Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, meminta pemerintah saat ini lebih fokus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum akan protokol kesehatan. Sehingga upaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 bisa berbuah manis.
"Memang orangnya relatif sangat mengabaikan (protokol kesehatan). Contohnya di pasar-pasar tradisional seperti itu," terangnya dalam webinar bertajuk Implementasi PPKM Jawa-Bali: Kesiapan Sektor Bisnis dan Pelaku Usaha, Jumat (8/1).
Advertisement
Untuk itu, pemerintah diminta agar tidak lagi menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa kedaruratan kesehatan ini. Sebab, cara ini dinilai justru merugikan aktivitas bisnis di tanah air.
"Iya. Takutnya salah ngunci. Yang dikuncinya sektor usaha, yang lainnya yang jadi masalah. Jadi kalo menurut saya PSBB berapa kali pun gak akan nyelesain masalah. Kalau akar masalah tadi yang saya bilang, dari (kesadaran protokol kesehatan) masyarakat itu tidak kita antisipasi," tegasnya.
Pun, terkait klaster Covid-19 di industri manufaktur diyakini asal muasal penularan Covid-19 berasal dari lingkungan masyarakat. Sehingga dipastikan bukan berasal dari lingkungan kerja sebagaimana berdasarkan hasil tracking yang dilakukan.
"Kalau kita nih di manufaktur misalnya, memang betul ada beberapa (penularan Covid-19) yang juga cukup besar. Tapi, begitu kita telusuri itu dapatnya dari lingkungannya, bukan karena lingkungan kerja tapi lingkungan rumahnya," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengusaha Nilai Keputusan PSBB Jawa-Bali Kurang Tepat
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menilai pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bukan solusi jitu untuk memutus penyebaran virus Covid-19. Sehingga, kendati PSBB diterapkan secara berulang-ulang dipastikan penularan virus mematikan asal China itu masih tetap ada.
"Kalau menurut saya mau PSBB berapa kali pun tidak akan menyelesaikan masalah, karena akar permasalahannya bukan itu," ujar dia dalam webinar bertajuk Implementasi PPKM Jawa-Bali: Kesiapan Sektor Bisnis dan Pelaku Usaha, Jumat (8/1/2021).
Bos Apindo ini mengatakan, solusi jitu untuk membasmi Covid-19 ialah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan. Sehingga upaya yang diambil pemerintah saat ini dianggap salah sasaran.
"Kalau akar masalahnya itu dari masyarakatnya untuk lebih aktif protokol kesehatan. Ini yang tidak kita antisipasi," terangnya.
Walhasil kebijakan pembatasan sosial yang kini kembali diberlakukan di Pulau Jawa dan Bali justru diyakini akan mengancam aktivitas bisnis. Padahal, di industri proses tracking dipastikan lebih baik ketimbang yang ada pada tataran masyarakat.
"Kita kalau melihat begini kita juga bingung, ini sebenarnya mau bagaimana. Karena kalau kita misalnya di manufaktur, memang betul ada yang cukup besar (kasusnya), begitu kita tracing itu dapetnya ya dari lingkungannya. Ini bukan karena lingkungan kerjanya, tapi dari lingkungan rumahnya," tukas pengusaha itu.
Advertisement
Pembatasan Kegiatan di Jawa-Bali
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan pembatasan kegiatan masyarakat Jawa-Bali diterapkan untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 pasca libur Natal dan Tahun Baru. Hal inilah yang menjadi alasan kebijakan tersebut diterapkan pada 11-25 Januari 2021.
"Berdasarkan pengalaman data yang ada, sehabis libur besar itu ada kenaikan (kasus Covid-19) 25 sampai 30 persen. Kalau kita hitung dari tahun baru itu jatuhnya pertengahan bulan Januari," kata Airlangga dalam konferensi pers di Youtube BNPB, Kamis (7/1).
Airlangga mengatakan kebijakan pembatasan kegiatan di Jawa-Bali ini telah dipertimbangkan dan dibahas secara mendalam. Menurut dia, keputusan ini diambil merujuk data-data yang untuk mengantisipasi pelonjakan akibat liburan.
Kendati begitu, dia menekankan pemerintah tetap memperhitungkan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Airlangga menuturkan sektor-sektor esensial seperti kesehatan, bahan pangan, energi, keuangan, logistik, hingga menyangkut kebutuhan sehari-hari masih dapat beroperasi 100 persen.
"Sektor esensial dibuka 100 persen dengan pengaturan jam operasi dan penerapan protokol kesehatan," tutur dia.
Sulaeman
Merdeka.com