Peneliti Kembangkan Teknik Baru untuk Cek Risiko Kanker Payudara Lebih Baik

Para peneliti di University of Melbourne mengembangkan teknik mammogram baru untuk memprediksi risiko kanker payudara secara lebih baik.

oleh M Hidayat diperbarui 29 Des 2020, 07:30 WIB
Dokter memeriksa payudara pasien mammogram di pusat regional kanker di institut Paoli-Calmette, (9/10). Mammogram dianjurkan untuk wanita muda yang memiliki gejala kanker payudara. (AFP Photo/Anne Christine Poujoulat)

Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti di University of Melbourne mengembangkan teknik mammogram baru untuk memprediksi risiko kanker payudara.

Dalam penelitian yang terbit di International Journal of Cancer, para peneliti menemukan dua ukuran risiko berbasis mammogram baru. Ketika keduanya digabungkan, mereka lebih efektif dalam membuat stratifikasi wanita dalam kaitannya dengan risiko kanker payudara daripada kepadatan payudara dan semua faktor risiko genetik yang diketahui.

Para peneliti mengatakan, jika teknik ini berhasil diadopsi, ia secara substansial dapat meningkatkan skrining, membuatnya menjadi lebih efektif dalam mengurangi kematian, dan mengurangi stres bagi wanita.

Sejak akhir 1970-an, para ilmuwan telah mengetahui bahwa wanita dengan payudara lebih padat, yang pada mammogram terlihat memiliki lebih banyak area putih atau cerah, lebih mungkin untuk didiagnosis kanker payudara dan melewatkannya saat pemeriksaan.

Bekerja sama dengan Cancer Council Victoria dan BreastScreen Victoria, para peneliti di University of Melbourne menjadi pihak pertama yang mempelajari cara lain untuk menyelidiki risiko kanker payudara menggunakan mammogram.

Para peneliti menemukan dua ukuran baru untuk mengekstraksi informasi risiko dengan menganalisis gambar mammogram dari sejumlah besar wanita dengan dan tanpa kanker payudara pada program komputer: Cirrocumulus yang didasarkan pada area paling terang dan Cirrus yang merujuk pada tekstur.


Penggunaan Kecerdasan Buatan

Pada praktiknya, para peneliti menggunakan metode komputer semiotomatis untuk mengukur kepadatan payudara secara umum dan tingkat kecerahan lebih tinggi berturut-turut untuk membuat Cirrocumulus.

Mereka kemudian menggunakan kecerdasan buatan dan komputasi berkecepatan tinggi untuk mempelajari aspek tekstur mammogram yang memprediksi risiko kanker payudara dan menciptakan Cirrus.

Menggabungkan pengukuran Cirrocumulus dan Cirrus akan secara substansial meningkatkan prediksi risiko di luar semua faktor risiko lainnya yang telah diketahui.

 


Capaian Signifikan

Peneliti utama dan profesor di University of Melbourne, John Hopper, menyatakan bahwa penelitian mereka bisa menjadi yang paling signifikan sejak gen kanker payudara BRCA1 dan BRCA2 ditemukan 25 tahun lalu.

"Tindakan ini dapat merevolusi pemeriksaan mamografi dengan sedikit biaya tambahan, karena mereka hanya menggunakan program komputer," kata Hopper dikutip dari rilis pers via Eurekalert, Rabu (29/12/2020).

Langkah-langkah baru ini, ujar Hopper, juga dapat digabungkan dengan beberapa faktor risiko lain yang dikumpulkan saat skrining.

"Misalnya, riwayat keluarga dan faktor gaya hidup, untuk memberikan gambaran yang lebih kuat dan holistik tentang risiko wanita," tutur Hopper.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya