Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) bakal merealisasikan pendirian Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) pada Januari 2021. Hal ini untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak dari bahaya kasus kekerasan seksual.
"Ini yang kami inginkan di Jatim, adanya akselerasi atau percepatan. Kami tidak mau lagi hanya sekedar bicara saja, tetapi harus diimplemetasikan," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Pemprov Jawa Timur, Andriyanto, ditulis Senin (21/12/2020).
Andriyanto mengatakan, semua harus berbicara tentang interpersonal collaboration karena pemerintah tidak bisa berdiri sendiri sehingga semua stakeholder harus dipadukan menjadi satu kolaborasi besar.
"Bangunan gagasan ini sebenarnya sudah lama terbentuk, tinggal bagaimana mengamplikasikannya saja. Sektor swasta harus bisa menjadi mitra strategis pemerintah,” ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Andriyanto mengapresiasi keberadaan APSAI yang dinilainya tetap mampu menjaga sikap independensi. Ia meminta kepada APSAI agar segera dibentuk di Jatim, sehingga bisa membentuk APSAI di tingkat kabupaten dan kota.
"Ini juga menjadi best practice dari LPA Tulungagung untuk bagaimana caranya membentuk APSAI di Jatim. Dengan ini ke depan kami juga ingin bisa memberikan apresiasi ke kabupaten kota berdasarkan indikator atau kluster kabupaten dan kota layak anak,” ujarnya.
Kepala Dinas P3AK Jawa Timur ini lantas menyebutkan, sepanjang 2020, ada sekitar 1.870-an kasus kekerasan anak yang tercatat di Jawa Timur. Sekitar 40 persen berkaitan dengan kekerasan seksual.
"Permasalahan ini perlu kerjasama semua pihak untuk mengatasinya," ujar dia.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tantangan APSAI
Sementara itu, Ketua APSAI Pusat Luhur Budijarso mengungkapkan, meskipun saat ini APSAI telah memiliki 1.200 an anggota dan tersebar di 40 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, tetapi ini masih belum cukup menjadi penopang.
"Ini masih langkah kecil, karena ke depan akan masih banyak tantangan. Tantangannya ada empat, yaitu terkait paradigma perusahaan, perluasan isu, lalu keterjangkauan dan yang keempat adalah keterbukaan," kata Luhur Budijarso.
Meskipun mengaku belum memiliki data berdasarkan survei khusus, tetapi Luhur memperkirakan jumlah perusahaan di Indonesia yang sadar, menghormati serta memenuhi hak-hak anak dalam rantai kegiatan usahanya, jumlahnya tidak lebih dari lima persen.
Seperti tantangan Paradigma misalnya, masih banyak perusahaan yang menurut Luhur belum memiliki paradigma, usaha mereka sebenarnya bisa dikaitkan dengan kepentingan anak. Lalu tantangan perluasan isue juga demikian.
Banyak perusahaan yang belum mampu mengimplementasikan apa policy, produk dan program mereka bagi kepentingan anak.
"Saat ini saja ada lebih dari 120 juta tenaga kerja yang semuanya memberi pengasuhan kepada anak-anaknya. Bagaimana isu sederhana ini mampu ditangkap oleh perusahaan, sehingga mereka mengeluarkan kebijakan, produk hingga program yang pro anak dan memberi pengaruh positif kepada lini usahanya,” ucap Luhur.
Luhur mencontohkan, sebuah perusahaan bus yang awalnya enggan bergabung dengan APSAI namun kemudian mereka berterima kasih karena akhirnya mampu menerapkan pada produksi bus yang diklaim ramah anak. Perusahaan tersebut akhirnya memperoleh pesanan untuk memenuhi moda angkutan umum yang ramah anak.
"Ada pula yang lantas perusahaan tersebut memenuhi hak-hak anak dengan cara membangun ruang laktasi, ruang penitipan anak, pengasuhan anak, hingga menyediakan pendampingan parenting kepada karyawannya," tutur dia.
Advertisement