Kembangkan Obat Herbal, Menko Luhut Gandeng Universitas China

Pemerintah akan membangun pusat riset tanaman herbal di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara seluas 500 hektar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 21 Des 2020, 20:15 WIB
Keindahan Danau Toba. (Bola.com/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan disebut akan membangun pusat riset tanaman herbal di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara seluas 500 hektar.

Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Maritim dan Investasi Septian Hario Seto dalam webinar Dialog Nasional - Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan.

Untuk mendukung rencana tersebut, Seto mengatakan bahwa Menko Luhut telah berkomunikasi dengan dua universitas asal China yang terkenal akan riset tanaman herbalnya. Yakni Zhejiang Chinese Medical University dan Yunnan University.

"Mungkin nanti akan mengundang produsen-produsen herbal yang sudah ada seperti Dexa-Medica karena kami sudah komunikasi dengan dua universitas di Tiongkok yang sangat terkenal untuk penelitian riset herbalnya. Yang pertama Zhejiang University, yang kedua Yunan (university),” ujar Seto, Senin (21/12/2020).

Dijelaskan Seto, Zhejiang University telah mengembangkan sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligent/AI). Dimana dengan mengetahui kandungan tanaman herbal dan mengkombinasikannya dengan herbal lainnya, sistem tersebut akan bisa mengetahui manfaat herbal tersebut untuk pengobatan penyakit tertentu.

"Jadi sudah sangat advance di sana risetnya. Ini yang Pak Menko (Luhut) dorong. Beliau harap ini segera terealisasi karena saya pikir kita tidak kalah potensi herbalnya dibandingkan dengan Tiongkok," kata Seto.

Selain dengan dua universitas tersebut, Luhut juga disebut Seto akan mengundang produsen obat herbal eksisting. Seperti Dexa-Medica atau perusahaan lainnya untuk ikut melakukan kerja sama riset.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Luhut Buka Pintu Bagi Produsen Obat Herbal Fitofarmaka Masuk JKN

Peneliti menunjukkan daun ketepeng yang telah kering untuk obat herbal penghambat virus Covid-19 di Pusat Penelitian Kimia LIPI Puspitek, Serpong, Tangerang Selatan Jumat (8/5/2020). Peneliti LIPI melakukan uji Lab pada tahap penelitian anti viral untuk pasien Covid-19. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Pemerintah terus mendorong kemandirian produksi obat dalam negeri. Salah satunya dengan menggenjot produksi obat berbahan baku alam atau herbal. Kedepan, obat-obat berbahan baku herbal ini juga direncanakan untuk dapat digunakan pada layanan jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Namun, tentu bukan sembarang obat herbal. Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kemenko Marves, Septian Hario Seto menjelaskan, adapun kategori obat herbal yang akan masuk JKN yakni jenis fitofarmaka.

Yakni, obat berbahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia), bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.

“Pak Menko (Menko Marves, Luhut B Panjaitan) memberikan arahan supaya ini didorong aja dulu masuk. Jadi nanti diberikan kesempatan untuk produksi fitofarmaka masuk dalam JKN, lalu mereka yang fight sendiri nanti untuk marketing,” jelas Seto dalam webinar Dialog Nasional - Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan, Senin (21/12/2020).

Seto membeberkan sempat terjadi selisih pendapat dari sejumlah pihak. Diantaranya, terkait permintaan dan penggunaan produk fitofarmaka oleh tenaga medis dalam JKN yang dinilai perlu ada sosialisasi terlebih dahulu. Karena, jika produk ini masuk namun tidak banyak digunakan, maka akan percuma.

Sementara dari sisi industri, kata Seto, dimasukkannya produk fitofarmaka dalam JKN tak jadi soal. Tinggal bagaimana industri melakukan penyesuaian. “Jadi rencananya awal tahun nanti diadakan rakor khusus soal ini,” sambung dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya