Liputan6.com, Jakarta - Pihak keluarga membeberkan penyebab meninggalnya almarhum Deden Deni Purnama. Deden Deni merupakan salah satu saksi kunci kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Perwakilan keluarga Deden Deni, Junaedi mengatakan, Deden Deni yang menjadi saksi kasus korupsi ekspor benih lobster ini meninggal dunia pada 31 Desember 2020. Deden Deni meninggal pada pukul 16.35 WIB di Rumah Sakit Ciputra Tangerang, Banten setelah dirawat sejak 19 Desember 2020.
Advertisement
"Deden Deni Purnama meninggal karena sakit yang sudah diderita sejak lama," ujar Junaedi dalam keterangannya, Selasa (5/1/2021).
Junaedi dan pihak keluarga enggan membeberkan lebih jauh penyakit yang diderita oleh Pengendali PT Aero Citra Kargo (ACK) itu. Namun pihak keluarga memastikan Deden Deni memiliki penyakit yang kerap kambuh.
"Penyakit yang diderita Almarhum Deden Deni Purnama adalah penyakit komplikasi menahun yang kerap kambuh akibat kelelahan," kata Junaedi.
Meski demikian, Junaedi mengatakan pihak keluarga Deden Deni, yakni istri dan anaknya masih melakukan isolasi mandiri.
"Hingga saat ini keluarga masih dalam kondisi berduka dan mengalami trauma mendalam karena disangkut-pautkan dengan kasus (benih lobster) ini. Untuk itu, kami memohon pihak media untuk menghentikan polemik seputar kematian Deden Deni," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Satu Saksi Suap Benih Lobster Meninggal, KPK Pastikan Penyidikan Tetap Berjalan
Diberitakan sebelumnya, salah satu saksi kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meninggal dunia. Saksi tersebut yakni Pengendali PT Aero Citra Kargo (ACK) Deden Deni.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan kabar tersebut. Menurut Ali, Deden Deni meninngal pada 31 Desember 2020.
"Informasi yang kami terima, yang bersangkutan meninggal sekitar tanggal 31 Desember yang lalu," ujar Ali dalam keterangannya, Senin (4/1/2021).
Ali memastikan, dengan meninggalnya salah satu saksi tak akan memengaruhi proses penyidikan. Menurut Ali, pihak lembaga antirasuah sudah mengantongi bukti permulaan yang cukup untuk membuktikan adanya tindak pidana dalam kasus ini nanti di Pengadilan Tipikor.
"Namun demikian proses penyidikan perkara tersangka EP (Edhy Prabowo) dkk tidak terganggu, sejauh ini masih berjalan dan tentu masih banyak saksi dan alat bukti lain yang memperkuat pembuktian rangkaian perbuataan dugaan korupsi para tersangka tersebut," kata Ali.
Deden Deni sendiri sempat menjalani pemeriksaan tim penyidik lembaga antirasuah pada Senin, 7 Desember 2020. Saat itu, tim penyidik menelisik Deden Deni soal aktivitas PT ACK soal pengajuan izin ekspor benur di KKP.
"Didalami mengenai pengetahuan saksi tentang aktivitas PT ACK dalam pengajuan permohonan izin ekspor benur lobster di KKP," kata Ali soal pemeriksaan Deden Deni.
Advertisement
Tersangka
Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.
Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.