Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 pada 2020 membuat sektor ekonomi di Indonesia menurun, tak terkecuali di pasar modal. Meski demikian, memasuki 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakin peningkatan di sektor ini akan terjadi.
Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam acara pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2021 secara virtual, Senin (4/1/2021).
"Untuk pasar modal IHSG indikatornya di atas 6.000 beberapa minggu yang lalu. Memang ada koreksi sedikit pada penutupan, yakni 5.979 atau kontraksi 5,09 persen, tapi itu tidak terlalu jelek bila dibandingkan negara tetangga," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Wimboh juga menyebut,kebijakan pemerintah memiliki peranan besar. Dalam pemaparannya Ia menyebut, transaksi investor ritel meningkat empat kali lipat, sehingga menjadi yang tertinggi di ASEAN.
Khusus investor pasar modal, tercatat mengalami kenaikan sebesar 56 persen bila dibanding tahun sebelumnya. Dari 3,88 juta investor, diketahui nvestor domestik milenial mendominasi hingga 54,79 persen.
"Penawaran umum di pasar modal tercatat 53 emiten baru dengan 51 perusahaan di bursa, ini merupakan tertinggi di ASEAN dengan nilai penghimpunan dana Rp118,7 triliun," ujarnya.
Pengakuan sebagai The Best Islamic Capital Market 2020 dan Global Islamic Finance Awards, melalui dukungan Roadmap Pasar Modal Syariah 2020-2024 juga diterima Indonesia.
Melihat hal ini, penggalangan dana melalui penawaran umum di tengah pandemi masih terjaga dengan baik.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Restrukturisasi Kredit
Walau demikian, restrukturisasi kredit sepanjang 2020 hanya mencatatkan angka 18 persen dari total kredit. Pencapaian tersebut tergolong rendah.
"Kita harapkan segera kembali bangkit, membaik dengan kebijakan yang terus kita bantu implementasinya. Bahkan apabila diperlukan kita lakukan kebijakan pendukung lainnya," ujar dia.
Memasuki 2021, Wiboh berharap ekonomi Indonesia akan semakin membaik, terlebih ada peraturan OJK nomor 11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercylical dampak penyebaran COVID-19 telah diperpanjang hingga 2022.
"Indonesia ini termasuk negara yang terimbas PDB-nya relatif kecil dibanding negara lain. Di sektor keuangan tidak terkecuali dengan berbagai kebijakan kita bisa menahan NPL kita hanya 3,18 persen dan likuiditasnya melimpah karena kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif," tutur dia.
Advertisement