Mentan Soal Harga Kedelai Mahal: Jadi Pelajaran Kekuatan Produksi Lokal Jadi Jawaban

Mentan Syahrul menilai bahwa harga kedelai di pasar dunia yang melonjak ini merupakan bagian dari kontraksi global.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Jan 2021, 16:45 WIB
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Dok Kementan

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo memastikan siap memasok kedelai dari produksi lokal. Ini sebagai respons melonjaknya harga kedelai di pasar dunia.

Harga kedelai saat ini melonjak hingga Rp 9.300 per kilogram dari harga tiga bulan lalu yang masih di kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kg, berdasarkan data Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo).

"Ini menjadi pelajaran untuk kita semua sehingga kekuatan (produksi) lokal dan nasional harus menjadi jawaban dari kebutuhan (kedelai) itu," kata Syahrul seperti melansir Antara, Senin (4/1/2020).

Syahrul menilai bahwa harga kedelai di pasar dunia yang melonjak ini merupakan bagian dari kontraksi global. Lonjakan harga kedelai dipengaruhi dari negara produsen utama, yakni Amerika Serikat.

Kementerian Perdagangan mencatat bahwa kenaikan harga kedelai dikarenakan kenaikan permintaan konsumsi dari China, negara importir kedelai terbesar dunia.

Indonesia yang menjadi negara importir kedelai terbesar setelah China, pun turut merasakan dampak dari kurangnya pasokan komoditas tersebut. Akibatnya, kenaikan harga kedelai itu menjadi beban bagi para perajin tahu dan tempe yang terpaksa harus meningkatkan harga jualnya.

Menyikapi hal tersebut, Syahrul menjelaskan bahwa Kementan telah berkoordinasi dengan integrator dan pengembang kedelai untuk menggenjot produksi dalam negeri.

Ia mengatakan bahwa setidaknya dibutuhkan waktu 100 hari dalam satu kali masa tanam dan panen kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produsen tahu dan tempe, Syahrul menyebutkan bahwa diperlukan dua kali masa tanam.

"Ini kan membutuhkan 100 hari minimal kalau pertanaman. Dua kali 100 hari bisa kita sikapi secara bertahap sambil ada agenda seperti apa mempersiapkan ketersediaannya. Kita juga bekerja sama dengan kementerian lain," kata Syahrul.

Saksikan Video Ini


Terkuak Biang Keladi Harga Kedelai Mahal yang Bikin Pengusaha Tahu Tempe Meradang

Pekerja menuang kedelai rebus saat proses pembuatan tahu di Jakarta, Senin (4/1/2021). Setelah melakukan mogok produksi selama 1 hingga 3 Januari 2021 akibat naiknya harga kacang kedelei impor, kini para perajin tahu mulai kembali beroperasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi mengungkapkan penyebab mahalnya harga kedelai. Kenaikan harga kedelai dipicu lonjakan harga kedelai di pasar internasional.

Lonjakan harga kedelai ini yang dikeluhkan pedagang tahu dan tempe dan membuat kenaikan harga pangan tersebut.

Pada Desember 2020, harga kedelai dunia tercatat sebesar USD 12,95 per bushels, naik 9 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat USD 11,92 per bushels.

Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar USD 461 ton, naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat USD 435 ton.

“Kenaikan itu berantai sebenarnya karena impor China lebih tinggi-tingginya jadi rebutan pasokan," jelas dia kepada Liputan6.com, Senin (4/1/2021).

Dia menuturkan jika selama ini, Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika Serikat dan Brazil. Indonesia masih membutuhkan impor kedelai dari Amerika dan Brazil untuk memenuhi kebutuhan nasional, salah satunya para perajin tahu dan tempe.

Amerika dan Brazil menjadi pengimpor kedelai terbesar ke Indonesia. Sebab selama ini, produksi kedelai dalam negeri sangat kecil, sekitar di bawah 10 persen.

"Pasti itu sudah suatu kepastian untuk bahan baku tempe tahu dan industri lainnya memerlukan impor,” kata Didi.

Dia menegaskan selama ini Amerika dan Brazil menjadi produsen kedelai terbesar. Meski pada tahun 2019-2020, produksi kedelai Brazil mampu melebihi produksi Amerika Serikat.

“Lalu dari Argentina juga ada pasokan kedelai, meskipun kedelai yang dihasilkan Argentina tidak sebesar Brazil dan Amerika Serikat. Untuk saat ini kita masih impor kedelai terutama dari Amerika Serikat dan Brazil,” ungkap dia.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya