Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok 12,5 persen pada 2021. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Pande Putu Oka Kusumawardhani mengatakan, kenaikan ini lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan cukai pada awal 2020 lalu sebesar 23 persen.
Pande menjelaskan, kenaikan cukai 2021 ini telah mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19. "Jadi ada upaya turut mempertimbangkan mengambil concern pandemi selama ini, jadi juga bisa tetap mendukung ekonomi tumbuh ke depannya," kata dia dalam diskusi virtual, Rabu (23/12/2020).
Advertisement
Di samping itu, pemerintah juga menetapkan untuk golongan rokok sigaret kretek tangan (SKT) tidak mengalami kenaikan tarif. Hal ini mempertimbangkan kondisi ekonomi yang tidak stabil saat ini akibat pandemi Covid-19.
Di sisi lain, SKT tercatat memiliki tenaga kerja yang paling banyak dibandingkan sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM).
Peningkatan cukai hasil tembakau pun diharapkan dapat meningkatkan affordability index sehingga dapat menekan prevalensi perokok anak.
"Kemudian, dari sisi illegal activity-nya kita coba tingkatkan pengawasannya, supaya industri nyaman melakukan aktivitas yang selama ini dilakukan," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekspor Merosot, Impor Rokok Justru Naik 23,7 Persen di Masa Pandemi
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman mengatakan rokok menjadi salah satu produk andalan ekspor Indonesia. Namun selama periode pandemi covid-19, ekspor rokok mencatatkan penurunan.
“Kalau kita lihat laju pertumbuhan ekspor rokok (yoy) pada kuartal-III/2020 mengalami penurunan minus 2,3 persen. Sementara impor mengalami kenaikan mencapai 23,7 persen,” ujar Atong dalam diskusi virtual, Rabu (23/12/2020).
Sementara, laju pertumbuhan ekspor tembakau olahan secara tahunan pada kuartal-III/2020 juga mencatatkan penurunan mencapai minus 26,3 persen. Begitu juga dengan impor yang minus 7,5 persen.
Industri pengolahan tembakau sendiri memiliki kontribusi sebesar 0,85 persen pada PDB kuartal III/2020. Atau tumbuh minus 5,19 persen, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan kuartal sebelumnya yakni minus 10,84 persen.
Sebagai informasi, Atong juga memaparkan industri pengolahan tembakau yang mengalami penurunan utilisasi selama pandemi covid-19 berlangsung. Sampai dengan November 2020, utilisasi industri pengolahan tembakau tercatat tumbuh 57,5 persen, lebih rendah dibandingkan sebelum covid 66 persen.
“Kondisi pandemi berpengaruh pada IHT, berdampak pada the weakest link industri yaitu pekerja buruh rokok, petani tembakau, dan pedagang retail,” papar dia.
Baca Juga
Pemerintah Optimis Kenaikan PPN Tidak Ganggu Daya Saing, Indonesia Beri Insentif Lebih Banyak Daripada Vietnam
Kontraksi Ekonomi Pasca Kenaikan PPN Menjadi 12% Diprediksi Hanya Berlangsung Temporer
Jaga Stabilitas Ekonomi Saat PPN Naik 12%, Pemerintah Bagikan Insentif dan Stimulus untuk Masyarakat Menengah ke Bawah
Advertisement