Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan wajib rapid test antigen di sejumlah daerah ketika libur panjang Natal dan Tahun Baru berdampak bagi sejumlah pihak.
Salah satunya seperti diungkapkan Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor Boboy Ruswanto.
Advertisement
"Iya betul, kemungkinan seperti itu. Tapi bagaimana lagi kita pelaku usaha harus patuh dengan aturan yg dikeluarkan pemerintah," ujar Boboy Ruswanto, Sabtu, 26 Desember 2020.
Selain itu menurut Boboy, di saat bisnis perhotelan dan pariwisata mulai menggeliat, okupansi hotel memasuki libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) kembali merosot tajam dampak kebijakan rapid test antigen.
Meski begitu, hal berbeda dirasakan Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta sekaligus Wakil Ketua Umum PHRI Pusat Sutrisno Iwantono.
Menurut dia, ada peningkatan okupansi hotel di ibu kota saat momen libur Natal 2020. Peningkatan okupansi mencapai 15 persen dibandingkan hari biasanya.
Berikut dampak adanya kebijakan rapid test antigen di sejumlah daerah ketika libur Natal dan Tahun Baru dihimpun Liputan6.com:
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Wisatawan Batalkan Reservasi Hotel
Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor Boboy Ruswanto menilai, kebijakan mengenai wisatawan baik yang menginap maupun berwisata diwajibkan menyertakan hasil rapid test antigen negatif Covid-19 membuat pelaku usaha perhotelan dan wisata kembali mengalami tekanan berat.
Kebijakan rapid test antigen itu membuat wisatawan terbebani biaya sehingga akhirnya ramai-ramai membatalkan reservasi momen libur akhir tahun ini.
"Iya betul, kemungkinan seperti itu. Tapi bagaimana lagi kita pelaku usaha harus patuh dengan aturan yg dikeluarkan pemerintah," ujar Boboy Ruswanto, Sabtu, 26 Desember 2020.
Boboy Ruswanto menyebut, tingkat hunian atau okupansi hotel di Kabupaten Bogor sempat menggeliat kembali pada Juli-Oktober 2020 saat pemerintah setempat memberikan kelonggaran pada sektor ekonomi yang tidak dikecualikan.
Sebelumnya, sektor perhotelan di Kabupaten Bogor terpuruk pada April-Mei lantaran penutupan sementara akibat pandemi Covid-19.
Menurut Boboy Ruswanto, di saat bisnis perhotelan dan pariwisata mulai menggeliat, okupansi hotel memasuki libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) kembali merosot tajam dampak kebijakan rapid test antigen.
"Libur Natal (okupansi) turun drastis mencapai 70-80 persen. Untuk booking malam tahun baru juga masih sedikit, karena ada yang cancel," jelas dia.
Advertisement
Objek Wisata Taman Safari Ikut Sepi
Di sisi lain, tak hanya perhotelan, objek wisata pun demikian. Salah satunya adalah Taman Safari Indonesia yang berlokasi di Cisarua, Bogor.
Tempat wisata ini memiliki tingkat penurunan pengunjung hingga mencapai 50 persen.
"Perbandingan libur natal tahun lalu dengan tahun ini turun drastis. Keluhannya pasti semua sama," ujar Humas Taman Safari Indonesia Yulius Suprihardo.
Okupansi Hotel di Jakarta Naik
Namun, hal berbeda terjadi di Ibu Kota. Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta sekaligus Wakil Ketua Umum PHRI Pusat Sutrisno Iwantono menyebut, ada peningkatan okupansi hotel di ibu kota saat momen libur Natal 2020.
Sutrisno menjelaskan, peningkatan okupansi sendiri mencapai 15 persen dibandingkan hari biasanya.
"Saya kira gini ya sudah ada sedikit peningkatan (okupansi) pada Natal ini di bandingkan biasanya. Berkisar antara 10 sampai 15 persen lah dibandingkan hari biasanya," ujar dia saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu, 26 Desember 2020.
Sutrisno mengungkapkan, peningkatan okupansi ini mengindikasikan adanya perbaikan kepercayaan masyarakat akan keamanan hotel dari paparan virus Covid-19.
Dia menilai hal ini tak lepas dari komitmen pelaku usaha hotel di tanah air untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat di masa kedaruratan kesehatan akibat penyebaran virus mematikan asal China itu.
"Karena kan umumnya pengunjung hotel itu orang yang bisa menilai lah seberapa ketat penerapan protokol kesehatan di hotel, sehingga mereka memilih hotel untuk menghabiskan waktu libur Natal. Hal ini dibuktikan dengan hotel bukan klaster penularan Covid-19," ucap Sutrisno.
Oleh karena itu, Sutrisno berharap pemerintah pusat maupun Pemprov DKI untuk tidak menyamaratakan ketentuan pengetatan bisnis hotel dengan bisnis lainnya di masa kedaruratan kesehatan ini.
"Karena kan tadi hotel paling taat menerapkan protokol kesehatan dan tamunya relatif terdidik juga," terang dia.
Selain itu, lanjut Sutrisno, pelonggaran ketentuan usaha hotel juga diharapkan akan menjaga tren positif penambahan tingkat okupansi hotel hingga periode Tahun Baru 2021.
"Sehingga mudah-mudahan tahun baru nanti terus ada perbaikan okupansi ya, untuk kisarannya kita belum tahu," jelas Sutrisno mengakhiri.
(Fifiyanti Abdurahman)
Advertisement