Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB, Sahminudin berpandangan, kretek sebagai salah satu warisan budaya Nusantara keberadaannya akan diberangus oleh rezim farmasi global karena dinilai merugikan kesehatan.
Padahal, kata dia, berbicara soal kretek adalah bicara mengenai tembakau, cengkih, dan saus. Berbicara kretek adalah berbicara kedaulatan bangsa.
Advertisement
"Kretek itu, kan, produk yang di dalamnya ada cengkih. Kemudian merujuk ke tradisi, kretek itu sudah sangat lama. Dan jangan lupa awal ditemukan kretek juga dipakai sebagai obat untuk sakit nafas," jelas dia di Jakarta, Senin (31/5/2021).
Menurut Sahminudin, kelompok anti kretek, bertujuan mendeligitimasi kretek sebagai bagian budaya atas pesanan pihak asing. Karena itu, dia mendesak Negara hadir untuk menyelamatkan petani tembakau dengan membuat kebijakan yang mendukung kelangsungan hidup petani tembakau.
“Sudah saatnya pemerintahan Presiden Joko Widodo berkomitmen membuat regulasi yang benar-benar melindungi sektor pertembakauan, dan bersikap tegas terhadap tekanaan asing yang mengintervensi kelangsungan komoditas strategis tembakau sehingga kemandirian bangsa terjaga,” tegasnya.
Dia mengingatkan pemerintah bahwa agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang digawangi oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), akan ditolak keras oleh kaum petani tembakau. "Kami tidak akan tinggal diam apapun resikonya, kami tetap menolak FCTC. FCTC diibaratkan makanan yang tidak cocok bila di makan di negara ini," cetus dia.
Ia juga mengkhawatirkan nasib para petani tembakau pasca kenaikan cukai rokok oleh pemerintah, yang berlaku awal tahun 2021.
"Pemberlakukan kenaikan cukai rokok menjadi masa depan suram para petani emas hijau, khususnya di Lombok, yang selama ini menjadi kontributor paling besar penyediaan bahan baku rokok nasional," tandasnya.
Kenaikan cukai rokok ini otomatis akan mengurangi tingkat konsumsi rokok nasional. Permintaan rokok berkurang, kebutuhan bahan baku (tembakau) yang diminta oleh perusahaan untuk produksi rokok juga pastinya menurun.
Jika dihitung ke batang rokok, sampai 31 Desember 2020 sama dengan 63 miliar batang dari pembuatan 63,33 miliar batang. Dari hitungan diatas, maka dapat dibuat rumusan bahwa setiap kenaikan cukai 1 persen, akan terjadi penurunan 2,74 miliar batang, atau turun 33, 81 persen.
"Dengan kenaikan cukai 12,5 persen, maka angka penurunan penjualan rokok 2021 turun 34,25 miliar batang, atau pengurangan permintaan tembakau mencapai 34 ribu ton untuk tahun 2022. Jadi total penurunan permintaan tembakau 2021+2022 = 63 ribu ton + 34 ribu ton = 97 ribu ton," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Intervensi Kesehatan Rokok
Peneliti senior Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menilai rezim kesehatan pemerintah yang mengintervensi industri pertembakauan atau industri rokok serupa dengan penanganan Covid-19.
Menurutnya intervensi kesehatan rokok dibuat seperti terjadi epidemic, dimana rokok diibaratkan penyakit dengan sumbernya yakni produksi rokok ingin dipangkas habis.
Daeng mensinyalir aktor dibalik intervensi industri rokok adalah Badan Kesehatan Dunia (WHO), yang membuat kerangka aturan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
"Hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi FCTC, namun penerapan pembatasan tembakau di Indonesia mengadopsi penuh klausul-klausul yang ada dalam FCTC," kata Daeng.
Sementara itu, anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo berpendapat, ada ketidakberpihakan pemerintah terhadap industri kretek nasional.
Di satu sisi, pemerintah memeras industri kretek nasional untuk kepentingan kesehatan. Di lain sisi, Pemerintah tidak memberikan payung hukum bagi perlindungan petani tembakau dan industri kretek nasional.
Politisi senior Partai Golkar itu menegaskan tuduhan yang dilakukan kelompok anti tembakau adalah untuk kepentingan mereka, apalagi ada sponsor dari Bloomberg Initiative yang ingin mematikan kemandirian industri kretek nasional dan menggantikan dengan konsep lain dari kelompok anti tembakau.
"Dengan adanya berbagai kampanye anti tembakau, kita tidak boleh berhenti dan tetap semangat agar sektor pertembakauan bisa dibuatkan payung hukum yang kuat untuk melindungi semua pihak," tukas Firman.
Advertisement