Liputan6.com, Jakarta Olimpiade Tokyo 2020 masih tersandera pandemi virus Corona COVID-19. Hasil jajak pendapat yang dilakukan salah satu media di Jepang kembali memunculkan kembali wacana penundaan event ini.
Olimpiade Tokyo yang seharusnya berlangsung pada pertengahan tahun lalu terpaksa diundur hingga 2021 akibat pandemi virus Corona COVID-19. Namun kurang dari 200 hari jelang penyelenggaraan pada bulan Juli mendatang, wacana penundaan kembali mencuat menyusul status darurat nasional yang dikeluarkan pemerintah Jepang menyusul meningkatnya kembali kasus COVID-19 di negaranya.
Advertisement
Media di Kyodo lewat jajak pendapat yang diumumkan pada Minggu (10/1/2021) lalu menyembutkan, bahwa sebanyak 45 persen responden menginginkan Olimpiade Tokyo 2020 kembali ditunda. Sementara 35 persen di antaranya berpendapat, agar hajatan ini dibatalkan secara permanen.
CEO Tokyo 2020 CEO, Toshiro Muto, mewakili panitia lokal, juga mengetahui hasil polling tersebut. Namun menurutnya, hal itu justru menunjukkan respons yang positif dari masyarakat Jepang.
"Jumlah masyarakat yang meminta pembatalan hanya naik 5 persen," kata Muto seperti dilansir dari Channel News Asia.
"Jumlah yang meminta penundaan naik banyak, tapi itu berarti orang-orang masih ingin kegiatan itu terlaksana," bebernya. "Dan tentu, untuk menggelarnya kami harus menjamin keamanan dari pertandingan dengan penanganan anti-virus. Jika Anda mengambil sudut pandang itu, saya yakin akan lebih banyak dan lebih banyak lagi yang mendukung kegiatan ini," kata Muto menambahkan.
Saksikan juga video menarik di bawah ini
Desakan dari Atlet
Isu COVID-19 memang masih terus menghantui perhelatan Olimpiade Tokyo 2020 pada tahun ini. Sebelumnya, atlet dayung asal Inggris, Matthew Pinsent, meminta agar kegiatan tersebut dibatalkan dan Tokyo mendapat kesempatan menjadi tuan rumah Olimpiade 2024 menggantikan Prancis.
Advertisement
Tuding Berita Hoaks
Menurut media di Jepang juga melaporkan bahwa rencana pembatalan ini akan dibahas pada bulan Februari mendatang. Namun Muto dengan tegas membantah dan menganggapnya sebagai hoaks.
"Saat laporan seperti ini muncul, beberapa orang mungkin merasa cemas tentangnya," kata Muto.
"Saya ingin katakan bahwa kami sama sekali tidak berpikir seperti itu, dan itu adalah laporan salah."