Ekonom: Pembatasan Kegiatan di Jawa dan Bali Hambat Pemulihan Ekonomi

Pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali perlu dilakukan untuk menekan penyebaran virus Corona, meski berpotensi menghambat pemulihan ekonomi.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jan 2021, 15:30 WIB
Pekerja beraktifitas bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Geliat bongkar muat di pelabuhan tersebut tetap berjalan di masa pandemi COVID-19, meskipun pemprov DKI kembali memperpanjang PSBB transisi hingga awal Januari 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE), Piter Abdullah, mengatakan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali memang perlu dilakukan, untuk menekan penyebaran covid-19. Namun di satu sisi pembatasan ini bisa menahan laju pemulihan ekonomi Indonesia.

"Dampaknya lebih menahan proses recovery (pemulihan ekonomi) yang sedang kita upayakan. Tapi pengetatan ini memang kita butuh kan. Menurunkan kasus positif harus diutamakan," kata Pieter saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (7/1)

Dia menambahkan, selama tidak diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara ketat atau lockdown dampak ke perekonomian tidak akan besar. Sebab kebijakan itu itu tidak akan menurunkan perekonomian yang sudah rendah.

"Kalau terjadi ledakan kasus sehingga harus PSBB ketat justru pemulihan ekonomi akan terganggu," jelasnya.

Seperti diketahui, pemerintah memutuskan untuk menjalankan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa dan Bali. Pembatasan kegiatan masyarakat ini berlaku mulai 11 Januari 2021 sampai dengan 25 Januari 2021

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Ini Alasan Kuat Pemerintah Terapkan Pembatasan Kegiatan di Jawa dan Bali

Suasana hari kedua PSBB di Surabaya Raya pada Rabu, 29 April 2020. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) Airlangga Hartarto menegaskan, kebijakan pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah mulai 11 Januari hingga 25 Januari bukanlah pelarangan.

Kegiatan sosial dan aktivitas fisik masih diperbolehkan berjalan, namun tetap mengikuti aturan pembatasan tertentu yang ditetapkan pemerintah.

"Ini ditegaskan, bukan pelarangan kegiatan masyarakat, jadi masyarakat jangan panik," ujar Airlangga dalam konferensi pers BNPB, Kamis (7/1/2021).

Airlangga mengatakan, kebijakan ini disusun mencermati perkembangan Covid-19 yang ada.

Per hari ini, kasus aktif tercatat mencapai 112.593, lalu kasus meninggal sebesar 23.296, kemudian kasus sembuh sebanyak 652.513. Tingkat kesembuhan mencapai 82,76 persen, sementara tingkat kematian 2,95 persen.

"Salah satu yang kita lihat ada laju penambahan kasus per minggu. Per Desember kemarin ada 48.434, per Januari ada 51.986. Ada beberapa daerah zonasi yang kasusnya tinggi sehingga ini semua berbasis data-data," ujarnya.

Airlangga juga menegaskan, sektor-sektor esensial masih beroperasi selama pembatasan sosial berlangsung.

Sektor tersebut meliputi sektor bahan pangan, energi, telekomunikasi, keuangan, logistik, hotel, konstruksi, industri pelayanan dasar, utilitas, dan objek vital nasional.

"Instruksi Mendagri sudah diterbitkan dan Gubernur daerah akan memberi surat edaran. Yang kemarin sudah terbitkan di Bali, hari ini rencananya DKI Jakarta," kata Airlangga. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya