Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) tengah memproses sertifikasi halal pada vaksin Covid-19 yang telah didatangkan ke Indonesia. Sejauh ini, LPPOM MUI belum menemukan kandungan babi pada vaksin tersebut.
Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Muti Arintawati menegaskan, bahwa pihaknya tidak akan memberikan sertifikasi halal untuk vaksin yang mengandung babi, meskipun dalam proses pembuatan vaksin tersebut sudah dinetralisasi atau dibersihkan.
Advertisement
Untungnya, kata Muti, vaksin Covid-19 yang sudah didistribusikan di Indonesia sejauh ini tidak mengandung babi.
“Sertifikasi halal masih dalam proses, tapi sejauh ini kami belum menemukan adanya kandungan babi. Mudah-mudahan hasilnya akan baik. Memang dalam proses memisahkan inang, butuh enzim tripsin. Untungnya tripsin yang digunakan bukan berasal dari babi,” kata Muti dalam Diskusi Kehalalan dan keamanan Vaksin Covid-19, Selasa (5/1/2020).
Muti mengatakan, pihaknya pernah menemukan vaksin yang mengandung babi dan MUI pun tidak mengeluarkan sertifikasi halal kepada vaksin tersebut. Namun, Muti tidak menjelaskan secara rinci, vaksin apa yang ia maksud.
“Yang tidak diperbolehkan jika ada penggunaan babi. Apapun prosesnya kalau mengandung babi, tidak bisa jadi produk yang disertifikasi. Ada kasus vaksin sebelumnya yang tidak bisa disertifikasi itu karena tripsinnya dari babi, dan Alhamdulillah vaksin Sinovac bukan dari babi,” kata Muti.
Sehingga, kata Muti, MUI masih memperbolehkan penggunaan bahan yang tergolong najis seperti darah ataupun enzim tripsin yang berasal dari bahan najis. Namun tentunya bahan-bahan tersebut wajib disucikan dengan proses netralisasi atau purifikasi.
Selain itu, dalam proses akhir pembuatan vaksin, bahan-bahan najis tersebut harus dipisahkan. Tidak boleh terbawa dalam produk akhir vaksin.
“MUI pernah mengeluarkan fatwa tentang produk microbial. Prinsipnya, selama media itu dipisahkan dari produk akhirnya dan selama ada proses pensucian, maka diperbolehkan. Misalnya ada serum darah atau tripsin yang berasal dari bahan najis,” ujarnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Sel Vero dari Ginjal Monyet Afrika
Dia membenarkan bahwa dalam proses pembuatan vaksin Covid-19 ini memang menggunakan sel vero yang berasal dari ginjal monyet Afrika. Namun, kata Muti, sel vero tersebut tidak akan ikut atau terbawa dalam proses akhir pembuatan vaksin. Sel vero itu hanya digunakan sebagai tempat perkembangbiakan virus.
“Memang dari ginjal monyet, tapi bukan berarti dalam membuat vaksin ini, lalu monyet atau kera ditangkap kemudian diambil selnya. Sekitar tahun 1962, ada peneliti yang berhasil menemukan bahwa sel dari ginjal monyet Afrika ini sangat cocok digunakan sebagai inang atau tempat perkembangbiakan virus. Sel vero inilah yang dari tahun 1962 diisolasi dan dikembangbiakkan di luar,” kata Muti bercerita
“Jadi tidak diambil langsung dari monyet, tapi sudah dikembangbiakkan di luar dan sudah distandardisasi WHO. kalau perusahaan mau kembangin vaksin dengan sel vero maka harus beli dari WHO,” lanjutnya.
Sehingga, Muti menegaskan bahwa seluruh bahan yang digunakan dalam proses pembuatan vaksin Covid-19 ini sudah melewati tahap pembersihan atau pensucian.
“Meskipun ada sel vero, tapi sudah dibersihkan. Tripsin dan serum darahnya juga dibersihkan dan dinetralisasi. Jadi, sel vero akan terbuang dan tidak ada lagi di produk akhir. Produk akhirnya adalah virus murni,” tegasnya.
Reporter: Rifa Yusya Adilah/Merdeka.com
Advertisement