Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan total aset keuangan syariah hingga per Oktober 2020 telah mencapai Rp1.741.87 triliun. Angka tersebut naik sekitar 21,18 persen dari periode sama tahun lalu.
"Ini tidak termasuk saham Syariah di mana tahun 2019 itu hanya 13,84 persen," kata dia dalam acara Sharia Business & Academic Sinergy, yang digelar virtual, Selasa (29/12/2020).
Advertisement
Dia merincikan untuk industri perbankan syariah mencapai Rp585,34 triliun, industri keuangan non bank (IKNB) syariah Rp112,16 triliun, dan pasar modal syariah mencapai sebesar Rp1.044,38 triliun.
Meski begitu, pangsa keuangan syariah masih tecatat kecil yakni hanya 9,79 persen. Padahal cita-cita atau target dari dulu mestinya bisa mencapai 20 persen.
"Ini adalah hal yang menjadi catatan kita bagaimana kita bisa menggenjot ini menjadi lebih besar lagi ke depan," sebutnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mencatat, total aset keuangan syariah di Tanah Air telah mencapai Rp1.710,16 triliun hingga September 2020. Di mana total aset tersebut tidak termasuk saham syariah, dengan market share mencapai sebesar 9,69 persen.
Adapun aset keuangan syariah tersebut meliputi aset perbankan syariah yaitu sebesar Rp575,85 triliun, industri keuangan bukan bank syariah sebesar Rp111,44 triliun dan pasar modal syariah sebesar Rp1.022,87 triliun.
"Selama tiga dasawarsa terakhir sejak berdirinya bank syariah pertama di Republik Indonesia yaitu pada tahun 1992, keuangan syariah berkembang cukup mengesankan," katanya dalam acara Sharia Business & Academic Sinergy, yang digelar virtual, Selasa (29/12).
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perkembangan Keuangan Syariah Harus Dibarengi dengan Permintaan Sektor Riil
Direktur Utama BRI Danareksa Sekuritas, Friderica Widyasari Dewi, mencermati perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Menurut peningkatan keuangan syariah harus dibarengi dengan permintaan dari sektor riil.
"Percuma kalau sektor keuangan maju tapi tidak ada permintaan dari sektor riilnya," kata Friderica dalam sesi webinar, Jumat (18/12/2020).
Namun, ia mengapresiasi langkah pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia (BI) yang mendorong pertumbuhan ekonomi syariah berbasis Halal Value Chain. Kehadiran produk-produk halal seperti baju dan hijab hingga wisata halal dinilainya akan semakin meningkatkan demand keuangan syariah.
Lebih lanjut, Friderica menceritakan sedikit pengalamannya saat menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia (BEI). Dia mengatakan, produk ekonomi syariah dalam bentuk saham dulu sulit melakukan penetrasi selama 10 tahun lalu.
"Jadi dulu kalau kita bicara pasar modal di Indonesia itu agak susah penetrasinya. Kita ingat dulu pernah ada satu masa jumlah investor kita mandek di 250 ribu orang. Itu enggak berubah-ubah, mungkin satu dasawarsa enggak berubah," ungkapnya.
"Kemudian kebetulan saya bertugas sebagai Direktur Pengembangan Bisnis, kita roadshow dari Aceh sampai ujung timur Indonesia. Kita lihat problem yang harus diselesaikan adalah isu mengenai halal atau tidaknya, syariah atau tidaknya investasi di pasar modal Indonesia," tambahnya.
Oleh karenanya, BEI kemudian mengajak Dewan Syariah Nasuional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) untuk menerbitkan fatwa Nomor 80 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek.
"Kita terus kerja nih, brokernya gimana? Broker diciptakan sistem online trading syariah. Kemudian sentral kustodinya sudah dapat fatwa nomor 124. Saham-sahamnya sudah ada pilihan saham masuk daftar syariah," tuturnya.
"Jadi dipastikan kalau dari hulu ke hilir seseorang ingin memastikan investasinya syariah, itu sudah bisa," tandas Friderica.
Advertisement