Liputan6.com, Jakarta - Sejak awal 2021, PT Itama Ranoraya Tbk atau saham berkode IRRA melesat tajam. Hal ini membuat PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menaruh perhatian hingga menghentikan sementara perdagangan atau suspensi saham pada Selasa, 12 Januari 2021.
Sebelumnya BEI mencermati perkembangan saham IRRA seiring terjadi peningkatan harga saham IRRA yang di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA) pada 11 Januari 2021.
Pengumuman UMA tidak serta merta menunjukkan ada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Informasi terakhir mengenai perusahaan tercatat adalah informasi 21 Desember 2020 yang dipublikasikan melalui website BEI terkait laporan hasil paparan publik tahunan.
Baca Juga
Advertisement
“Sehubungan dengan terjadinya UMA atas saham IRRA itu, perlu kami sampaikan bahwa bursa saat ini sedang mencermati perkembangan IRRA transaksi saham ini,” tulis Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI Lidia M Panjaitan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan, Irvan Susandy dalam keterbukaan informasi BEI.
Namun, akhirnya BEI menghentikan sementara perdagangan saham IRRA pada Selasa, 12 Januari 2021. Untuk lebih jelasnya, Liputan6.com telah merangkum sejumlah fakta terkait IRRA, berikut ulasannya yang dikutip dari berbagai sumber, Selasa (12/1/2021) :
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
IPO sejak Oktober 2019
Resmi melantai di BEI pada 15 Oktober 2019, IRRA memberikan harga penawaran awal sebesar Rp 374 per saham.
Masa penawaran umum dilakukan mulai 2 hingga 8 Oktober 2019. Jumlah saham yang ditawarkan pada saat itu mencapai 400 juta unit. Di awal melantai, perseroan telah menunjuk PT BNI Sekuritas dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia sebagai penjamin pelaksana emisi efek.
Advertisement
Distributor Alat Kesehatan
Bergerak di sektor kesehatan, IRRA mendistribusikan beberapa perangkat medis kepada institusi pemerintah, seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Puskesmas.
Distribusi tersebut melingkupi beberapa alat, seperti Oneject Auto Disable Syringe (ADS), Abbot Diagnostik, TerumoBCT, dan Ortho Clinical Diagnostic.
Selain itu, IRRA juga mendistribusikan jarum suntik yang merupakan produksi PT Oneject Indonesia.
Gerak Saham IRRA
Berdasarkan data BEI, saham IRRA diketahui mengalami peningkatan hingga 75 persen menuju Rp 3.700 per saham hanya dalam satu minggu terakhir.
Tak hanya itu, dalam sebulan saham tersebut mampu naik 141 persen dan meningkat hingga 381 persen hanya dalam 3 bulan.
Selama lima sesi, IRRA berhasil mencetak rekor, karena seluruhnya menghijau. Secara kumulatif harga saham berhasil mengalami kenaikan hingga 117 persen sejak 4 Januari 2021.
Pada Senin 11 Januari 2021, saham berhasil ditutup menguat 25 persen ke posisi Rp 3.700 per saham dengan perdagangan sebanyak 165 juta lembar dengan nilai Rp582,05 miliar. Saham IRRA sempat di level tertinggi Rp 3.700 dan terendah Rp 2.900. Kapitalisasi pasar saham perseroan tercatat Rp 5,92 triliun.
Advertisement
BEI Suspensi IRRA
BEI suspensi saham IRRA seiring peningkatan harga kumulatif yang signifikan pada saham IRRA sehingga perlu dilakukan cooling down.
"Penghentian sementara perdagangan saham IRRA tersebut dilakukan di pasar reguler dan pasar tunai dengan tujuan untuk memberikan waktu yang memadai bagi pelaku pasar untuk mempertimbangkan secara mata berdasarkan informasi yang ada dalam setiap pengambilan keputusan investasinya di saham IRRA," seperti dikutip dari pengumuman BEI yang diteken Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI Lidia M.Panjaitan dan Kepala Divisi Pengaturan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy.
Mendapat Kontrak dari Pemerintah
Pada 27 November 2020, PT Itama Ranoraya Tbk teken kontrak SPA (Sales and Purchase Agreement) 111 juta pieces jarum suntik ADS dengan pemerintah.
Kontrak ini merupakan yang kedua. Sebelumnya, perseroan mendapatkan pemesanan 35 juta pieces jarum suntik Auto Disable Syringe (ADS) 0,5 ml dan 0,05 ml untuk program vaksin imunisasi dari Kementerian Kesehatan pada di kuartal ketiga.
Advertisement
Kinerja Keuangan hingga September 2020 dan PER
Pendapatan usaha perseroan naik 9,38 persen dari Rp 128,95 miliar menjadi Rp 141,05 miliar hingga akhir September 2020.
Laba setelah pajak perseroan tumbuh 475,28 persen dari Rp 6,16 miliar hingga September 2019 menjadi Rp 35,46 miliar hingga September 2020.
Untuk price earning ratio (PER) saham IRRA mencapai 462,5 kali. PER ini salah satu ukuran untuk analisis saham secara fundamental. PER membandingkan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan. Semakin besar nilai PER sebuah saham, semakin mahal saham tersebut.
Sedangkan earning per share (EPS) atau laba bersih per saham 8.