Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekosistem fintech (financial technology) di Indonesia tidak dimungkiri terus meningkat. Terlebih di kondisi pandemi Covid-19 ini, akselerasi pemanfaatan layanan digital kian banyak diadopsi masyarakat.
Melihat kondisi ini, Indonesia Fintech Society (IFSoc) pun memaparkan sejumlah capaian fintech di Tanah Air sepanjang 2020. Tidak hanya itu, IFSoc juga mengungkap proyeksi ekosistem fintech dalam negeri di 2021.
"Untuk tahun ini, ada tiga hal momentum mengenai pemanfaatan fintech di Indoneesia, yakni dalam kartu prakerja, pemanfaatan QRIS dalam inklusi keuangan, dan target inklusi keuangan pada 2024," tutur anggota Steering Commitee IFSoc, Hendri Saparini, dalam konferensi pers virtual, Selasa (29/12/2020).
Hendri menuturkan, IFSoc mengapreasiasi langkah Presiden Joko Widodo yang menetapkan target inkluasi keuangan 90 persen pada 2024. Untuk informasi, indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2019 masih 76 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura (98 persen), Malaysia (85 persen), dan Thailand (82 persen).
Baca Juga
Advertisement
Selain capaian tersebut, IFSoc juga menyorot sejumlah hal yang dapat dijadikan masukan bagi pemerintah untuk mendukung perkembangan fintech di Indonesia. Salah satunya, menurut Hendri, pemerintah perlu menyiapkan strategi inovatif untuk melakukan pemerataan literasi keuangan dan akses layanan fintech.
Di samping itu, IFSoc menilai kolaborasi pemerintah, perbankan, dan pelaku industri fintech dapat berpotensi mendorong adopsi layanan keuangan digital secara masif sekaligus meningkatkan tingkat inkulasi keuangan secara signifikan.
"Untuk itu, kami mendukung perlu adanya kebijakan akomodatif, yakni kebijakan yang dapat mengakselerasi," tutur Hendri melanjutkan. Tidak hanya itu, catatan lain dari IFSsoc adalah ekosistem fintech turut mendorong akselerasi penetrasi pasar SBN ritel, terutama di masa pandemi.
Proyeksi IFSoc untuk Industri Fintech di Indonesia pada 2021
Sementara untuk proyeksi industri fintech di Indonesia, anggota Steering Committee IFSoc, Yose Rizal Damuri menuturkan ada beberapa hal yang menjadi perhatian. Salah satunya adalah pentingnya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Seperti diketahui, digital economy sudah berkembang seperti sekarang, sehingga risikonya semakin besar. Karenanya, RUU PDP itu harus sangat jelas," ujar Yose yang juga dikenal sebagai ekonom CSIS ini.
Selain itu, UU PDP bisa menjadi kunci bagi Indonesia memiliki arahan yang jelas mengenai cross border data flow. Sebab, menurut Yose, ekonomi digital sering kali tidak memiliki batas, termasuk arus data dari satu negara ke negara lain.
"Karenanya, IFSoc berharap (UU PDP) bisa diselesaikan, disahkan, dan diimplementasikan secepat mungkin," ujarnya melanjutkan. Selain itu, IFSoc juga memprediksi bank digital di tahun depan juga akan berkembang pesat.
Bank digital ini, Yose menuturkan, tidak hanya dilakukan oleh pelaku perbankan besar, melainkan juga startup yang mulai masuk area digital banking. Oleh sebab itu, IFSoc menilai ada urgensi kebijakan untuk bank digital.
Bank digital sendiri dinilai dapat mempercepat penetrasi dan menjangkau populasi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan, sekaligus memperluas inklusi keuangan.
"Kami percaya ada regulasi yang akan dikeluarkan, tapi regulasi yang mengedepankan aspek manajemen risiko dan tata kelola prudent pada tempatnya, sebab kami tetap ingin ada keseimbangan antara inovasi, inklusi keuangan, dan perlindungan konsumen," ujar Jose.
Advertisement
Peningkatan P2P Lending
Selain itu, IFSoc juga memproyeksikan penyaluran pinjaman peer-to-peer lending (P2P lending) juga akan meningkat. OJK sendiri juga diketahui tengah menyusu peraturan baru terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) atau P2P lending untuk merevisi peraturan sebelumnya.
IFSoc pun berharap peraturan OJK yang baru ini dapat lebih menjamin pemenuhan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dan di saat yang sama dapat mendorong inovasi sekaligus mendorong pertumbuhan layanan keuangan digital.
Lalu untuk di bidang pemerintah, ada Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETP) dan Modul Penerimaman Negara Generasi Ketiga (MPN-G3). Menurut IFSoc, sistem ini muncul mengingat ada perubahan pola interaksi masyarakat yang cenderung mengurangi kontak, termasuk dalam bertransaksi.
Oleh sebab itu, fintech dapat menjawab kebutuhan teknologi yang harus diterapkan pada ETP dan MPN-G3. Memanfaatkan teknologi ini, diharapkan ada peningkatan pendapatan negara dan kualitas layanan publik, termasuk kecepatan transaksi keuangan, transparansi, dan mencegah kebocoran penerimaan negara.
Terakhir, fintech juga masih dapat dimanfaatkan untuk mendistribusikan bantuan sosial, seperti yang yang terjadi saat ini. Mulai dari insentif program Kartu Prakerja dan dapat dikembangkan untuk skema bantuan sosial murni.
(Dam/Ysl)