Hindari Kekerasan Seksual dengan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Penghormatan Tubuh

Kasus kekerasan seksual yang marak terjadi dapat disebabkan berbagai hal, salah satunya akibat minimnya pengajaran pendidikan kesehatan reproduksi (Kespro) dan penghormatan tubuh.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 24 Des 2020, 20:00 WIB
Ilustrasi Kekerasan Seksual 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Kasus kekerasan seksual yang marak terjadi dapat disebabkan berbagai hal, salah satunya akibat minimnya pengajaran pendidikan kesehatan reproduksi (Kespro) dan penghormatan tubuh.

Menurut ahli hukum dari Universitas Indonesia Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo, S.H., M.Si, pendidikan Kespro dan penghormatan tubuh sangat penting diajarkan pada anak dan remaja agar mereka mengerti dan mampu menghindari tindakan kekerasan seksual yang mungkin terjadi.

 “Jadi, kita yang di sekolah tinggi paham soal menstruasi dan proses biologis dalam tubuh. Tapi kan remaja dan anak-anak belum tahu,” ujar Lidwina dalam webinar Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) ditulis Selasa (22/12/2020).

Maka dari itu, lanjutnya, pendidikan terkait kewaspadaan terhadap tubuh sangat penting diberikan pada anak dan remaja. Misal, ketika di rumah, orangtua harus mulai mengajari dan menghargai privasi dari tubuh anak.

“Misal orangtua, paman, atau bibi ingin memeluk tubuh anak maka mereka harus tanya apa anaknya mau atau tidak.”

Ketika anak dipaksa untuk menerima sentuhan fisik dari orang lain dalam keluarga maka dampaknya akan buruk. Jika di kemudian hari anak menerima tindak kekerasan seksual oleh keluarganya sendiri maka dia akan sulit melakukan penolakan atau resistensi.

“Itu salah satu cara kita juga untuk menumbuhkan kewaspadaan pada diri anak. Termasuk juga saat mereka remaja dan ketika mereka dewasa muda.”

Simak Video Berikut Ini:


Eksekusi Sanksi Kekerasan Seksual Belum Termonitor

Pentingnya mengajarkan kewaspadaan terhadap tubuh sejak dini berkaitan dengan kemampuan anak untuk menghindari kekerasan seksual yang bahkan bisa terjadi di lingkungan keluarga.

Terlebih, jika mendapatkan kasus tersebut maka korban akan menghadapi berbagai kesulitan dalam penanganan hukumnya.

Salah satu masalah penanganan hukum terkait kekerasan seksual adalah eksekusi sanksi yang belum termonitor. Eksekusi sanksi kekerasan seksual masih belum termonitor karena mekanismenya belum diatur.

“Kalau sanksi pidana itu langsung dimonitor orangnya langsung masuk penjara. Kalau untuk universitas terutama yang berbasis agama sanksinya diatur pihak rektorat, salah satu sanksinya administratif.”

“Nah sampai saat ini eksekusi sanksi administratif itu belum termonitor dengan baik,” kata Lidwina.

Ia berharap Kemen PPPA dapat memberi rekomendasi agar membuat proses hukum tersebut berjalan tuntas hingga ke tahap eksekusi.


Infografis Kekerasan dalam Pacaran

Infografis Kekerasan dalam Pacaran (liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya