Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) mengapresiasi dukungan pemerintah melalui serangkaian kebijakan yang dirasakan manfaatnya pada 2020. Kebijakan pemerintah semakin meningkatkan kinerja industri oleokimia untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor pasar global.
Ketua Umum APOLIN Rapolo Hutabarat menjelaskan bahwa perkembangan industri oleochemical Indonesia sepanjang tahun 2020 tumbuh dengan positif, hal itu sejalan dengan kebijakan pemerintah yang sangat responsif di bulan Maret yang lalu melalui Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) setelah adanya Pandemi Covid-19 bulan Maret yang lalu.
Advertisement
Dengan adanya IOMKI tersebut maka pasokan bahan baku, proses produksi, logistik dan pengiriman ke pasar ekspor dan pasar di dalam negeri berjalan dengan lancar.
Di pasar domestik, sepanjang tahun 2020 ini berada pada 150 ribu ton per bulan, sehingga volume konsumi produk oleochemical di pasar domestik berkisar 1,8 juta-2 juta ton.
Tren positif juga terlihat dalam perdagangan ekspor oleokimia Indonesia sepanjang 2020. Data Badan Pusat Statistik Data untuk ekspor produk oleokimia dengan 15 HS Code menunjukkan volume ekpor produk oleokimia dari Januari-November 2020 mencapai 3,5 juta ton dan nilai ekspornya sebesar USD 2,4 miliar.
Capaian ini lebih tinggi dibandingkan periode sama 2019 masing-masing volume ekspor 3 juta ton dan nilai ekspor oleokimia sebesar USD 1,9 miliar.
“Hingga akhir tahun 2020, volume ekspor diproyeksikan sebesar 3,87 juta ton. Sementara nilai ekspornya sebesar 2,6 miliar dolar,” jelas Rapolo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (23/12/2020).
Terkait PMK 191/2020, dikatakan Rapolo, merupakan oase bagi semua pemangku kepentingan industri sawit di Indonesia mulai dari sektor hulu (petani, perkebunan dan perkebunan terintegrasi); mid downstream (refinery) dan further downstream (produsen FAME dan produsen Oleochemical) termasuk pemerintah.
PMK 191/2020 memberikan empat benefit bagi industri sawit. Pertama, adanya kepastian penghimpunan dana yang dilakukan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapsa Sawit, yang dapat digunakan untuk berbagai hal di industri sawit seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang perlu ditingkatkan luasnya dari 180 ribu hektar menjadi 500 ribu hektar per tahun mulai tahun 2021; kesinambungan pendanaan riset-riset industri sawit; program bea siswa; pendanaan promosi dan advokasi.
Kedua, pelaku usaha dan pemerintah untuk melanjutkan program mandatori B30 yang bisa dilanjutkan menjadi B40 bahkan B50. Ketiga, program B30 saat ini merupakan tulang punggung utama industri sawit Indonesia karena menyerap 9,6 juta KL FAME.
Keempat, Momentum paling besar dari terbitnya PMK 191/2020 ini dapat dikatakan sebagai persiapan implementasi program B40 yang sudah barang tentu akan menyerap CPO di dalam negeri kira-kira 12 juta-13 juta ton yang artinya adanya penambahan konsumsi CPO di dalam negeri sebesar kira-kira 2,8 juta-3 juta ton.
Potensi peningkatan ini harus kita tangkap persen terjemahkan sebagai salah satu strategi jitu industri sawit Indonesia guna menghadapi pasar global yang selalu menyudutkan industri sawit Indonesia.
“Dari sisi industri oleochemical Indonesia, kami memandang bahwa langkah pemerintah sudah sangat tepat karena dengan kenaikan pungutan ini maka menjamin tersedianya bahan baku industri oleochemical dan akan mendorong adanya investasi di sektor oleochemical. Sebagai informasi bahwa tahun 2020 ini ada investasi sektor oleochemical yang akan meningkatkan volume produksi nasional kita tahun 2021 yang akan datang,” ujar Rapolo.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Proyeksi 2021
APOLIN memproyeksikan pasar domestik dan ekspor semakin positif pada 20201. Di pasar ekspor tahun 2021 kami perkirakan volume akan tumbuh berkisar 17 persen-22 persen sehingga rata-rata volume ekspor oleokimia Indonesia akan berada di kisaran 364 ribu sampai 379 ribu ton per bulan, dengan kata lain volume ekspor oleochemical Indonesia tahun 2021 akan berada di kisaran 4,3 sampai 4,6 juta ton.
Sedangkan pasar domestik berada pada 150 ribu ton per bulan dan untuk tahun 2021 akan tumbuh 10 persen-12 persen, sehingga volume serapan di dalam negeri berada pada kisaran 165-168 ribu ton per bulan.
Dikatakan Rapolo bahwa permintaan global dan domestik tentu sangat dipengaruhi seberapa cepat pemulihan ekonomi di berbagai negara akibat adanya Pandemi Covid-19.
Tantangan 2021
Rapolo menjelaskan industri oleokimia akan menghadapi sejumlah tantangan di tahun depan yang berkaitan seberapa cepat pemulihan ekonomi dari negara-negara tujuan ekspor utama produk oleochemical Indonesia, seperti India, Tiongkok, Eropa, Pakistan dan lain-lain.
Kalau pemulihan ekonomi negara-negara utama tujuan ekspor tersebut dapat segera pulih, maka ada harapan yang positif atau permintaan produk oleochemical Indonesia akan tetap tumbuh positif.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, dijelaskan Rapolom APOLIN perlu bersinergi dengan pemangku kepentingan lain termasuk pemerintah.
Sebagai contoh, diplomat kita di berbagai belahan untuk senantiasa mengkampanyekan industri sawit Indonesia secara umum dan oleochemical secara khusus. Upaya ini, di tahun 2021 kami dari APOLIN akan membangun komunikasi dengan fungsi ekonomi kita di berbagai KBRI.
Selain itu, menurut Rapolo, APOLIN tentu sangat mengharapkan dukungan dari pemerintah berupa konsistensi regulasi baik dari sisi pungutan ekspor, adanya tax holiday dan tax allowance serta harga gas industri USD 6 per MMBTU di halaman industri. Konsistensi berbagai regulasi tersebut akan memberikan kepastian bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor hilir kelapa sawit di Indonesia.
Saat ini, ada beberapa perusahaan yang sudah beroperasi di Indonesia dan menghubungi APOLIN yang menyatakan niat untuk investasi di sektor oleokimia.
"Komitmen ini belum bisa kami proyeksikan nilai investasinya. Para investor (investasi baru maupun perluasan) biasanya akan memanfaatkan fasilitas tax holiday dan tax allowance, dan lazimnya (pengalaman selama ini) pihak pemerintah akan mengundang industri untuk menampung berbagai masukan, "pungkasnya.
Advertisement