Kemenkop UKM: 2020 jadi Tahun Terberat bagi UMKM

Pandemi Covid-19 menyebabkan guncangan serius bagi UMKM, baik dari sisi supply maupun demand dan hampir di semua sektor.

oleh Tira Santia diperbarui 04 Jan 2021, 12:05 WIB
Pekerja menyelesaikan pembuatan kue kering di Jakarta, Rabu (30/9/2020). Kemenkop UKM menyatakan realisasi penyaluran bantuan presiden (Banpres) produktif untuk UMKM senilai 2,4 juta/UKM hingga 21 September 2020 mencapai 5.909.647 usaha mikro atau sekitar 64,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Bidang Produktivitas dan Daya Saing Herustiati mengatakan, tahun 2020 ini merupakan tahun yang berat bagi UMKM. Pandemi Covid-19 menyebabkan guncangan serius bagi UMKM, baik dari sisi supply maupun demand dan hampir di semua sektor.

"Berbagai hasil survei dampak pandemi Covid 19 terhadap UMKM menunjukkan berbagai masalah pada setiap aspek bisnis," kata Herustiati, di Jakarta, Senin (4/1/2021).

Diantaranya aspek pemasaran (penurunan permintaan pelanggan, kesulitan berjualan secara daring), aspek produksi (terjadi kenaikan harga barang baku dan kesulitan mendapat bahan baku, aspek keuangan (kekurangan uang kas, dan adanya hutang atau kredit yang jatuh tempo).

Kata Herustiati, Pemerintah telah menyiapkan langkah kebijakan untuk mengatasi Covid-19, termasuk di bidang ekonomi untuk memperkuat pondasi keberlangsungan usaha koperasi dan UMKM (KUMKM) melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Kementerian Koperasi dan UKM meluncurkan berbagai program bantuan bersifat moneter, mulai dari BanPres Produktif Usaha Mikro, bantuan produktif untuk ultra-mikro dan mikro, restrukturisasi dan subsidi suku bunga kredit usaha mikro, restrukturisasi kredit untuk koperasi, hingga bantuan non-moneter seperti pendampingan UMKM," jelasnya.

Dalam hal pendampingan UMKM, lanjut Herustiati, KemenKopUKM bersinergi dan berkolaborasi dengan asosiasi, komunitas, akademisi, maupun Perusahaan Teknologi Indonesia.

Serta mengoptimalkan fungsi PLUT sebagai sarana pendampingan UMKM yang tersebar di 71 Kabupaten/Kota dengan jumlah pendamping 409 orang, untuk bersama-sama bergotong royong membantu UMKM.

Selain itu, strategi pendampingan UMKM di era pandemi covid19 difokuskan kepada pengembangan inovasi dan kreativitas, baik di level produk maupun pelayanan sesuai perubahan preferensi dan perilaku konsumen, dengan cara mereview proses bisnis dan memanfaatkan informasi Teknologi secara optimal.

"Tak lupa, kita akan mereview proses bisnis dan memanfaatkan Teknologi Informasi," pungkasnya.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


2 Target Besar Kementerian Koperasi dan UKM di 2021, Bisa Tercapaikah?

Pekerja menyelesaikan pembuatan kue kering di Jakarta, Rabu (30/9/2020). Kemenkop UKM menyatakan realisasi penyaluran bantuan presiden (Banpres) produktif untuk UMKM senilai 2,4 juta/UKM hingga 21 September 2020 mencapai 5.909.647 usaha mikro atau sekitar 64,50 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan 2 hal besar untuk sektor UMKM di 2021. Pertama adalah peningkatkan ekspor yang signifikan. Kedua masuk dalam rantai pasok nasional, regional dan global.

Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, dia target ini cukup berat untuk dicapai karena bersaing dengan produk luar negeri. Maka Indonesia harus punya persepsi yang sama bagaimana mengembangkan UMKM maju dan menjadi unggulan ekspor serta menjadi lokomotif reformasi ekonomi.

"Ekonomi yang stagnan pada ekspornya dan diharapkan ekspornya naik didorong oleh UMKM. Kalau UMKM tumbuh sekaligus akan menyelesaikan masalah redistribusi income,” kata Hanung, dalam keterangannya, Minggu (3/1/2021).

Faktanya saat ini kinerja ekspor UMKM Indonesia masih yang rendah, ranking ke-5 di ASEAN sebesar 14,37 persen terhadap kontribusi ekspor nasional. KemenKopUKM menargetkan kontribusi ekspor UMKM mencapai 21,6 persen pada 2024 dari 14,37 persen pada 2020. Dibandingkan negara China atau Singapura misalnya, lain, kontribusi UMKM terhadap ekspor negaranya sangat tinggi mencapai 60 persen (China) dan 40 persen (Singapura).

Fakta lainnya, keterlibatan UMKM pada rantai pasok juga masih minim hanya mencapai 6,3 persen dalam rantai nilai global.

"Rendahnya kinerja ekspor UMKM Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa tantangan, seperti akses terhadap informasi pasar sangat rendah, baru 16 persen UMKM yang terhubung dengan ekosistem digital," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya