Liputan6.com, Jakarta - Tiga dari delapan pebulu tangkis Indonesia yang terlibat kasus pengaturan hasil pertandingan bertemu dengan Pengurus Pusat PBSI di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur, Senin (11/1/2021) pagi WIB. Mereka diterima Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI Eddy Sukarno.
Ketiga pebulu tangkis itu yakni Agripinna Prima Rahmanto Putra, Mia Mawarti, dan Putri Sekartaji. Sementara lima pemain lainnya yang dihukum adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Afni Fadilah, dan Aditya Dwiantoro.
Advertisement
Agripinna dan Mia akhirnya memilih mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss. Mereka banding karena merasa tidak bersalah merekayasa hasil pertandingan atau berjudi.
Sementara Putri Sekartaji tidak melakukan banding. Dia menerima hukuman berupa 12 tahun skorsing dan denda US$ 12.000.
"Karena mereka masih sebagai warga PBSI, maka ketika mereka meminta bantuan dan perlindungan, tentu kita bantu dan dampingi," kata Eddy saat menerima pemain dalam rilis PBSI yang diterima Liputan6.com.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tidak Lepas Tangan
Memori banding tersebut, menurut Eddy, setelah ditandatangani pemain akan segera dikirim. Hal ini sebagai bentuk bahwa PBSI tidak lepas tangan terhadap warganya yang tengah terlilit kasus.
Agri yang dijatuhi vonis BWF berupa hukuman enam tahun tidak boleh berkecimpung di bulu tangkis dan denda US$ 3.000 dolar mengaku hanya sabagai korban. Pasalnya, dia tidak pernah mengatur skor saat di turnamen Vietnam Terbuka 2017 seperti yang dituduhkan.
Tuduhan Agri bertaruh dengan Hendra Tandjaya juga tidak benar. Yang benar, dia hanya akan mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono asal Jepang yang saat itu tengah bertanding.
Namun, pilihan Agri tersebut oleh Hendra dimasukkan ke rekening perjudian online milik Hendra yang kemudian menjerat Agri. "Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF. Namun sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF," papar Agri.
"Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja."
Advertisement
Kasus Mia
Sementara untuk kasus Mia, dia dituduh menyetujui dan menerima uang sebesar Rp 10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, dan tak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF.
Atas kesalahnnya itu, Mia diskorsing 10 tahun tidak boleh terlibat dalam pertandingan dan denda US$ 10.000. "Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF," ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.
Pembelaan pemain berusia 24 tahun ini karena uang hasil kesepakatan dengan Hendra itu sejatinya merupakan uang saku untuk dirinya selama mengikuti kejuaraan. Mia juga tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari hasil perjudian yang dilakukan oleh Hendra.
"Tuduhan saya menyetujui retired di New Zealand Open 2017 pada partai ganda putri, juga sama sekali tidak benar. Bahkan, saya berdebat dengan Hendra di tengah lapangan," ucap Mia.
"Saya tidak mau retired, tapi Hendra sebagai ofisial meminta ke wasit agar pertandingan dihentikan dengan menyebut saya tidak mungkin melanjutkan pertandingan karena cedera. Padahal, saya tidak cedera."
Soal, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, seperti halnya Agri, Mia pun tak mengetahui kalau tidak melaporkan ke BWF adalah sebagai pelanggaran kode etik. Yang dia tahu, pelanggaran kode etik hanya berupa perjudian saja.
"Selain itu, BWF tidak pernah melakukan investigasi langsung kepada saya, sehingga saya tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya. Dengan demikian putusan BWF dilakukan secara sepihak tanpa mendengar penjelasan dan pembelaan dari saya sebagai korban," papar Mia.
Batalkan Keputusan BWF
Karena itu, Mia meminta CAS bisa menerima permohonan bandingnya. Juga meminta Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF karena dirinya masih ingin terus berkarier sebagai pemain sebagai mata pencahariannya.
"Hukuman BWF itu keliru dan tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya. Oleh karena itu, saya meminta agar Pengadilan CAS memeriksa, mengadili, dan memutuskan saya tidak melanggar kode etik BWF dan dinyatakan tidak bersalah dengan menyatakan putusan BWF dinyatakan batal," tulis Agri dalam memori banding yang akan dikirim ke Pengadilan CAS.
"Apabila yang mulia CAS berpendapat lain, saya mohon minta keadilan karena hukuman yang dijatuhkan kepada saya terlalu berat. Profesi pemain bulu tangkis merupakan satu-satunya mata pencaharian saya dan keluarga," pungkas Agri yang kini membela klub Berkat Abadi Banjar, Kalimantan Selatan.
Advertisement