OMAI Masuk JKN jadi Solusi Kemandirian Obat Indonesia

Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) harus masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Des 2020, 15:58 WIB
Peneliti menambahkan cairan ke sampel-sampel cairan herbal saat penelitian obat herbal COVID-19, di Pusat Penelitian Kimia LIPI di Serpong, Banten, 6 Mei 2020. Peneliti LIPI mengembangkan penelitian daun rhino ketepeng dan daun benalu sebagai obat herbal untuk pasien COVID-19. (Xinhua/Veri Sanovri)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menekankan untuk mereformasi sistem kesehatan nasional. Jokowi bahkan menegaskan agar Indonesia memanfaatkan kekayaan hayati agar industri farmasi dalam negeri bisa mandiri.

Namun harapan Jokowi agaknya belum dapat terealiasi lantaran obat yang bahan bakunya diambil dari alam Indonesia belum jadi tuan rumah di negeri sendiri.

"Betapa tingginya impor bahan baku obat mau tidak mau kita harus cari substitusinya," ujar Menristek Bambang Brodjonegoro dalam webinar bertajuk Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan, dikutip Selasa (22/12/2020).

Menurut Bambang, ada dua solusi agar obat yang dibuat dari bahan alam Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Pertama adalah, OMAI harus masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Kalau OMAI masuk JKN, di situlah OMAI mulai dikenal, kalau OMAI atau fitofarmaka banyak dikenal maka otomatis minat industri farmasi meningkat untuk produksi OMAI lebih banyak," tutur Bambang.

Dia menilai penyebab OMAI belum bisa masuk dalam program JKN karena masih adanya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 54 Tahun 2018. Untuk diketahui, dalam Pasal 8 ayat 2 yang menyebutkan bahwa obat yang diusulkan masuk Formularium Nasional di program JKN bukanlah obat tradisional dan suplemen makanan.

Permenkes itu juga merujuk UU Kesehatan No 36/2009 bahwa yang dimaksud obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian OMAI yang dibuat dari bahan alami seperti tumbuhan dan hewan tidak bisa diusulkan.

Bambang kemudian menyebutkan solusi kedua untuk kemandirian industri farmasi dalam negeri. Solusinya yakni bagaimana dokter di Indonesia meresepkan OMAI untuk pasien mereka.

"Seberapa hebatnya alat kesehatan dan obat yang kita buat, kalau dokter nggak bisa pakai percuma," ungkap dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Revisi Regulasi

Peneliti menunjukkan bubuk daun ketepeng dan ekstrak ketepeng untuk obat herbal penghambat virus Covid-19 di Pusat Penelitian Kimia LIPI Puspitek, Serpong, Tangsel, Jumat (8/5/2020). Obat herbal yang rencana akan diproduksi dalam bentuk kapsul dan aman untuk dikonsumsi. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Selain Bambang, anggota Komisi IX DPR RI Anggia Erma Rini juga mengusulkan agar Permenkes 54/2018 direvisi. Wakil rakyat asal Blitar itu melihat langsung bagaimana petani terbantu ekonominya ketika mendapat pesanan dalam jumlah banyak dari industri.

Pada forum yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi membuka peluang untuk merevisi regulasi. "Artinya semuanya bisa dilakukan," jawab Oscar ketika ditanya kemungkinan Permenkes 54/2018 direvisi.

Saat ini, kata Oscar, dana kapitasi program JKN bisa dipakai untuk membeli Obat Herbal Terstandar (OHT) ataupun Fitofarmaka. Dia lantas berharap OMAI terus diperkenalkan ke calon dokter maupun dokter-dokter yang sudah berpraktik.

"Perlu barangkali dibuat semacam kurikulum khusus bahwa OMAI bisa kita masyarakatkan ke lingkungan calon dokter, dokter," ungkap dia.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kemenko Marves Septian Hario Seto menyebut pihaknya akan membahas secara khusus agar OMAI bisa masuk JKN. Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahkan telah mengagendakan pembahasan khusus ini di awal 2021.

“Pak Menko (Menko Marves, Luhut B Panjaitan) memberikan arahan supaya ini didorong aja dulu masuk. Jadi nanti diberikan kesempatan untuk produksi fitofarmaka masuk dalam JKN, lalu mereka yang fight sendiri nanti untuk marketing,” kata Seto.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya