Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Asosiasi Real Estat Indonesia (REI), Hari Ganie, menyebut sektor properti, khususnya perumahan, sampai saat ini masih terdampak parah akibat pandemi Covid-19. Dia pun memprediksi kondisi sulit ini masih terus berlangsung hingga dua tahun mendatang.
"Per hari ini sektor kami ini, sektor perumahan properti sangat terdampak dari awal 2020 sampai hari ini. Dan kami perkirakan sampai satu tahun, dua tahun kedepan masih juga terdampak," ujar diadalam acara Talkshow Interaktif Membedah Pengaduan Konsumen 2020, Jumat (8/1/2020).
Advertisement
Hari mengatakan, pil pahit ini tecermin dari turunnya tingkat penjualan rumah hingga sebesar 60 persen. Bahkan, untuk perhotelan penurunan tingkat penjualan telah menembus angka 95 persen
"Jadi, bisa dibilang kita menghadapi masa-masa yang paling kelam lah yang kita hadapi saat ini. Kami sektor perumahan bisa penjualannya terpotong sampai 50-60 persen. Dan sektor non perumahan, apalagi perhotelan itu sampai 95% terpotongnya penjualannya," keluhnya.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR, untuk dapat menghadirkan regulasi yang mampu mengakomodasi keseimbangan dan keberpihakan antara pengembang, konsumen, dan regulator misalnya pemerintah daerah. Sehingga mampu meringankan beban pelaku usaha properti di masa kedaruratan kesehatan ini.
Tak hanya itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga diminta mampu memberikan regulasi terkait keringanan pajak bagi sektor properti. "Jadi keseimbangan regulasi kunci daripada menyelesaikan permasalahan yang muncul di sektor perumahan," tukasnya.
Merdeka.com
Sulaeman
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK: Bunga KPR Sudah Turun
Suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) bukan menjadi masalah utama bagi masyarakat yang ingin membeli rumah. Masalah utama dari masyarakat saat membeli rumah lebih kepada daya beli atau pendapatan yang rendah.
"Bahwa suku bunga ini penting iya, tapi sebenarnya bukan menjadi kendala utama masyarakat," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dalam diskusi Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Sektor Perumahan, Senin (28/12/2020).
Besaran bunga KPR sendiri selalu diturunkan perbankan dari tahun ke tahun. Pada 2014 lalu misalnya. Suku bunga kredit pada waktu itu rata-rata di perbankan mencapai 12,92 persen. Sementara itu, pada Oktober 2020 menjadi hanya sebesar 9,81 persen.
Bahkan, Wimboh melanjutkan, jika disandingkan dengan kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia, suku bunga kredit perbankan masih sangat rendah. Sebab, saat BI rate naik pada 2018, bunga kredit tidak ikut naik.
Pada 2018, BI rate tercatat naik menjadi 6 persen dari 2017 sebesar 4,25 persen. Sementara itu bunga kredit bank pada 2018 sebesar 10,83 persen sedangkan pada 2017 sebesar 11,3 persen.
"Kita minta meski BI rate naik saat itu pernah menjadi 6 persen, bunga kredit kita tahan tidak boleh naik dan akhirnya BI rate berangsur-angsur turun jadi 3,75 sehingga ini kita yakin bunga kredit turun," tutur Wimboh.
OJK terus mendorong supaya bunga kredit perbankan terus mengalami penurunan. Apalagi, saat ini likuiditas mereka juga lebih dari cukup.
"Karena pemerintah dan BI melakukan kebijakan yang akomodatif tentang likuiditas sehingga kalau likuiditas melimpah ini suku bunga turun dan cost juga akan turun," tegas dia.
Advertisement