Liputan6.com, Jakarta - Microsoft mempertimbangkan untuk menciptakan sebuah chatbot yang bisa berbicara seperti layaknya manusia.
Hal ini dimungkinkan dengan teknologi AI (artificial intelligence) alias kecerdasan buatan. Pasalnya AI bekerja dengan mempelajari banyak informasi kemudian mengambil keputusan berdasarkan informasi-informasi yang dipelajari.
Baca Juga
Advertisement
Meski sangat berguna dan objektif, hal ini ternyata juga bisa menakutkan. Microsoft berpendapat bahwa AI bisa dipakai untuk menyerupai seseorang. Bisa jadi juga orang yang sudah meninggal dunia.
Menurut informasi yang ditemukan oleh Protocol, Microsoft tengah mengajukan sebuah paten pada US Patent and Trademark Office, di mana perusahaan mempertimbangkan untuk membuat sebuah chatbot yang bisa berbicara dengan orang yang kita kenal, termasuk orang yang telah tiada.
Tentunya, bicara dengan 'orang yang sudah meninggal' secara online mungkin bisa jadi sebuah cara untuk nostalgia.
Informasi Dikumpulkan dari Berbagai Hal Pribadi
Pada deskripsi paten yang diajukan, tertulis "dalam sejumlah aspek, data sosial seperti gambar, data suara, unggahan media sosial, email, surat, dan lain-lain mengenai orang tertentu mungkin akan diakses. Data ini dapat digunakan untuk menciptakan atau modifikasi indeks khusus, seperti kepribadian dari seseorang."
Seperti diketahui, ada banyak kasus di mana akun media sosial yang telah diretas dapat dipakai untuk mengirimkan pesan spam atau tautan berbahaya dan itu bukan berasal dari si pengguna asli.
Namun dengan memakai AI dan memberikan informasi, hal tersebut justru bisa mengacu ke level baru dari pencurian identitas.
Selain itu, secara realistis, berbicara dengan chatbot dan menganggapnya seolah orang terdekat yang telah meninggal mungkin cukup aneh dan sedikit salah.
Advertisement
Dilanda Serangan Siber?
Terlepas dari paten mengenai AI tersebut, Microsoft belum lama ini menjadi target dari kampanye serangan yang digelar SolarWinds.
Hacker Rusia yang dicurigai sebagai aktor di balik serangan siber terburuk di Amerika Serikat (AS) dalam beberapa tahun terakhir, diduga memanfaatkan akses pengecer ke layanan Microsoft untuk menembus target yang tak memiliki network software yang dikompromikan dari SolarWinds.
SolarWinds sendiri adalah perusahaan penyedia perangkat lunak untuk bisnis yang berbasis di Texas, AS.
Perusahaan keamanan siber CrowdStrike Holdings Inc mengatakan, pembaruan pada perangkat lunak Orion SolarWinds merupakan satu-satunya celah yang dimanfaatkan hacker sebagai jalan masuk ke pengecer yang menjual lisensi Office dan menggunakannya untuk mencoba membaca email CrowdStrike.
CrowdStrike menggunakan program Office untuk pengolah kata, tetapi tidak untuk email. Upaya hacker yang gagal--dilakukan beberapa bulan lalu--ditunjukkan ke CrowdStrike oleh Microsoft pada 15 Desember 2020.
CrowdStrike, yang tidak menggunakan SolarWinds, mengatakan tak menemukan dampak dari upaya intrusi dan menolak menyebutkan nama pengecer tersebut.
"Mereka (hacker) masuk melalui akses pengecer dan mencoba mengaktifkan hak istimewa 'membaca' email," kata salah satu orang yang mengetahui penyelidikan tersebut kepada Reuters, dikutip Minggu (27/12/2020).
Banyak lisensi perangkat lunak Microsoft dijual melalui pihak ketiga, dan perusahaan tersebut dapat memiliki akses yang hampir konstan ke sistem klien saat pelanggan menambahkan data produk atau karyawan.
Korban yang diketahui sejauh ini termasuk saingan CrowdStrike, FireEye Inc serta Departemen Pertahanan, Negara, Perdagangan, Keuangan, dan Keamanan Dalam Negeri AS.
Ada juga sejumlah perusahaan teknologi besar, termasuk Microsoft, Intel, VMware, Belkin, dan Cisco Systems.
(Tin/Why)