Sederet Cerita Haru dari Korban Tsunami Aceh Setelah 16 Tahun Berlalu

Peringatan 16 Tahun Tsunami Aceh digelar secara sederhana di Stadion Harapan Bangsa, Kota Banda Aceh, Sabtu, 26 Desember 2020. Hanya lantunan doa serta dzikir yang terdengar.

oleh Maria FloraLiputan6.com diperbarui 27 Des 2020, 11:25 WIB
Masjid yang masih berdiri ditempa tsunami di Aceh. (foto: ABC.net)

Liputan6.com, Jakarta - 26 Desember 2020, tepat 16 tahun saat gempa dan tsunami menerjang tanah Serambi Mekkah, Aceh. Meski telah belasan tahun berlalu, peristiwa tersebut hingga kini masih menyisakan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.

Bagaimana tidak, saat gempa dengan kekuatan 9,3 Skala Richter mengguncang dasar laut di barat daya Sumatera, 26 Desember 2004 silam, ratusan ribu orang menjadi korban. Bahkan tak sedikit dari mereka yang harus kehilangan tempat tinggal.

Mengenang bencana tsunami yang meluluhlantakkan Aceh, Sabtu, 26 Desember 2004, pemerintah Aceh menggelar peringatan 16 tahun tsunami di Stadion Harapan Bangsa, Kota Banda Aceh.

Acara digelar secara sederhana dengan kegiatan tausiyah, doa dan dzikir, serta memberikan santunan kepada anak yatim. 

Namun, di balik itu semua hingga kini masih terselip kisah haru dari para korban yang selamat. Salah satunya Rian Aldiansyah (32) warga Lampaseh Kota Kecamatan Kutaraja Banda Aceh.

Rian mengaku hingga kini dirinya dan keluarga masih menempati shelter berukuran 4 meter yang disediakan oleh pemerintah. 

Berikut sederet cerita haru dari para korban tsunami Aceh setelah 16 tahun berlalu:

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Korban Tsunami Aceh Masih Tinggal di Shelter

Rian Aldiansyah (32), Warga Lampaseh Kota Kecamatan Kutaraja Banda Aceh ini ialah salah satu korban tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam.

Setelah 16 tahun, ia bersama keluarga kecilnya masih tinggal di rumah shelter.

"Dari dulu saya memang sudah tinggal di shelter ini bersama ayah, dan sampai setelah menikah sekarang," kata Rian Aldiansyah saat ditemui di rumahnya di Banda Aceh, Jumat 25 Desember 2020.

Rian tinggal bersama istri dan dua anak laki-lakinya, di rumah shelter berukuran sekitar empat meter. 

Anak pertamanya bernama Fiqih berumur sembilan tahun sedang mengenyam pendidikan tingkat dasar, sementara adiknya Ali baru berumur tujuh tahun.

Rian sendiri bekerja sebagai office boy di kantor Desa Lampaseh Aceh dengan pendapatan lebih kurang Rp 1,2 juta per bulan. Sedangkan istrinya Kiki Wahyuni hanya seorang penjual gorengan dengan keuntungan yang tidak menentu.

Kata Rian, rumah shelter mereka itu selalu kebanjiran saat hujan turun karena terlalu rendah, apalagi tidak ada saluran pembuangan air. Bahkan, kamar mandi yang digunakan itu juga dari bekas rumah tsunami.

"Kalau hujan masuk air karena tidak ada saluran pembuangan, dan setelah banjir pasti malamnya banyak nyamuk karena papan sudah basah," ujar Rian yang dikutip dari Antara.

Rian mengaku sudah pernah berusaha untuk mendapatkan rumah bantuan mulai dari pihak kecamatan hingga ke pemerintah kota Banda Aceh. Namun, usahanya belum juga membuahkan hasil.

"Sejak 2009 lalu selalu diurus, hanya diberikan nomor antrean saja di Pemkot, tapi belum berhasil mendapatkan bantuan," ujarnya.

Alasan pemerintah, lanjut Rian, karena dirinya belum memenuhi kriteria salah satunya usia masih di bawah 32 tahun. Penjelasan yang dia dapatkan dari pemerintah bahwa penerima bantuan rumah harus sudah berumur 40 tahun ke atas.

"Kalau seperti itu peraturan kita ikut, mungkin memang tidak layak diberikan, sama Baitul Mal juga seperti itu. Tapi kan kita sangat butuh rumah," katanya.

 


Bupati Aceh Timur Kenang Keluarga Jadi Korban Tsunami

Mengenang anak dan keluarganya yang menjadi korban tsunami, Bupati Aceh Timur Hasballah HM Thaib menggelar tahlil dan doa di kediamannya di Buket Itam, Desa Seuneubok Teungoh, Kecamatan Darul Ihsan, Kabupaten Aceh Timur, Jumat, 25 Desember 2020. 

Dia berharap tahlil serta doa yang disampaikan membuat keluarganya dapat diterima Tuhan Yang Mahakuasa.

"Mudah-mudahan Allah SWT menerima doa sesuai dengan niat para jemaah yang hadir," kata Hasballah yang akrab disapa Rocky, dikutip dari Antara.

Sebagaimana diketahui, sejak Aceh diterapkan Darurat Operasi Militer (DOM) Tahun 2003, sebagian besar masyarakat di tanah rencong pantai timur mengungsi ke titik-titik pengungsian.

Bahkan sebagian dari anak-anak mereka jenjang SD, SMP dan SMA dipindahkan pendidikannya ke Banda Aceh, ibukota Provinsi Aceh. Termasuk anak dan keluarga dari Rocky (Bupati Aceh Timur saat ini).

Karena ketika itu Rocky bersama istrinya Hj Fitriani ikut bergerilya bersama pasukan GAM lainnya di Aceh Timur.

Diketahui, setahun sebelum Aceh damai melalui penandatangan butir-butir damai di Helsinki 15 Agustus 2005, bencana alam tsunami menerjang sebagian besar kawasan pesisir Aceh. Saat itulah, anak dan keluarga Rocky ikut menjadi korban, bahkan mayatnya tidak ditemukan.

Pascadamai, Rocky kembali menjadi masyarakat dan bergabung di bawah payung KPA. Tujuh tahun damai, Rocky bersama Syahrul Bin Syama'un, diputuskan menjadi Paslon Bupati/Wakil Bupati Aceh Timur Periode 2012-2017.

Lalu, pasangan dari PA itu kembali memenangkan Pilkada 2017 menjadi Bupati/Wabup Aceh Timur Periode 2017-2022.

 

 

(Fifiyanti Abdurahman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya