Liputan6.com, Jakarta Belanda memulai vaksinasi COVID-19 menyusul sebagian besar negara Uni Eropa yang telah lebih dulu menjalankan program vaksinasi, hampir dua pekan lalu.
Seorang perawat panti jompo bernama Sanna Elkadiri menjadi penerima suntikan vaksin Pfizer-BioNTech pertama di tempat vaksinasi di Veghel.
Advertisement
"Ini momen yang sangat penting bagi saya sebagai orang yang bekerja di bidang perawatan. Anda ingin memberikan perhatian dengan mengetahui bahwa klien Anda aman," kata Elkadiri.
"Tanpa vaksin itu tidak mungkin, tetapi mulai sekarang saya bisa melakukannya," ujarnya seperti dikutip dari AP News pada Kamis (7/1/2021).
Belanda sendiri memulai vaksinasi pada Rabu waktu setempat. Pekerja panti jompo dan rumah sakit menjadi kelompok prioritas pertama penerima vaksin COVID-19.
Menteri Kesehatan Belanda Hugo de Jonge menjadi salah satu penerima pertama vaksin COVID-19.
"Akhirnya, setelah 10 bulan krisis, hari ini kita mulai mengakhiri krisis ini," ujarnya. Namun, ia memperingatkan bahwa proses tersebut butuh waktu lama sebelum "meninggalkan semua penderitaan di belakang kita."
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Dianggap Terlambat
Dilaporkan bahwa sekitar 300 ribu perawat dan staf rumah sakit bersiap untuk menjadi kelompok pertama yang mendapatkan vaksin virus corona. Otoritas kesehatan setempat berencana untuk bisa melakukan vaksinasi pada 66 ribu pekerja perawatan per pekan mulai 18 Januari.
Program vaksinasi COVID-19 di Belanda sendiri mendapatkan kritik dari para pejabat di sana. Mereka menganggap pemerintah tertinggal dari negara-negara Eropa lainnya.
"Ini keterlaluan," kata Geert Wilders, pemimpin partai oposisi terbesar di Belanda. "Ini bukan strategi, tetapi kekacauan, kekacauan total, dan persiapannya buruk dan terlambat."
Terkait kritik tersebut, Perdana Menteri Mark Rutte mengakui bahwa pemerintahnya berfokus pada persiapan vaksin AstraZeneca yang lebih mudah untuk ditangani, meski belum disetujui regulator Uni Eropa.
Rutte juga menyesalkan kurangnya kesigapan pemerintahnya dalam beradaptasi pada persiapannya. "Saya sangat kecewa karena kita tertinggal dua pekan dari negara lain."
Sementara itu, kepada anggota parlemen, De Jonge mengatakan bahwa dalam krisis semacam ini, kesalahan adalah hal yang tidak bisa dihindari.
Advertisement