi hal-hal yang bisa meningkatkan imunitasnya.

“Ini kemudian memberikan harapan kepada industri jamu dan obat tradisional, karena memang memiliki pangsa yang sesuai dengan tema saat ini industri ini. Kami berharap tentu saja industri ini akan semakin maju seiring dengan pengetahuan masyarakat dan juga munculnya berbagai penelitian,” pungkasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya