Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 berkepanjangan telah meluluh lantahkan perekonomian Indonesia pada 2020 ini. Namun, pertumbuhan ekonomi diprediksi akan kembali bangkit pada 2021 mendatang.
Plt Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti memperkirakan, pertumbuhan ekonomi nasional akan berada di kisaran 4,5-5,5 persen dengan titik tengah 5 persen di tahun depan.
Advertisement
Namun, menurut perhitungannya, Indonesia butuh pemasukan investasi hingga Rp 5.900 triliun agar pertumbuhan ekonominya jadi 5 persen.
"Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen, dibutuhkan investasi sebesar 5.800 triliun sampai 5.900 triliun," kata Amalia dalam sesi teleconference, Selasa (22/12/2020).
Menurut catatan Bappenas, Amalia melanjutkan, kebutuhan investasi tersebut sebagian besar akan dikontribusikan oleh sektor swasta. "Dengan demikian, sektor swasta memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kita di 2021," sambungnya.
Amalia pun meyakini, pemasukan investasi Indonesia pada 2021 nanti akan mengalami pemulihan, dengan pertumbuhan 6,4 persen. Sehingga peran investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia akan memberikan kontribusi 31,5 persen.
Dia pun berharap, investasi domestik terus meningkat, dengan perkiraan nilai penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN) untuk industri pengolahan mencapai Rp 270 triliun.
"Tentunya ini akan didukung implementasi Undang-Undang Cipta Kerja, dan iklim ketenagakerjaan yang kondusif terhadap investor," ujar Amalia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jepang dan AS Modali SWF Indonesia, Total Investasi Capai Rp 84,6 Triliun
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut sudah ada dua negara yang menanamkan investasi di Lembaga Pengelola Investasi Indonesia atau Sovereign Wealth Fund (SWF) yang disebut dengan Indonesia Investment Authority (INA). Keduanya adalah Jepang dan Amerika Serikat.
Airlangga mengatakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) bersedia menanamkan investasi sebesar USD 4 miliar atau sekitar Rp56,4 triliun (kurs Rp 14.100), dan Amerika Serikat melalui International Development Finance Corporation (DFC) bersedia USD 2 miliar atau sekitar Rp28 triliun.
"Dan komitmen yang sudah diberikan oleh berbagai negara, seperti Jepang, melalui JBIC sudah 4 miliar dollar AS dan DFC Amerika Serikat 2 miliar dollar AS," ujar Airlangga dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2021, di Jakarta, Selasa (22/12).
Adapun secara keseluruhan total nilai komitmen investasi dari kedua negara yang bakal dikelola oleh INA bakal mencapai USD 6 miliar atau sektiar Rp84,6 triliun.
Seperti diketahui, sebelumnya, pemerintah menyelesaikan dua peraturan pelaksanaan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2020 Tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2020 Tentang Lembaga Pengelola Investasi.
Keduanya merupakan peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terutama di bidang investasi.
Kedua peraturan tersebut bertujuan untuk menjawab tantangan struktural dari sisi investasi di mana kapasitas pembiayaan dalam negeri belum cukup untuk mendanai pembangunan ekonomi ke depan.
Selain itu, pemerintah juga membutuhkan mitra strategis yang kuat secara hukum dan kelembagaan untuk menarik investasi dari investor global.
Lembaga Pengelola Investasi (LPI) merupakan Badan Hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2020, LPI memperoleh dukungan modal awal sebesar Rp 15 Triliun atau setara dengan sekitar USD 1 Miliar.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement