Liputan6.com, Jakarta Komite Keselamatan Jurnalis mendesak Mahkamah Agung untuk mencabut Peraturan MA atau Perma Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan.
Perwakilan Komite Keselamatan Jurnalis Ade Wahyudin mengatakan, Perma tersebut dianggap membatasi kerja jurnalistik.
Advertisement
"Kami meminta Mahkamah Agung untuk tidak terus membuat ketentuan yang bisa membatasi jurnalis bekerja karena itu sama saja dengan menghambat kebebasan pers," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (6/1/2021).
Ade memberi contoh bahwa Perma ini berjalan dan bagaimana perlakukan Ketua Pengadilan Negeri terhadap para awak media.
"Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang Bombongan Silaban SH LLM yang memimpin jalannya persidangan kasus narkotika hanya memberikan kesempatan para jurnalis untuk mengambil foto dan video selama 10 menit sebelum sidang. Selanjutnya para jurnalis pun tak diperkenankan lagi mengambil gambar dan video saat persidangan berlangsung," ungkap Ade.
Pihaknya mengerti bahwa Mahkamah Agung ingin menciptakan ketertiban dan menjaga kewibawaan pengadilan. Namun, niat untuk itu hendaknya tidak membuat hak wartawan dibatasi.
"Sebab, hak untuk mendapatkan informasi itu ditetapkan oleh regulasi yang derajatnya lebih tinggi dari peraturan Mahkamah Agung, yaitu Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers," jelas Ade.
Dia pun menyampaikan, ancaman pidana melalui kualifikasi tindakan mengambil gambar dan merekam tanpa seizin hakim sebagai penghinaan terhadap pengadilan akan menambah daftar panjang kasus kriminalisasi terhadap jurnalis.
"Ancaman pidana ini juga berlebihan karena semestinya dapat dilakukan secara bertahap mulai dari peringatan ringan, sedang, hingga berat," kata Ade.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penjelasan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (MA) membenarkan telah menerbitkan Peraturan MA atau Perma Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam lingkungan Pengadilan.
Dalam Perma tersebut, salah satunya ada pasal yang mengatur tata tertib bagi para pengunjung sidang yang tidak boleh lagi sembarangan mengambil dokumentasi sidang.
Juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro membantah, pihaknya membatasi transparansi. Terlebih bagi para jurnalis.
Menurut dia, Mahkamah Agung menerbitkan aturan tersebut untuk menciptakan suasana sidang yang lebih tertib dan lancar.
"Bukan untuk membatasi transparansi tetapi lebih merupakan sebuah perangkat/pengaturan untuk mewujudkan peradilan yang berwibawa," kata Andi saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (18/12/2020).
Advertisement