Jelang Akhir Tahun 2020, Rupiah Menguat ke 14.082 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.082 per dolar AS hingga 14.115 per dolar AS.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Des 2020, 10:35 WIB
Petugas menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di Jakarta, Senin (9/11/2020). Rupiah dibuka di angka 14.172 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.210 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Rabu ini. Terdapat sentimen positif global yang mendorong rupiah yaitu stimulus fiskal AS.

Mengutip Bloomberg, Rabu (30/12/2020), rupiah dibuka di angka 14.115 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.130 per dolar AS. Menjelang siang, rupiag terus menguat ke 14.082 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.082 per dolar AS hingga 14.115 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih bergerak melemah 1,79 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.105 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.169 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada perdagangan akhir tahun berpotensi ditutup menguat didukung sentimen positif global.

"Nilai tukar rupiah kemungkinan masih bisa menguat di akhir tahun ini, masih karena sentimen positif dari eksternal yaitu rilis stimulus fiskal AS dan prospeknya serta optimisme kesepakatan Brexit," kata Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra dikutip dari Antara.

Ariston menuturkan indeks dolar AS pagi ini juga terlihat melemah dan kembali masuk ke kisaran 89.

Menurut Ariston, pasar masih berekspektasi bahwa AS akan merilis stimulus fiskal lagi tahun depan untuk mendorong pemulihan ekonomi AS yang masih tertekan karena pandemi.

"Meskipun vaksin sudah mulai disuntikkan, tapi distribusinya belum merata dan meluas sehingga kasus penularan virus masih tinggi di AS. Jadi selama pandemi belum berakhir, pemerintah bakal mendorong program-program stimulus," ujar Ariston.

Ariston memperkirakan pada hari ini rupiah bergerak di kisaran 14.080 per dolar AS hingga 14.120 per dolar AS.

Saksikan video pilihan berikut ini:


BI Prediksi Rupiah Bakal Terus Menguat

Aktivitas penukaran uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing PT Ayu Masagung, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Nilai tukar Rupiah pada Kamis (19/3) sore ini bergerak melemah menjadi 15.912 per dolar Amerika Serikat, menyentuh level terlemah sejak krisis 1998. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencermati nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat. Hal ini didukung oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar rupiah pada 18 November 2020 menguat sebesar 3,94 persen point to point dibandingkan dengan level akhir Oktober 2020.

"Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada bulan sebelumnya sebesar 1,74 persen point to point atau 0,67 persen secara rata-rata dibandingkan dengan tingkat September 2020," jelasnya dalam sesi teleconference, pada Kamis 19 November 2020.

Menurut dia, selain karena peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik, penguatan rupiah juga terjadi seiring dengan turunnya ketidakpastian pasar keuangan global, seeta persepsi positif terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik.

Dengan perkembangan ini, Perry mencatat, rupiah sampai dengan 18 November 2020 terdepresiasi sekitar 1,33 persen secara year to date jika dibandingkan akhir 2019 lalu.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang bahwa penguatan nilai tukar rupiah berpotensi berlanjut seiring dengan levelnya yang secara fundamental masih undervalued," ujar Perry

"Hal ini didukung oleh defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko di Indonesia yang menurun, dan likuiditas global yang besar," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya