Liputan6.com, Jakarta - Royal Enfield dikabarkan tengah merancang motor baru yang digadang-gadang sebagai versi kompak dari Interceptor. Model anyar ini nantinya bakal menggunakan mesin dengan kapasitas lebih kecil dari Royal Enfield Interceptor yang menggendong mesin 650cc.
Bisa jadi, basisnya tak bakal jauh-jauh dari Meteor. Rangka mengikuti sang spesies baru, begitu pula perlengkapan fitur serta jantung pacu.
Tepatnya memangku mesin 349 cc satu silinder dengan tenaga 20.2 Hp dan torsi 27 Nm. Tentunya dengan memenuhi regulasi emisi BSVI, atau setara Euro 5, yang diterapkan di India.
Sayang belum ada gambaran jelas soal Interceptor baru. Meski sempat tertangkap kamera sedang uji jalan, namun visualisasinya masih harus diterka. Hanya saja guratnya hampir bisa ditebak, toh gaya Royal Enfield bakal begitu-begitu saja.
Yang kami tebak, tangki bakal menyesuaikan ukuran dari Interceptor besar. Alias lebih kecil. Hanya saja bentuknya sama. Plus memiliki aksen serta pahatan mirip.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, pembeda dengan Meteor dipastikan terletak di model jok. Milik Meteor agak meliuk, seperti cruiser kecil. Sementara ini diperkirakan akan lurus dari area pengendara hingga penumpang.
Bagian depan khas. Lampu sudah pasti pakai model bulat. Tapi bisa jadi nantinya punya sorot cahaya dari LED. Lebih modern. Tapi perihal kaki-kaki dan sensor ABS tampaknya tak secanggih Interceptor.
Model shock ganda belakang jika mengikuti Meteor tak memakai tabung. Sementara kluster instrumen, biasanya mengenakan model full analog. Dengan tambahan catatan informasi kecil di layar LCD.
Hal yang juga tak kalah menarik, estimasi harga tak bakal jauh-jauh dari saudara sekelas. Mengacu pada penjualan Meteor di India, angkanya ada di kisaran Rp 30 jutaan. Tapi ketika masuk Indonesia, bisa saja jadi dua kali lipat akibat pajak yang dikenakan.
Kabar baiknya, mulai April 2021 pabrik di Thailand dikatakan segera beroperasi. Penetrasi terhadap pasar Asia Tenggara memang menjadi visi mereka sejak beberapa tahun lalu.
Dan tahun ini, sepertinya semua itu bakal terwujud. Sebab bisa saja memangkas ongkos untuk ekspor ke Indonesia, Malaysia, serta negara sekitarnya. Mengingat selama ini hanya ada pabrik India dan Argentina.
Tujuan dari pabrik ini hampir meliputi semua line up. Kapasitas produksi sekitar 5.000 unit motor dengan spesifikasi 250 cc – 750 cc. Artinya dari Meteor hingga Continental GT yang punya dua piston pun masuk. Kurang lebih 40 persen suku cadang pun bakal diproduksi lokal di Negeri Gajah Putih.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Seri Scrambler Juga Patut Dinanti
Selain Interceptor kecil, satu yang ditunggu-tunggu adalah varian Scrambler dari basis The Twins. Memang kabarnya belum se-valid si kompak yang sudah tertangkap kamera. Namun bukan tidak mungkin segera masuk dalam agenda pembaruan produk Royal Enfield.
Sosok ini kabarnya muncul tahun ini. Meski telah jadi asumsi sejak tahun lalu, dugaannya kini makin kuat. Melihat penjualan Interceptor dan Continental GT (The Twins) melambung.
Di India saja, tak kurang dari 20.000 unit sudah sampai di garasi konsumen. Lantas membuat potensi kelahiran Scrambler begitu besar bukan?
Hal ini pun masuk akal dari segi produk. Kombinasi rancang bangun Twins dengan Scrambler, semestinya menghasilkan ukuran pas. Tak kebesaran atau pun kekecilan.
Postur Asia masih bisa menghela bobot dengan baik, sementara pasar Eropa tetap bisa menikmati, tanpa merasa terlalu mungil. Dan paling penting, harga Royal Enfield tergolong moderat. Bahkan dinilai ekonomis buat ukuran motor menengah.
Jantung pacu parallel twin juga cukup kuat untuk mendorong pemakan tanah. Berkubikasi bersih 648 cc SOHC, dengan sistem suplai bensin injeksi. Alhasil tenaga 46,3 Hp bisa diekstraksi mulai 7.250 rpm. Sementara torsi puncak mencatat angka 52 nm, pada 5.250 rpm.
Selain memang dayanya besar, rangkaian ini memiliki alunan merdu dari dua piston. Yang menjadi daya tarik, sekaligus harapan banyak orang, mengingat produk mereka sebelum ini mengandalkan satu silinder.
Advertisement
Detail
Ya, Interceptor dan Continental GT adalah penyelamat, setelah Royal Enfield tak pernah membuat mesin twin lagi sejak puluhan tahun silam.
Jika masih tak terbayang, hasil render Oberdan Bezzi, seorang desainer roda dua beberapa waktu lalu, mungkin bisa dijadikan acuan. Terjemahan visualnya begitu nyata.
Rangka dan mesin dibiarkan persis, aksesori pendukungnya saja yang diubah. Dan menghasilkan sosok karismatik, jika benar akhirnya seperti itu.
Pertama, seluruh permukaan blok mesin dilabur hitam, menguatkan nuansa maskulin. Lantas rangka double cradle-nya sendiri tak diutak-atik. Tampak persis.
Tapi kentara pada fork, karena digambarkan memakai upside-down – juga dilapis hitam. Bagian ini pastinya memiliki travel jauh lebih panjang dari standar, supaya tinggi bertambah.
Shock belakang tak luput dari revisi. Meski sama-sama ditopang dua suspensi dengan subtank, jaraknya tentu memanjang. Sekilas diameter tabungnya juga lebih besar.
Dan tentu, dibedakan juga lewat roda berukuran belang serta pelek jari-jari. Plus, balutan ban semi pacul.
Pada gambar ini, merk ban yang dipakai terlihat seperti Shinko Big Block – dan rasanya bakal jadi ramuan pas untuk sosok ini.
Gaya Scrambler Lawas
Jika kita lihat area bodi, Scrambler fantasi Bezzi mengenakan tangki berbeda. Jika pada seri Interceptor cenderung membulat, sementara Continental GT sangat mengotak, ini berada di pertengahan. Bagian sisinya diakhiri dengan sudut, secara bersamaan di tengah tangki justru mengkurva. Keren.
Tutup box filter juga ketambahan aksesori plat bertema balap. Tak cuma segitiga saja bentuknya. Terdapat bulatan oversized, seakan-akan untuk ditulis nomor urutan lomba. Detail yang cukup menarik.
Sementara di sisi kanan, bagian itu mestinya sedikit terhalang, karena header menyilang ke atas dan muffler diposisikan tinggi, menyesuaikan identitas.
Sesuai gaya Scrambler lawas, jok dibuat pendek, bahkan “habis” di titik sumbu roda. Buntutnya sengaja dipotong agak naik begitu, karena tepat di bawahnya terpasang spakbor aluminium tinggi. Alhasil fender tampak panjang. Behel dan lampu belakang pun bahkan masih memiliki jarak.
Spakbor depan juga begitu. Terletak jauh dari roda, supaya saat menerjang lumpur padat tak nyangkut di sela-sela. Dari visual ini, bahan yang digunakan kemungkinan sama dengan buritan, yakni aluminium.
Lantas soal desain lampu, hingga panel instrumen, kemungkinan tak ikut diubah. Mengadopsi model kluster analog, menunjukkan data fundamental dan sederhana, khas Royal Enfield.
Tapi bisa jadi, stang ditukar jenis cross bar agar lebih kuat, sekaligus untuk merepresentasikan Scrambler.
Sumber: Oto.com
Advertisement