Liputan6.com, Cirebon - Sejumlah upaya terus dilakukan produsen tempe di tengah naiknya harga kedelai impor.
Seperti yang dilakukan industri rumahan tempe di Kampung Karangsetra Kelurahan Sukapura Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon. Mereka berusaha terus memproduksi dengan mengurangi ukuran tempe.
Baca Juga
Advertisement
"Tapi kami biasanya kasih tahu pembeli dulu mau harga naik atau tetap. Kalau maunya harga tetap volumenya dikurangi dan itu mau tidak mau," kata produsen Tempe Cirebon rumahan Arif Budiman, Selasa (5/1/2021).
Dia mengatakan, selama ini, bahan baku kacang kedelai untuk produksi tempe merupakan barang impor dari Amerika. Kedelai dikirim dari agen yang ada di Cirebon.
Namun, seiring kenaikan harga, produksi semakin dibatasi. Dia mengatakan, harga kedelai naik sejak akhir November.
"November ke Desember naiknya signifikan dari Rp200 sampai Rp500 per kg bahkan Rp1.000 per kg sekarang Rp9.300 sampai Rp9.500 per kg. Kami terpaksa produksi tempe dengan catatan ya itu volume berkurang atau harga naik," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini
Tetap Merugi
Kendati demikian, Arif mengaku kenaikan harga tak seimbang dengan modal yang dikeluarkan. Sebelumnya, Arif memproduksi 60 sampai 70 kg per hari, sekarang 50 kg per hari.
Untuk mengurangi risiko rugi, hasil produksi tempe harus habis terjual dalam sehari. Dia menyebutkan, harga jual tempe buatan Arif saat ini Rp4.000 per potong.
"Sebelumnya Rp3.000 sampai 3.500 per potong," sebut dia.
Namun demikian, Arif mengaku masih rugi jika kedelai impor dibelinya dengan harga Rp9.300 sampai Rp9.500 per kg.
Butuh waktu empat hari dalam proses memproduksi tempe, mulai dari pengolahan kedelai sampai penjualan.
"Sebelumnya pendapatan rata-rata Rp500 ribu sampai Rp600 ribu per hari sekarang omzet dan pendapatan turun. Untung Rp1.000 saja masih belum nutup sama ongkos produksi," sebut Arif.
Arif berharap ada solusi konkret dari pemerintah mengatasi persoalan kenaikan harga kedelai.
Advertisement