Konsumen Keluhkan Hilangnya Tahu dan Tempe di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta

Ketiadaan tahu dan tempe di pasaran merupakan imbas dari bentuk protes terhadap kenaikan harga kedelai dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram (kg).

oleh Mevi Linawati diperbarui 03 Jan 2021, 17:37 WIB
Pekerja merapikan tatakan di pabrik tahu tempe yang berhenti operasi di kawasan Duren Tiga, Jakarta, Sabtu (2/12/2021). Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia atau Puskopti DKI Jakarta mengumumkan menghentikan sementara proses produksi tempe dan tahu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Konsumen di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur mengeluhkan hilangnya stok tahu dan tempe di lapak pedagang dalam dua hari terakhir. Hal ini imbas mogok produksi di kalangan perajin kedelai.

"Sudah sejak tahun baru ini saja saya nggak ketemu lagi tahu dan tempe di pasar. Saya juga baru tahu hari ini kalau ada mogok kerja dari yang bikin (produsen)," kata salah satu konsumen tahu dan tempe, Nurohatun Hasanah (48) di Jakarta, Minggu (3/1/2021), seperti dikutip dari Antara.

Nurohatun selama ini membutuhkan 30 sampai dengan 40 kilogram tahu dan tempe untuk digoreng dan dijual di warteg kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.

Namun sejak komoditas berbahan baku kacang kedelai itu hilang dari pasaran, Nurohatun beralih menjual kentang goreng dan sayuran.

"Ada yang lain, misalnya ada kentang sayuran yang lain, kalau nggak ada tahu tempe. Saya baru tahu kalau katanya kacang kedelai lagi susah," kata dia.

Dia berharap, produsen kembali memasok tahu dan tempe sebab penggemar makanan tersebut cukup tinggi di warungnya.

"Namanya orang Indonesia kan favoritnya tahu tempe. Seharusnya walaupun mahal harus diadain biarpun mahal," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Pendapatan menurun

Pekerja merapikan tatakan di pabrik tahu tempe yang berhenti operasi di kawasan Duren Tiga, Jakarta, Sabtu (2/12/2021). Puskopti mengimbau kepada seluruh anggota untuk menaikkan harga jual tahu dan tempe minimal 20 persen dari harga awal untuk mengantisipasi kerugian. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Konsumen lainnya Windy (27) mengaku sudah dua hari terakhir tidak berjualan gorengan tempe dan tahu isi.

"Saya sering beli di pasar. Biasanya buat dagang gorengan, tapi dari tahun baru nggak ada. Biasanya ada aja pedagang yang nyetok, tapi kemarin nggak ada sama sekali, yang anterin juga nggak ada. Katanya kacangnya lagi mahal," katanya.

Windy mengaku mengalami penurunan pendapatan hingga separuh dari biasanya sejak tahu dan tempe hilang dari pasaran.

"Kalau jualan sih tetap, tapi kan saya nggak jual tahu dan tempe jadi pendapatan jadi turun sekitar setengahnya, karena dagangan nggak komplit," katanya.

Warga Pulogadung itu berpesan kepada produsen agar harga tahu tempe bisa stabil, namun kalaupun harus naik harganya tetap wajar dan bisa terjangkau.

"Walaupun harganya naik, yang penting ada. Yang penting naiknya terjangkau. pelanggan nanyain juga, padahal baru seminggu lalu toge gak ada di pasaran," katanya.

Secara terpisah Sekretaris Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Handoko Mulyo mengatakan ketiadaan tahu dan tempe di pasaran merupakan imbas dari bentuk protes terhadap kenaikan harga kedelai dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram (kg).

"Terhitung mulai 1 hingga 3 Januari 2021, kita stop produksi. Ada sekitar 5.000 pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memproduksi tahu dan tempe, sepakat untuk mogok produksi," katanya.

Dikatakan Handoko, setiap harinya produsen memasok kebutuhan tahu dan tempe di Jakarta sebanyak 500 hingga 600 ton.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya