Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi melarang seluruh kegiatan dan atribut Front Pembela Islam atau FPI mulai Rabu, 30 Desember 2020. FPI dianggap bubar pada 21 Juni 2019.
Larangan terkait FPI itu tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) Kementerian dan Lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan tertanggal 30 Desember 2020.
Advertisement
Usai larangan dikeluarkan pemerintah, beragam tanggapan dari berbagai pihak pun bermunculan. Salah satunya dari Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah.
Menurut PP Muhammadiyah, pembubaran FPI tak bisa dimaknai sebagai tindakan pemerintah yang anti terhadap Islam. Karena itu, masyarakat diminta tak merespons pembubaran FPI secara berlebihan.
"Masyarakat tidak perlu menyikapi dan bereaksi berlebihan. Yang dilakukan Pemerintah bukanlah tindakan anti-Islam. Tapi menegakkan hukum dan peraturan," Abdul Mu'ti lewat unggahan di jejaring sosial Instagram pribadinya @abe_mukti, Rabu, 30 Desember 2020.
Sementara itu, pengamat hukum Hadi Purwanto mengapresi tindakan tegas pemerintah yang resmi melarang seluruh kegiatan dan atribut FPI.
"FPI telah diberikan kesempatan cukup lama untuk memperbaiki dirinya. Pemerintah tidak semena-mena melakukan pelarangan. Semua berdasarkan tahapan hukum yang ada. Namun, FPI sendiri yang tidak memperbaiki sikap dan arogan menantang hukum," ungkap Hadi.
Berikut beragam tanggapan usai pemerintah resmi melarang seluruh kegiatan dan atribut FPI dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PKS dan Gerindra
Menanggapi pelarangan seluruh kegiatan FPI, Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf menyebut pembubaran organisasi yang didirikan Muhammad Rizieq Shihab itu mencederai amanat reformasi.
"Langkah pembubaran ormas seperti ini menunjukkan langkah mundur dan menciderai amanat reformasi yang menjamin kebebasan berserikat," kata Bukhori saat dikonfirmasi, Rabu, 30 Desember 2020.
Menurut Bukhori, pelarangan FPI lebih karena ormas itu berseberangan arah politik dengan pemerintah.
"Sebagai penguasa kan sangat leluasa menetapkan apa saja bagi ormas atau perkumpulan ketika berbeda arah politik, khususnya (dilarang) sejak peppu UU Ormas, tetapi ini semua tetap bentuk langkah mundur," kata dia.
Menurut Bukhori, tindakan FPI yang dianggap melanggar seharusnya ditindak atau dihukum sesuai aturan dan tidak langsung dibubarkan. “ Benar sekali, tidak langsung dibubarkan,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman mempertanyakan keputusan pembubaran yang menurutnya tidak dilaksanakan sesuai dengan mekanisme Perundang-undangan.
"Apakah Pembubaran FPI ini sudah dilakukan sesuai mekanisme UU Ormas, khususnya Pasal 61 yang harus melalui proses peringatan tertulis , penghentian kegiatan dan pencabutan status badan hukum," ucap Habiburokhman.
Selain itu, Habiburokhman juga mempertanyakan apakah pemerintah sudah melakukan konfirmasi langsung pada FPI terkait tuduhan-tuduhan yang ditujukan pda FPI
"Soal keterlibatan anggota FPI dalam tindak pidana terorisme misalnya, apakah sudah dipastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan mengatas-namakan FPI. Sebab jika hanya oknum yang melakukannya, tidak bisa serta-merta dijadikan legitimasi pembubaran FPI. Kita bisa mengacu pada kasus kader partai politik yang ditangkap karena Tipikor, tidak bisa dikatakan bahwa partainya yang melakukan korupsi dan harus dibubarkan," tambahnya.
Habiburokhman mengatakan, pihaknya tetap beranggapan, pemerintah tetap harus mengikuti hukum yang berlaku dalam memutuskan melarang kegiatan organisasi tertentu.
"Kami sepakat dengan semangat pemerintah agar jangan ada organisasi yang dijadikan wadah bangkitnya radikalisme dan intoleransi, namun setiap keputusan hukum haruslah dilakukan dengan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku," tandas dia.
Advertisement
Golkar, NasDem, dan PDIP
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai, dasar hukum pemerintah melarang kegiatan ormas FPI sudah cukup kuat. Ace mengatakan, sudah jelas bagaimana rekam jejak FPI selama ini.
"Saya kira pemerintah memiliki kewenangan dan memiliki dasar hukum yang kuat dalam melarang aktivitas organisasi FPI. Kita semua sudah tahu rekam jejak FPI selama ini," ujar Ace.
Ace mengutip Perppu Ormas Pasal 59 ayat (3). Disebutkan, organisasi kemasyarakatan dilarang melakukan tindak permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan, melakukan penyalahgunaan, penistaan atau penodaan agama, melakukan tindak kekerasan dan mengganggu ketertiban umum, hingga melakukan kegiatan yang menjadi kewenangan penegak hukum.
Selain itu, pasal 61 juga menyebutkan sanksi tegas. Mulai dari peringatan tertulis, penghentian aktivitas, hingga pencabutan izin badan hukum ormas yang melanggar.
Sehingga, Ace menyimpulkan dasar hukum itu sudah jelas dipakai pemerintah untuk melarang FPI.
"Jadi, kebijakan Pemerintah ini jelas memiliki landasan hukumnya," kata pimpinan Komisi VIII DPR RI ini.
Dalam pertimbagan Surat Keputusan Bersama (SKB) juga jelas dibeberkan pemerintah pelanggaran dalam rekam jejak FPI. Misalnya dugaan keterlibatan anggota FPI dalam tindak pidana terorisme hingga melakukan sweeping di masyarakat.
"Soal keterlibatan beberapa anggotanya ke dalam tindakan terorisme, melakukan sweeping yang berarti telah memposisikan dirinya sebagai penegak hukum, melakukan tindakan kekerasan dan lain-lain," jelas Ace.
Senada, politikus Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Irma Suryani Chaniago juga mengatakan keputusan tegas pemerintah terkait FPI sudah lama ditunggu masyarakat.
"Sikap tegas pemerintah ini sudah lama ditunggu rakyat Indonesia yang cinta damai dan berprinsip NKRI," kata Irma.
Irma mengajak masyarakat yang sempat bergabung dengan FPI agar menebarkan kebaikan tanpa membuat gaduh. Dia yakin dakwah dengan cara-cara santun akan lebih diterima masyarakat. Irma berharap tidak ada lagi provokasi, intimidasi, dan radikalisme.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily meyakini pemerintah memiliki kewenangan dan memiliki dasar hukum yang kuat melarang aktivitas organisasi FPI.
"Kita semua sudah tahu rekam jejak FPI selama ini, ucap dia.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan mengatur soal keberadaan organisasi kemasyarakatan. Pasal 59 Ayat (3) menyebutkan ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
Ormas dilarang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal selanjutnya, kata dia, terutama pasal 61 disebutkan sanksi tegas dari mulai peringatan tertulis, penghentian aktivitas sementara hingga pencabutan izin badan hukum terhadap ormas yang melanggar ketentuan itu. Dalam konsideran Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan pemerintah sudah jelas rekam jejak FPI yang melanggar peraturan.
"Jadi, kebijakan pemerintah ini jelas memiliki landasan hukumnya. Soal keterlibatan beberapa anggotanya dalam tindakan terorisme, melakukan sweeping yang berarti telah memposisikan dirinya sebagai penegak hukum, melakukan tindakan kekerasan dan lain-lain," pungkas Ace.
Sedangkan Wakil Sekretaris Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa Maman Imanulhaq mengatakan, langkah pemerintah membubarkan FPI semata-mata untuk mengembalikan posisi Islam yang moderat, Islam yang toleran, dan Islam yang ramah.
"Tentu PKB mendukung langkah tersebut, tetapi juga mengingatkan agar para dai dan juga pendukung FPI tetap bekerja menjalankan amar maruf dan nahi munkar. Hanya saja strategi dan caranya saja yang perlu diubah," jelas Maman.
Begitu pula dengan PDIP yang mendukung dengan pelarangan segala kegiatan FPI. Hal itu disampaikan Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah.
"Kami mendukung penuh langkah pemerintah melarang kegiatan dan aktivitas FPI. Saya yakin ini sudah melalui pertimbangan yang sangat masak dan telah melalui kajian hukum yang matang," kata Ahmad Basarah.
Dalam pertimbangannya, pemerintah menjelaskan bahwa anggaran dasar FPI bertentangan dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Selain itu, FPI juga acap kali mengambil alih peran negara dengan melakukan serangkaian kegiatan polisional. Misalnya melakukan sweeping yang dalam praktiknya kerap dibarengi dengan serangkaian aksi kekerasan.
"Bahkan, dalam sebuah video yang sempat viral dan ditayangkan juga dalam konferensi pers pemerintah saat pengumuman pelarangan aktifitas FPI ini, terlihat jelas FPI secara terbuka menyatakan dukungan terhadap perjuangan ISIS", ucap dia.
"Dengan semua pertimbangan sosial, politik, juga hukum tadi, saya menilai keputusan pemerintah sudah tepat menghentikan segala kegiatan FPI," jelas Basarah.
PP Muhammadiyah
PP Muhammadiyah turut merespons pembubaran FPI. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menuntut pemerintah berlaku adil, bukan hanya tegas terhadap FPI dan melempen kepada ormas lain.
"Meski demikian, Pemerintah juga harus adil. Jangan hanya tegas kepada FPI. Kalau ternyata ada Ormas lain yang tidak memiliki SKT, Ormas itu juga harus ditertibkan," tulis Abdul Mu'ti lewat unggahan di jejaring sosial Instagram pribadinya @abe_mukti.
Dia meminta, jika terdapat ormas di luar FPI yang dalam kegiatannya dianggap meresahkan masyarakat, maka pemerintah juga harus bisa bertindak tegas. Menurut Mu'ti hukum harus ditegakkan terhadap semua pihak tanpa pandang bulu.
"Demikian halnya kalau ada ormas yang kegiatanya meresahkan masyarakat, suka melakukan sweeping, dan main hakim sendiri. Semua harus ditindak tegas. Hukum harus ditegakkan pada semuanya," pintanya.
Mu'ti juga mempertanyakan mengapa keputusan pembubaran FPI baru diumumkan sekarang. Padahal menurut Mu'ti jika alasan pembubaran lantaran FPI sudah tak memiliki surat keterangan terdaftar (SKT), maka FPI telah ilegal sejak 2019 silam.
"Kalau alasan pelarangan FPI karena tidak memiliki izin atau surat keterangan terdaftar (SKT) sudah habis masa berlaku, maka organisasi itu sudah dengan sendirinya dapat dinyatakan tidak ada atau ilegal. Jadi, sebenarnya Pemerintah tidak perlu membubarkan karena secara hukum sudah bubar dengan sendirinya. Cuma masalahnya kenapa baru sekarang?," tanyanya.
Mu'ti mengimbau publik tak merespons berlebihan kabar soal pembubaran ormas Islam yang dipimpin Rizieq Shihab itu. Ia menegaskan bahwa pembubaran FPI tak bisa dimaknai sebagai tindakan pemerintah yang anti Islam.
"Masyarakat tidak perlu menyikapi dan bereaksi berlebihan. Yang dilakukan Pemerintah bukanlah tindakan anti Islam. Tapi menegakkan hukum dan peraturan," imbaunya.
"Yang penting Pemerintah berlaku adil. Jangan hanya tegas dan keras kepada FPI, tapi membiarkan Ormas lain yang tidak memiliki SKT atau melakukan kegiatan yang meresahkan. Tegakkan hukum dan keadilan untuk semua," tegas Mu'ti.
Advertisement
Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Kommas HAM) belum bisa memberi tanggapan terkait pembubaran dan pelarangan aktivitas organisasi FPI dalam bentuk apapun, yang sebagaimana diumumankan pemerintah.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan pihaknya belum menerima dan mempelajari kebijakan Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri dan lembaga yang menyatakan FPI sebagai organisasi terlarang.
"Ini kan baru pengumuman baru, jadi kami belum membaca apa dan bagaimana isi dari keputusan itu," kata Taufan saat konferensi pers secara daring.
Menurutnya, Komnas HAM harus memahami dan mempelajari terkait surat SKB yang membubarkan FPI tersebut. Telebih saat ini Komnas HAM sedang fokus dalam penyelidikan terkait insiden penembakan yang menewaskan enam Anggota FPI oleh polisi, di Tol Jakarta Cikampek beberapa waktu lalu.
"Komnas HAM perlu membaca dulu, mempelajari dulu hal ini dan tentu saja juga harus cermat. Apalagi saat ini kami sedang melakukan penyelidikan yang ada kaitan dengan peristiwa FPI," ujarnya.
Oleh karena itu, ia berjanji akan memberikan tanggapan dalam beberapa waktu ke depan terhadap pembubaran FPI. Setelah Komnas HAM mempelajari kebijakam pemerintah tersebut.
"Jadi saya kira, perlu waktu bagi kami untuk membaca lebih lengkap untuk mempelajari dan kemudian memberikan satu pernyatan bagaimana sikap Komnas HAM. Terhadap ke kebijakan yang baru saja dikeluarkan pemerintah baru ini," jelas dia.
Bamusi
Sekretaris Umum Bamusi Nasyirul Falah Amru atau Gus Falah menyatakan, keputusan pemerintah soal pelarangan itu patut diapresiasi, sebab FPI selama ini dikenal kerap melakukan hal yang bersifat provokatif.
"Bamusi menilai FPI selama ini kerap melakukan hal-hal yang bersifat provokatif dan mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara," ujar Gus Falah.
FPI juga dinilai sering melakukan hal yang tidak mencerminkan keislaman dan keteduhan di masyarakat. Gus Falah mengatakan, organisasi yang dipimpin Rizieq Shihab itu kerap melakukan sweeping, razia, dan tindakan provokatif.
"Organisasi yang kerap melakukan hal-hal tersebut memang tidak layak untuk hidup dan berkembang di negara kita tercinta. Ormas apapun yang bersifat premanisme dan mengancam kebhinekaan kita, memang sepantasnya dilarang Pemerintah," ujar Gus Falah.
Karena itu Bamusi sangat mengapresiasi Pemerintah yang tegas melarang FPI. Pelarangan FPI, dinilai sebagai momentum yang sudah sejak lama ditunggu oleh semua pihak yang mencintai Pancasila, kebhinekaan, dan keutuhan NKRI.
"Semoga pelarangan FPI ini bisa membuat stabilitas bangsa dan negara ini menjadi lebih baik, apalagi kita sedang berjuang menghadapi pandemi Covid-19," ujar Gus Falah.
Advertisement
SOKSI
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depinas SOKSI) Mukhamad Misbakhun mengapresiasi langkah pemerintah membubarkan FPI sekaligus melarang segala aktivitasnya.
Anggota DPR dari Partia Golkar itu menegaskan, Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri, Menkum HAM, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang melarang FPI beserta segala simbol, atribut, dan aktivitasnya merupakan bukti kehadiran negara dalam mempertahankan kepentingannya sesuai konstitusi.
"Kami mengapresiasi keputusan pemerintah yang tegas dalam mengambil sikap dan teguh dalam menegakkan aturan lewat keputusan pembubaran DPI dan pelarangan kegiatannya. Negara mempunyai legitimasi dan alasan yang konstitusional untuk mengeluarkan keputusan terkait FPI demi melindungi kepentingan negara," ujar Misbakhun melalui siaran pers.
Lebih lanjut, Misbakhun menyatakan, Indonesia adalah negara hukum. Menurutnya, rakyat Indonesia sudah lama menjadi saksi sekaligus memendam keinginan agar hukum ditegakkan sebenar-benarnya.
Oleh karena itu, sambung Misbakhun, semua pihak harus taat pada hukum. "Memasang baliho sekalipun ada hukum serta aturannya, tidak boleh seenaknya. Maka ketika negara melakukan kewajibannya menegakkan hukum, semua rakyat harus Indonesia mendukungnya," tuturnya.
Misbakhun menegaskan, seharusnya FPI sudah sejak awal diperlakukan sesuai hukum. Menurutnya, ketegasan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang FPI beserta aktivitasnya dalam rangka penegakan hukum akan menjadi catatan sejarah yang positif.
"Rakyat akan memuji bagaimana ketegasan pemerintahan Pak Jokowi menegakkan hukum serta aturan sesuai Pancasila dan konstitusi. Para founding fathers (pendiri bangsa) kita sudah menegaskan Indonesia berdiri di atas Pancasila dan UUD 1945, itulah fondasi bagi NKRI," sambungnya.
Selain itu Misbakhun juga menyatakan, Pancasila yang memuat kehidupan berbangsa telah menjadi kesepakatan seluruh warga negara Indonesia sejak dahulu. Prinsip ini sudah sejak awal menjadi penjaga sekaligus pemersatu dari keberagaman yang memang hidup diantara warga negara selama ini.
"Sehingga ketika ada individu atau sekelompok orang yang berusaha merusak keberagaman yang selama ini hidup dengan baik, dan bahkan berusaha berada di atas hukum negara, maka itu sama saja dengan berusaha merusak fondasi bernegara yang sudah disepakati bersama hingga saat ini," tegasnya.
Misbakhun juga mengharapkan pelarangan terhadap FPI akan membuat kehidupan keagamaan dan keberagaman di Tanah Air menjadi lebih toleran. "Kehidupan kebangsaan dan kenegaraan juga akan lebih baik tanpa FPI," harapnya.
Namun, Misbakhun juga mendorong pemerintah tidak sebatas melarang FPI. Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu juga mengingatkan pemerintah merangkul seluruh warga negara yang selama ini telanjur bergabung dengan FPI.
"Kami justru menyarankan agar ada upaya intensif pemerintah untuk mengajak warga negara khususnya anak-anak muda yang telanjur bergabung dengan FPI bisa berkarya dengan cara yang benar sesuai aturan hukum yang ada, bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungannya, masyarakat, dan negaranya, serta menjadi pribadi yang lebih toleran dan inklusif," jelas Misbakhun.
Lemkapi
Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) menilai kebijakan pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama enam menteri dan lembaga terkait pembubaran dan larangan kegiatan FPI sudah tepat. Sebab, FPI dinilai kerap mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
"Kami hormati putusan pemerintah yang membubarkan FPI. Selama ini, kami melihat banyak kegiatan FPI yang cendrung mengganggu kamtibmas. Tentu itu menjadi pertimbangan pemerintah dalam memutuskan untuk membekukan FPI," kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Saputra Hasibuan dikutip dari Antara.
"Kami juga selama ini melihat izin operasional FPI sejak 2019 tidak diperpanjang karena ada persyaratan pemerintah tidak dipenuhi," sambungnya.
Edi menilai keputusan ini juga membuat preseden agar masyarakat tidak membuat ormas yang bertentangan dengan aturan yang ada.
Dia menilai, pemerintah sebagai representasi negara perlu memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat.
"Yang pasti negara ini, kan negara hukum. Jika ada tindakan ormas itu sulit dikendalikan dan tindakannya cenderung meresahkan masyarakat dan kerap melakukan pelanggaran hukum, tentu keberadaan ormas yang bersangkutan tidak bisa ditoleransi," katanya.
Edi juga meminta Polri menjadikan SKB itu sebagai dasar hukum untuk melakukan tindakan di lapangan. Dia berharap Polri di bawah Jenderal Idham Azis tidak ragu menegakkan hukum.
"Rakyat butuh keamanan dan kenyamanan. Keberadaan FPI selama ini juga kerap membuat ketakutan dan kekhawatiran para investor berinvestasi di Indonesia. Kami melihat keputusan pemerintah sangat tepat. Kami yakin rakyat juga mendukungnya," tegas Edi Saputra.
Advertisement
Pengamat Hukum
Pengamat hukum Hadi Purwanto mengapresi tindakan tegas pemerintah melarang segala kegiatan FPI.
"FPI telah diberikan kesempatan cukup lama untuk memperbaiki dirinya. Pemerintah tidak semena-mena melakukan pelarangan. Semua berdasarkan tahapan hukum yang ada. Namun, FPI sendiri yang tidak memperbaiki sikap dan arogan menantang hukum," ungkapnya.
Hadi menegaskan, sedemikian banyak kasus yang dilakukan oleh FPI, bisa menjadi acuan bagi sikap tegas pemerintah yang melarang FPI untuk beraktivitas.
"Kasus kerusuhan Monas, sweeping ilegal, aksi kekerasan, persekusi umat beragama, sampai kasus keramaian di bandara, Megamendung, hingga kerumunan di Petamburan. Semua hal di atas adalah fakta jelas FPI tidak menghormati negara sebagai pemilik kekuasaan hukum," pandang Hadi.
Lebih lanjut, Deputi Advokasi DPP LIRA ini menjelaskan, bahwa semua ormas, LSM, organisasi apa pun haruslah taat dan patuh kepada aturan hukum yang berlaku.
"Pemerintah tidak membubarkan, karena secara status memang sudah bubar sendiri, sejak SKT Kemendagri mereka sendiri yang tidak diperpanjang sejak 2019. Artinya mereka memang sudah lama ilegal," tegasnya.
"Pelarangan FPI juga mengacu kepada putusan MK Nomor 83 PUU112013 23 Desember tahun 2014. Selanjutnya isi Anggaran Dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan," imbuh dia.
Tokoh masyarakat asal Tuban ini berpandangan, FPI berstatus sebagai ormas terlarang merupakan satu kemenangan untuk bangsa Indonesia.
"Ini merupakan harapan dari silent majority yang sebenarnya sudah lama berharap FPI dibubarkan," pujinya.
Terakhir, Hadi meminta kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu melakukan sesuatu berdasarkan aturan hukum.
"Hukum adalah panglima, cukuplah FPI menjadi satu contoh yang tidak boleh ditiru. Ribuan ormas yang ada di Indonesia pertanda kebebasan kita berhimpun sangat terjaga. Jangan pernah merasa lebih tinggi dari negara," pungkasnya.
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara dan Sekolah Tinggi Hukum Militer
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara dan Sekolah Tinggi Hukum Militer, AM Hendropriyono menilai FPI yang berdiri sejak 1998 sudah menjadi keprihatinan masyarakat karena sepak terjangnya.
Bahkan, menurut dia, Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga pernah ingin membubarkan FPI pada tahun 2008, namun keinginannya harus kandas.
Barulah Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri bersama Polri, Kejagung dan BNPT menjadikan FPI sebagai organisasi terlarang. Pembubaran ini juga mengacu pada bukti keterlibatan 37 anggotanya, dalam kegiatan terorisme.
"Artinya, jika ada organisasi lain yang menampung ex anggota FPI, maka organisasi tersebut juga dapat dikenakan sanksi yang sama," kata Hendropriyono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (31/12/2020).
Selain FPI, kata Hendropriyono, jika masih ada oknum yang ucapan atau tulisannya bernada menghasut, dengan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, maka dia dapat dikenakan sanksi karena tindak pidana terorisme.
"Sisi gelap apapun dari oknum tersebut dapat diangkat, ke tempat yang terang di ranah hukum. Kehidupan demokrasi harus diselamatkan oleh pemerintah, dengan cara membersihkan benalu-benalunya. Para benalu demokrasi adalah para provokator dan demagog, yang termasuk dalam kejahatan terorganisasi (organized crime)," tandas Hendro.
Advertisement