Kasus COVID-19 Global Melonjak, Wall Street Anjlok pada Awal 2021

Wall Street anjlok mengawali perdagangan 2021 dipengaruhi sentimen meningkatnya kasus COVID-19 dan pemilihan di Georgia

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Jan 2021, 06:23 WIB
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan pertama 2021. Hal tersebut dipicu kekhawatiran tentang kasus COVID-19 global dan pemilihan putaran kedua Georgia.

Indeks saham Dow Jones melemah 382,59 poin atau 1,3 persen ke posisi 30.223,89. Dow Jones sempat turun lebih dari 700 poin. Pada perdagangan saham Senin waktu setempat menunjukkan awal negatif untuk memulai perdagangan awal tahun sejak 2016.

Sementara itu, indeks saham S&P 500 susut 1,5 persen menjadi 3.700,65. Indeks saham Nasdaq melemah 1,5 persen ke posisi 12.698,45. Indeks saham Dow Jones dan S&P 500 alami rekor tertinggi pada pembukaan sebelum berbalik arah ke posisi lebih rendah.

Pada perdagangan awal pekan ini tercatat aksi jual terbesar sejak 28 Oktober untuk Dow Jones dan S&P 500. Sementara indeks saham Nasdaq mencatat kinerja harian terburuk sejak 9 Desember.

"Pada masa saya telah melihat reli (indeks-red) bergerak liar dengan banyak saham yang salah harga tetapi ada satu kesamaan yang mereka miliki. Akhirnya mereka terpukul dan alami koreksi besar yang menyakitkan,” ujar Investor Carl Icah, seperti dilansir dari CNBC, Selasa (5/1/2021).

Adapun saham yang menekan indeks Dow Jones antara lain saham Coca-Cola dan Boeing masing-masing turun 3,8 persen dan 5,3 persen. Sektor saham real estate susut 3,2 persen, dan memimpin penurunan indeks saham S&P 500.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Meningkatnya Kasus COVID-19 dan Pemilihan di Georgia

Director of Trading Floor Operations Fernando Munoz (kanan) saat bekerja dengan pialang Robert Oswald di New York Stock Exchange, AS, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Sentimen lainnya yang menekan perdagangan saham juga karena trader cemas atas meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di dunia dan potensi dampaknya ke pemulihan ekonomi global.

Di Inggris Raya, Perdana Menteri Boris Johnson memberlakukan lockdown nasional di Inggris untuk mencegah penyebaran varian baru virus COVID-19. Sebagai bagian dari pembatasan baru, warga hanya dapat meninggalkan rumah untuk keperluan penting, bekerja dari rumah. Sebagian besar sekolah juga akan beralih ke pembelajaran jarak jauh termasuk universitas.

“Saya benar-benar memahami ketidaknyamanan dan tekanan perubahan terhadap jutaan orang dan orangtua di seluruh negeri,” ujar Johnson.

Ia menuturkan, masalahnya bukan karena sekolah tidak aman untuk anak-anak. Akan tetapi, masalahnya adalah sekolah dapat bertindak sebagai vektor penularan, menyebabkan virus menyebar antar rumah tangga.

Berdasarkan data yang dikumpulkan Universitas John Hopkins menunjukkan lebih dari 85 juta kasus COVID-19 termasuk 20,7 juta di Amerika Serikat (AS) dan 2,7 juta di Inggris.

Wall Street juga mengawasi Georgia saat negara bagian itu bersiap untuk pemilihan putaran kedua senat pada Selasa, 5 Januari 2020 yang dapat menjadikan Partai Demokrat mayoritas di majelis.

“Jika GOP hanya memenangkan satu kursi, mereka kemungkinan akan menghalangi beberapa proposal Biden yang lebih ambisius, tetapi sapuan Demokrat dari kedua pemilihan itu mungkin akan memberikan kebebasan kepada pemerintahan yang akan datang dalam agenda kebijakan mereka,” tulis CIO Glenmede, Jason Pride.

Sementara itu, Chief Invesment Strategist Oppeneheimer, John Stoltzfus menuturkan, indeks saham S&P 500 bisa turun 10 persen jika kandidat Demokrat memenangkan pemilihan umum Georgia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya