Pengadilan Tertinggi Hong Kong Putuskan Larang Penggunaan Topeng dalam Pertemuan Massa

Berkaca dari aksi demonstrasi yang terjadi berlarut-larut di Hong Kong, pengadilan tertinggi akhirnya melarang penggunaan topeng dalam acara publik atau pertemuan massa.

Oleh DW.com diperbarui 22 Des 2020, 12:20 WIB
Para siswa sekolah mengenakan topeng dan helm berjalan di luar St. Paul's College selama protes di Hong Kong, Selasa (3/9/2019). Puluhan ribu siswa di Hong Kong mogok sekolah di hari pertama tahun ajaran baru. (AP Photo/Kin Cheung)

Hong Kong - Pengadilan Tinggi Hong Kong telah mengeluarkan putusan yang menyatakan pemerintah kota dapat menggunakan undang-undang darurat yang diterapkan era kolonial, dalam melarang pemakaian topeng di semua kegiatan publik dan pertemuan massa seperti saat protes besar-besaran selama 2019. 

"Cakupan kekuasaan untuk membuat undang-undang tambahan di bawah ERO (ordonansi peraturan darurat) dalam situasi darurat atau dalam situasi bahaya publik, meskipun luas dan fleksibel, bukanlah inkonstitusional," demikian bunyi putusan hakim Hong Kong, dilansir DW, Selasa (22/12/2020).

Larangan pemakaian topeng wajah dalam aksi demonstrasi baik ilegal maupun legal, dinilai sebagai suatu hal yang proposional lantaran ditujukan pada "pencegahan dan menghindari kekerasan sebelum aksi publik yang damai berubah menjadi kekerasan."

Selama protes anti-pemerintah tersebut, banyak demonstran yang memakai topeng untuk menyembunyikan identitas mereka dari pihak berwenang dan untuk melindungi diri dari tembakan gas air mata.

Keputusan hakim ini pun kemudian menjadi suatu pukulan bagi para demonstran, dan berharap bahwa pengadilan tinggi akan membatalkan larangan tersebut. 

Sebelumnya pada bulan April, di tingkat pengadilan yang lebih rendah, diputuskan pemerintah kota memiliki hak untuk memberlakukan langkah-langkah darurat tetapi pelarangan penggunaan topeng disebut tidak konstitusional.

Namun kini, hakim pengadilan tinggi dengan suara bulat mendukung pemerintah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:


Tak Perlu Persetujuan Badan Legislatif

Pengunjuk rasa menghindari gas air mata yang ditembakan oleh polisi anti huru hara di luar gedung Dewan Legislatif, Hong Kong, Rabu (12/6/2019). Polisi Hong Kong telah menggunakan gas air mata ke arah ribuan demonstran yang menentang RUU ekstradisi yang sangat kontroversial. (AP Photo/Vincent Yu)

Pengadilan Tinggi Hong Kong juga memutuskan bahwa Kepala Eksekutif Hong Kong - yang pro Beijing - memiliki hak untuk memberlakukan undang-undang darurat apapun tanpa perlu mendapat persetujuan dari badan legislatif Hong Kong.

Sebelumnya, anggota parlemen oposisi dan aktivis pro demokrasi di wilayah bekas koloni Inggris ini mengajukan uji materi terhadap undang-undang tersebut pada tahun lalu. Mereka menilai aturan itu melanggar "Hukum Dasar" Hong Kong.

Joshua Wong (24) salah satu aktivis pro demokrasi Hong Kong yang paling terkemuka, ditangkap karena diduga melanggar undang-undang tersebut. Ia bersama dua rekannya, Agnes Chow dan Ivan Lamdivonis, divonis bersalah karena diduga terlibat dalam "pertemuan ilegal" selama aksi protes tahun lalu.

Penggunaan masker sendiri telah jadi hal yang umum bagi masyaraat Hong Kong. Keputusan ini muncul pada saat masyarakat Hong Kong diperintahkan untuk selalu mengenakan masker sebagai upaya menahan laju penyebaran Virus Corona COVID-19.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya