Mereka yang Bertugas dalam Pencarian Sriwijaya Air SJ182

Sosok di balik pencarian puing-puing pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang diduga jatuh di perairan Kepulauan Seribu.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Jan 2021, 13:49 WIB
Tim MGS sedang melakukan pemetaan titik jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182. Foto: Henky Suharto/MGS.

Liputan6.com, Jakarta - Pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak dan diduga jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Sabtu, 9 Januari 2021.

Upaya pencarian pun telah dilakukan dan puing-puing Sriwijaya Air SJ182 pun telah ditemukan. Pencarian ini tak lepas dari kontribusi Mahakarya Geo Survey (MGS), salah satu perusahaan Indonesia yang bergerak dalam survei pemetaan laut.

Founder MGS, Henky Suharto, menyebut bahwa pihaknya berkoordinasi dengan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) setelah Sriwijaya Air SJ 182 dinyatakan hilang dan belum ditemukan puing-puing yang mengapung.

“Kami langsung berkoordinasi dengan Basarnas, kita kirim tim kapal, satu tim khusus survei dilengkapi dengan alat Side Scan Sonar (SSS) dan navigasi untuk menyisir dasar laut,” ujar Henky kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Senin (11/1/2021).

Dari penyisiran dasar laut tersebut, MGS menemukan data-data terkait benda yang sudah berceceran di dasar laut.

“Ini kan tidak bisa dilihat dari mata kita di permukaan, intinya kami melakukan pemetaan di dasar laut dan Alhamdulillah pada (Minggu) Subuh kami mulai beroperasi dan jam 9 sudah menemukan sebaran lokasinya,” Henky menambahkan.

Sekitar 10 orang tim MGS dikirim ke lapangan dan dibagi menjadi dua grup. Dalam waktu tiga sampai empat jam, lebih kurang 20 titik sebaran benda yang diduga puing pesawat Sriwijaya Air SJ 182 akhirnya ditemukan.

Simak Video Berikut Ini:


Setelah Menemukan Titik Lokasi

Kapal Tim MGS untuk melakukan pemetaan titik jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182. Foto: Henky Suharto/MGS.

Satu titik sebaran besar dinamakan klaster namun ada pula titik-titik puing lain yang jaraknya cukup jauh dari klaster. Sedang, jarak dari klaster ke titik terakhir hilang kontak adalah 630 meter.

“Kita berkoordinasi dengan TNI AL dan Basarnas dan akhirnya dilakukan penyelaman, ternyata benar ditemukan serpihan-serpihan itu," ujar Henky.

Pemetaan di permukaan laut sangat penting dilakukan sebelum penyelaman agar diketahui koordinat dan titik yang perlu diselami. Jika dilakukan penyelaman tanpa ada tujuan atau pengetahuan tentang titiknya, maka penyelaman tersebut akan memakan waktu lama berpotensi tinggi tidak menemukan apa yang dicari.

“Kalau kita tidak punya informasi itu, kita akan kesulitan,” katanya.

Dalam pencarian tersebut, MGS mengaku tidak ada kendala yang berarti karena titik jatuhnya pesawat pun tidak terlalu jauh dari kantor sehingga tim MGS yang berada di kantor dapat mendukung tim yang dilapangan dari jarak jauh, seperti mengirimkan informasi via daring.

Walau demikian, Henky berharap agar penanganan pencarian pesawat yang jatuh dapat diperkuat dari sisi koordinasi agar gerakan penyelamatan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efektif.


Infografis Strategi Tekan Harga Tiket Pesawat

Infografis Strategi Tekan Harga Tiket Pesawat (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya