Menkes Beri Keringanan, Lulusan Perawat Tanpa Surat Registrasi Bisa Langsung Kerja

Kemenkes akan memberikan keringanan bagi perawat yang baru lulus agar bisa langsung bekerja

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jan 2021, 13:50 WIB
Petugas kesehatan memeriksa peralatan medis di ruang bersalin Taman Cinta, Puskesmas Duren Sawit, Jakarta Timur, (7/1/2021). Puskesmas Kecamatan Duren Sawit mempunyai ruang bersalin khusus ibu hamil yang terkonfirmasi positif virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan memberikan keringanan bagi perawat yang baru lulus agar bisa langsung bekerja. Kelonggaran ini diberikan supaya para lulusan perawat tersebut bisa membantu dan mengisi kekurangan tenaga medis di Tanah Air dalam penanganan Covid-19

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) mengatakan, selama ini para perawat yang baru lulus harus memiliki surat registrasi atau semacem sertifikat untuk bisa bekerja. Namun, karena lonjakan kasus aktif yang luar biasa, maka pihaknya memberikan keringanan kepada para lulusan perawat tersebut.

"Jadi yang sudah lulus sekolah tidak usah perlu ambil sertifikat registrasi dulu bisa langsung bekerja sehingga dengan demikian bisa mengurangi tekanan pada tenaga kerja yang kesehatan yang letih," jelas dia dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Selasa (13/1).

Di samping itu, untuk menutupi kekurangan jumlah tenaga medis, BGS menyarankan agar pihak rumah sakit mengatur rotasi jam kerja mereka. Sehingga, para tenaga medis punya banyak waktu istirahat.

"Kita harus mengatur rotasi jadwalnya agar tidak terlalu banyak yang terpapar pertama dari perawat terutama," imbuh dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menkes: Ada 8 Provinsi Belum Terima Vaksin Covid-19

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menghadiri acara Mata Najwa dalam sesi 'Beres-beres Kursi Menkes' pada 6 Januari 2021. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) menyebut, masih ada 8 provinsi yang belum menerima vaksin Covid-19. Hal itu dikarenakan jaringan distribusi rantai dingin di provinsi tesebut belum memadai.

"Saat kita pengiriman 1,2 juta vaksin ada 8 provinsi yang belum bisa langsung menerima rupanya," kata BGS dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Selasa (13/1/2020).

Menkes mengatakan, belum terdistribusinya vaksin tersebut akan menjadi hambatan bagi pemerintah pusat untuk melakukan proses vaksinasi. Sejauh ini pihaknya juga sudah melakukan komunikasi dengan beberapa kepala daerah di sana.

"Karena baru 1,2 juta sudah tidak mampu apalagi kalau nanti kita kirim 17 juta dan 25 juta komunikasi terus kita lakukan pemerintah daerah," jelas dia.

Meski begitu, dari total delapan provinsi tersebut, sampai dengan saat ini masih ada dua provinsi yang belum selesai yaitu Sumatera Selatan dan Sumatera Utara.

"Jadi kami masih terus berkomunikasi dengan Kepala Dinas ke Sumatera Utara dan Sumatera Selatan karena kapasitas penyimpanan rantai dingin yang belum cukup sehingga kita baru bisa kirim sebagian.

"Jadi saya sudah minta ke teman-teman untuk sharing komunikasi daerah-daerah terkait dengan kapasitas rantai penyimpanan," tambah Menkes.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com 


Dimulai Besok Rabu, Simak Tahapan Vaksinasi Covid-19

Menkes Budi Gunadi Sadikin tentang pengadaan vaksin COVID-19. (Foto: jabarprov.go.id)

Kementerian Kesehatan memastikan proses vaksinasi akan dilakukan mulai besok, Rabu (13/1/2021). Adapun tahap pertama akan diberikan kepada seluruh tenaga kesehatan yang ada di Tana Air.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin (BGS) mengatakan, untuk tahap pertama sebanyak 1,48 juta tenaga kesehatan akan disuntikan vaksin. Dia berharap pada akhir Februari sudah bisa selesai.

"Di seluruh dunia tahapan ini sama kenapa diberikan ke nakes? karena kriterianya yang diberikan oleh orang-orang yang berisi risiko tinggi untuk terpapar karena tenaga kerja kesehatan ini selalu terpapar pasien covid Mereka ingin diberikan pertama kali," kata BGS dalamrapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Selasa (13/1/2020).

Setelah tenaga kesehatan, maka vaksin selanjutnya akan disuntikan kepada petugas publik. Di mana, petugas publik ini adalah orang yang tugas sehari-harinya bertemu dengan banyak orang.

"Vaksinasi kita akan berikan berikutnya ke 17,4 juta petugas publik, jadi setelah petugas kesehatan kita ke petugas publik," jelasdia.

Prioritas ini sedikit berbeda dengan negara-negara lain. Di mana negara-negara tersebut sebagian besar menaruh lansia diurutkan kedua, kemudian baru petugas publik dengan alasan ekonomi bukan karena politik.

"Tapi lebih ke alasan kemanusiaan karena orang-orang lansia ini adalah orang yang critical kemungkinan kenanya kalau kena meninggalnya tinggi sehingga diperoleh duluan. di Indonesia kita taruh di 2B," jelas Menteri Kesehatan.

BGS menjelaskan, alasan pemerintah tidak menaruh prioritas lansia sebagai penerima vaksin kedua karena uji klinis vaksin dilakukan ada batasan usianya, yakni hanya mencapai 59 tahun. Adapun target penerima vaksin lansia sendiri mencapai 21,5 juta.

"Kita harapkan kalau vaksin yang lain datang di bulan April itu adalah vaksin yang memang sudah uji klinisnya digunakan untuk di atas 60 tahun jadi kita akan mulai untuk petugas publik dan lansia sekitar bulan Maret April," jelasnya.

"Kalau selesai diharapkan hampir April dan Mei untuk kita lakukan seluruh masyarakat tahapannya saya kira seperti itu," sambung dia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya