Liputan6.com, Jakarta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengaku menerima 31 laporan dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan pimpinan maupun pegawai lembaga antirasuah.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, dari 31 laporan, pihaknya telah mengidentifikasi 20 laporan. Dari 20 laporan teridentifikasi, 15 laporan tersebut sudah diselesaikan oleh pihaknya.
Advertisement
"Dari 15 ini semuanya telah diselesaikan di tahun 2020. Di mana, yang 4 dibawa ke sidang etik, dan yang 11 tidak dibawa ke sidang etik karena tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," ujar Albertina dalam jumpa pers laporan tahunan Dewas KPK di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (7/1/2021).
Albertina mengatakan, dari empat dugaan pelanggaran etik yang dibawa ke persidangan etik, empat di antaranya telah dijatuhi sanksi.
"Kemudian 4 di bawa ke sidang etik ada perinciannya di sebelahnya, yang nomor 1 dijatuhi hukuman sanksi ringan berupa teguran tertulis pertama. Kemudian nomor 2 hukuman sanksi ringan berupa teguran tertulis kedua. Ketiga hukuman sanksi ringan berupa teguran lisan. Dan keempat hukuman sanksi berat berupa diberhentikan dengan tidak hormat. Itu hasil dari persidangan kode etik," kata Albertina.
Sidang pelanggaran etik pertama yakni terhadap Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo. Dewas KPK menyatakan Yudi terbukti melanggar kode etik terkait pemberitaan soal penarikan kembali penyidik Kompol Rosa Purba Bekti ke instansi asal yakni Polri.
Dewas memutuskan Yudi melanggar kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020 Pasal 4 ayat 1 huruf O dan C. Yudi pun dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis 1 setelah melewati tiga kali sidang.
Sidang pelanggaran etik kedua yakni terhadap Ketua KPK Firli Bahuri. Dewas menyatakan Firli Bahuri melanggar etik terkait gaya hidup mewah. Firli pun dijatuhi sanksi Teguran Tertulis II.
Dewan Pengawas KPK menyatakan Firli terbukti melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf n dan Pasal 8 Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020 tentang penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK dengan empat kali sidang.
Dewas menganggap putusan itu diambil karena tindakan Firli menggunakan helikopter sewaan dalam perjalanan pribadinya mendapat tanggapan negatif dari publik.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pelanggaran Etik Lainnya
Sidang pelanggaran etik ketiga terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Aprizal. Aprizal terbukti melanggar kode etik terkait operasi tangkap tangan terhadap pejabat Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Dewan Pengawas KPK menganggap perbuatan Aprizal telah menimbulkan suasana kerja yang tidak kondusif dan harmonis karena telah melakukan kegiatan OTT yang dinilai tanpa koordinasi.
Dewan Pengawas KPK menyatakan Aprizal melanggar kode etik dan pedoman perilaku "Sinergi" pada Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 dengan lima kali sidang. Dan Aprizal dijatuhi hukuman sanksi ringan berupa teguran lisan.
Sidang pelanggaran etik terakhir yakni terhadap Pengawal Tahanan (Waltah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berinisial TK yang menerima uang serta pemberian lain dari tahanan KPK. Dewas menilai TK mengabaikan kewajiban menolak dan melaporkan setiap gratifikasi yang dianggap suap, serta mengadakan hubungan langsung dengan pihak yang kasusnya sedang ditangani KPK.
Perbuatan yang dilanggar TK di antaranya seperti memberikan nomor kontak telepon kepada salah seorang tahanan, telah menerima bingkisan makanan berupa tiga dus pempek, meminjam uang sebesar Rp 800 ribu hingga menerima uang Rp 300 ribu dari Imam Nahrawi.
TK dinilai terbukti melanggar kode etik yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g dan h serta Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK dengan tiga kali sidang.
Atas ulahnya TK dijatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai KPK.
Advertisement